tag:blogger.com,1999:blog-64176114023796922102024-03-13T10:07:56.668-07:00Cerita Hot Vs Sex StoryAdult Only...18+
www.desah-desahan.blogspot.comdery_boledhttp://www.blogger.com/profile/10242059087321130258noreply@blogger.comBlogger34125truetag:blogger.com,1999:blog-6417611402379692210.post-78093263307564190132009-09-09T07:30:00.000-07:002009-09-09T07:32:44.537-07:00Asyiknya Tukeran<div align="justify"><span style="font-size:85%;">“Telepon yang anda tuju tidak dapat dihubungi. Silahkan ulangi beberapa menit lagi”. Begitu yang kudengar setiap kupencet namanya pada memori HP ku. Lagi ada di mana si penjahat seks itu sampai HP nya dimatikan? Aku sampai lupa meminum es juice dan menyantap pisang keju yang terhidang di mejaku karena terus mencoba menghubungi Roni, temanku.</span><br /><span style="font-size:85%;"> “Tumben sendirian. Biasanya sama Roni,” kata Bu Tiwi, pemilik kantin.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> “Iya nih Bu, HP nya dimatikan. Nggak bisa dihubungi,” ujarku setelah menghirup es juice yang terhidang dan mengunyah pisang keju. Sebenarnya telah hilang selera makanku pada makananan dan minuman favoritku itu karena tak berhasil menghubungi Roni.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> “Kalau mau dateng ke pesantren kilat bareng mestinya janjian yang mateng. Jadi nggak manyun begitu,” ujar Bu Tiwi lagi sambil melayani pembeli yang lain.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Benar juga omongan Bu Tiwi. Ini memang salahku. Semestinya, semalam atau tadi sebelum berangkat kontak Roni dulu hingga bisa janjian. Kalau sudah begini, aku yang repot. Mau ngikut pesantren udah kesiangan dan pasti pintu pagar udah ditutup sementara Roni tidak bisa dihubungi. Atau bisa jadi ia berangkat tanpa bawa HP.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Gagasan untuk ngikut pesantren kilat ini memang murni ide kita daripada nganggur mendingan ngikut and bisa kenalan ma cewe-cewe pengajar yang katanya dari universitas muslim, katanya kakak-kakak pengajarnya banyak yang cantik-cantik. Lagian ada juga yang ngikut dari sekolah laen. Sewaktu mau berangkat, Rizal, temanku yang lain datang ke rumah dan meminjamkan sejumlah VCD porno yang pernah ia janjikan dahulu. Lalu muncul gagasan untuk membolos dan nonton bareng Roni di rumahnya. Aku yakin Roni pasti tak menolak. Karena seperti kata Rizal diantara film-film yang dipinjamkan, ada yang bercerita tentang hubungan seks antara seorang anak laki-laki dengan ibunya.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Thema seperti itu, atau setidaknya yang menggambarkan hubungan seks antara pria muda dengan wanita yang lebih dewasa bahkan yang lebih pantas menjadi ibunya, adalah yang sangat digemari Roni. Bahkan dalam pengalaman nyata, seperti pengakuan dan cerita Roni, ia sering menyetubuhi pembantunya, wanita yang telah berusia 43 tahun. Roni juga mengaku sering terangsang saat mengintip ibunya sendiri yang tengah telanjang. Itulah kenapa aku sering menyebutnya sebagai penjahat seks.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Di luar itu Roni juga yang mengajari dan memperkenalkanku pada kebiasaan onani. Menurutnya, aku tergolong pria puritan karena hingga berumur 18 tahun belum tahu dan tidak pernah melakukan onani. Dan ketika ia menggagas untuk membuat lubang rahasia untuk mengintip aktivitas ibuku dari kamarku yang memang bersebelahan dengan kamar ibu, aku tak kuasa menolaknya.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Menurut Roni, tubuh ibuku sangat menggairahkan dan merangsang. Sama seperti tubuh ibunya yang memang usianya tak jauh berbeda karena usia ibu 47 sedang ibunya Roni lebih muda setahun. Dan seperti ibunya Roni, ibuku juga sudah menjanda cukup lama. Hanya Roni punya kakak perempuan yang sudah menikah dan hidup terpisah. Sedangkan aku, anak tunggal dan hanya hidup berdua dengan ibu sejak kecil. Bahkan konon, sebenarnya aku bukan anak ayahku yang meninggal saat usiaku masih balita. Tapi buah perselingkuhan ibu dengan pemuda tetangganya setelah menikah cukup lama dan tidak punya anak. Aku gak terlalu percaya ma omongan itu karena keluargaku adalah keluarga muslim yang taat, ibuku saja sudah lama memakai jilbab begitu juga denga ibunya Roni, kita jadi dekat dari kecil karena ibuku dan ibunya Roni sama-sama ngikut pengajian di tempat yang sama, buat ngisi kesibukan dan nambah kenalan juga kekayaan batin gitu alasan ibuku. Tapi memang si Roni lebih nekat dariku, kita sama-sama penasaran ama body perempuan-perempuan berjilbab, sapa tahu korengan kali,ha..ha.. </span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> “Sam memek ibumu besar dan membusung banget. Mau deh aku menjilati lubangnya. Ah, pasti enak banget kalau dientotin,” ujar Roni berbisik ketika ia menginap di kamarku suatu malam dan mengintip ke kamar ibu dari lubang rahasia yang kami buat. Saat itu, ibu tidur mengangkang tanpa mengenakan celana dalam dan dasternya tersingkap.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Malam itu Roni memuaskan diri beronani sambil sambil mengintip dan membayangkan menyetubuhi ibuku. Dan lucunya, aku juga melakukan yang sama. Hanya aku melakukan secara diam-diam setelah Roni tertidur pulas. Benar seperti kata Roni, wanita seusia ibu memang lebih matang dan merangsang. Sejak itu, aku sering mengintip ke kamar ibu di saat terangsang dan hendak beronani. Aku juga ingin merasakan nikmatnya bersetubuh dengan ibu kendati sejauh ini belum pernah melakukan sekali pun dengan wanita lain.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Satu jam lebih duduk tercenung sendiri di kantin Bu Tiwi akhirnya membuatku jenuh. Setelah sekali lagi mencoba menghubungi HP Roni tak tersambung, akhirnya kuputuskan untuk pulang. Paling ibu sudah berangkat ke Puskesmas tempatnya bekerja hingga nggak bakalan tahu kalau aku gak jadi ngikut, pikirku. Setelah membayar makanan, aku langsung keluar dan menyetop angkutan kota yang rutenya melewati jalur jalan dekat rumah. Motor memang sengaja tak kubawa karena tadinya berniat membolos dengan Roni.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Sampai di rumah, seperti biasa aku masuk lewat pintu belakang. Kunci rumah bagian depan memang selalu dibawa oleh ibu karena dia yang berangkat belakangan setiap hari. Aku membawa kunci pintu belakang agar tak repot mampir ke kantor ibu untuk mengambil kunci saat pulang sekolah.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Namun di dalam, saat masuk ke ruang tengah, aku dibuat kaget. sepeda motor Roni ada di sana terparkir di dekat motorku. Sementara tas hitam yang biasa dibawa ibu ke kantor teronggok di atas meja makan. Jadi ibu belum berangkat? Dan kenapa motor Roni ada di sini? Aku jadi curiga. Jangan-jangan Roni juga ada di sini dan lagi berdua dengan ibuku di kamarnya. Memikirkan kemungkinan itu, kuperlambat jalanku. Dengan berjingkat kumasuki kamarku sendiri. Setelah mengunci pintu kamar dari dalam, langsung kutuju lubang rahasia yang biasa kugunakan untuk mengintip ke kamar ibu.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Dugaanku tidak meleset. Roni ada di kamar itu berdua dengan ibuku. Di atas ranjang besar tempat tidur ibu, keduanya tengah melakukan perbuatan yang selayaknya tidak pantas dilakukan. Kulihat Ibu sudah tidak berpakaian, tapi masih mengenakan jilbabnya, seragam putih panjang khas puskesmas sudah teronggokdi lantai dan satu-satunya penutup tubuh yang dikenakan hanya celana dalam warna hitam, duduk menyandar di dinding kamar. Ia terlihat sangat menikmati apa yang tengah dilakukan Roni pada dirinya. Ya Roni menghisapi salah satu pentil susu ibu di bagian kiri dengan mulutnya. Sementara payudaranya yang sebelah kanan, sesekali dibelai dan diremas gemas oleh pemuda teman akrab dan kawan sekolahku itu.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Seperti bayi yang kehausan, Roni menetek dengan lahap di payudara ibu yang besar, 36B, kutahu waktu kulihat di jemuran dulu. Pasti hisapannya sangat kuat pada puting susu ibu yang coklat kehitaman hingga ibu tampak menggelinjang menahan nikmat. Terlebih tangan Roni juga tak mau berhenti meremasi buah dadanya yang lain sambil sesekali memilin putingnya. “Ah… ah.. terus hisap Ron, ah enak banget. Tetek tante enak banget kamu begitukan Ron, ah.. sshh…ahh …aaahhh,” suara ibu terdengar mengerang dan melenguh menahan nikmat.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Mungkin seharusnya aku merasa jengah atau stidaknya memprotes atas apa yang tengah dilakukan Roni pada ibuku. Tetapi tidak, aku malah menikmati permainan mereka. Bahkan ingin rasanya aku menggantikan peran Roni. Karena sudah cukup lama aku ingin menyentuh dan menghisap tetek ibu bahkan sekaligus menyetubuhinya. Aku memang sangat terangsang setiap mengintip dan mendapati ibu tengah telanjang. Hanya selama ini aku hanya bisa menyetubuhi dalam angan-angan yakni beronani sambil membayangkan menyetubuhinya.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Aku makin terangsang ketika Roni mulai menciumi kemaluan ibu dari luar CD hitam yang dikenakannya. Kulihat ujung hidung Roni disentuhkan di bagian tengah memek ibu yang masih tertutup CD. Sesekali Roni juga menggunakan mulutnya untuk mengecup. Ah kenapa Roni tidak segera melepas saja CD hitam itu. Terus terang aku jadi tidak sabar untuk melihat bentuk sejelasnya vagina ibu. Selama ini, setiap mengintip, aku hanya bisa melihatnya sepintas. Kini, dengan posisi duduk mengangkang seperti itu, kalau CD nya dibuka pasti memek ibu bisa terlihat detilnya.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Ternyata harapanku tidak sia-sia. Hanya, bukan Roni yang mengambil insiatif tetapi malah ibuku. “Kamu sudah kangen sama memek tante ya Ron? Tante buka deh celana dalamnya biar kamu bisa melihat sepuasnya atau melakukan apa saja sesuka kamu. Tetapi baju dan celana kamu dibuka juga dong,” kata ibu sambil memelorotkan dan melepas celana dalamnya. Saat ibuku mau melepas jilbabnya ditahan sama Roni, “Jangan dilepas tante, tante lebih cantik kalo pake jilbab, sumpah”, rayu Roni</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Dan ibuku senyum-senyum saja mendengar kata-kata Roni, kini ibuku benar-benar telanjang tanpa sehelai benang yang menutupinya setelah CD warna hitamnya dilepas dan dilemparkan sekenanya, hanya jilbab yang masih menutupi kepalanya dan itu membuatku lebih terangsang karena Roni pernah bilang pengen ngentotin cewe yang masih pake jilbab, lebih bikin nafsu katanya dan bener banget karena kurasakan ada sensasi yang luar binasa kalo bisa ngentotin cewe yang masih pake jilbab. Dan yang membuatku kaget, memek ibu yang biasanya terlihat lebat ditumbuhi rambut hitam, telah dicukur gundul. Padahal tiga hari lalu, saat aku mengintipnya dari kamar seusai mandi, vagina ibu masih tertutup oleh kerimbunan rambut hitam keritingnya.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Tetapi memek yang telah tercukur kelimis itu lebih merangsang karena seluruh detilnya jadi terlihat jelas. Dalam posisi duduknya yang mengangkang, kemaluan ibuku membentuk busungan besar yang terbelah di bagian tengahnya. Hanya, bibir bagian luarnya yang berwarna coklat kehitaman terlihat tebal dan berkerut. Kontras dengan warna di bagian dalam yang agak kemerahan. Sedangkan kelentitnya yang berada di ujung celah bagian atas, terlihat cukup besar ukurannya. Mungkin sebesar biji jagung dan tampak mencuat. Ah .. merangsang banget.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Bibir bagian luar memek ibu yang berwarna coklat kehitaman, tebal dan berkerut itu, kemungkinan terbentuk akibat seringnya tergesek kejantanan milik laki-laki. Baik milik almarhum suaminya semasa hidup atau milik ayah kandungku yang menjadi teman selingkuh ibu. Bahkan mungkin kontol beberapa pria lain yang pernah singgah dalam hidupnya karena beberapa tahun lalu sempat pula kudengar kabar ibu ada main dengan salah seorang atasannya hingga sebagai PNS ia sempat dipindahtugaskan ke daerah terpencil selama beberapa waktu.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Roni menghampiri ibuku setelah melepas baju kokonya dan semua yang dikenakannya. Kontolnya tampak tegak mengacung dan keras. Hanya, soal ukuran, kuyakin setingkat di bawah punyaku yang lebih panjang dan besar,palingan Cuma 13 cman dibanding punyaku yang kalo ngaceng banget bisa sampai 17cman. Tadinya kukira Roni akan langsung menindih dan menancapkan rudalnya di memek ibu yang memang telah menunggu untuk disogok.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Namun dengan santai, bak lelaki dewasa yang sudah berpengalaman dengan perempuan, direbahkannya tubuhnya dekat tubuh ibu mengangkang. Posisi kepalanya persis berada diantara kedua paha ibu yang terbuka lebar atau persis berhadapan dengan memek ibuku. Posisi itu dipilihnya, nampaknya agar ia dapat dengan mudah menatapi memek ibuku dari jarak sangat dekat dan sekaligus menyentuhnya.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Ibuku kian membuka lebar kangkangan pahanya ketika tangan Roni mulai menjamah bagian paling sensitif miliknya. Diusap-usapnya bibir luar memek ibu yang tebal dan berkerut dengan telapak tangannya dan sesekali diselipkannya ujung jari tengah tangan Roni ke lubang di antara celahnya. Disentuh sedemikian rupa oleh tangan Roni, terlebih ketika jari tengah teman sekolahku itu menyentuh kelentitnya, mulut ibu mulai mendesis dan melenguh.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Roni tak hanya menggunakan tangan untuk menyentuhnya tetapi mulai menggunakan lidahnya untuk menjilat dan mengkilik lubang kenikmatannya, maka desahan yang keluar berubah menjadi erangan. Bahkan tubuh ibuku terlihat menggelinjang dan tergetar ketika Roni mengecupi dan menghisapi kelentit ibuku. “Aauuw.. oh.. oh.. Ron kamu apakan memek tante. Ssshh.. sshh oh enak banget Ron. Ya.. ya ahh enak banget Ron, terus sayang ya terus aahhh ,” erangnya menahan nikmat.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Suara yang keluar dari mulut ibuku, bukannya membuat Roni menghentikan aksinya. Tetapi malah memberinya semangat untuk membuat aksi jilatan dan hisapan dengan mulutnya lebih efektif. Lidahnya makin dalam dijulurkan ke dalam lubang kemaluan itu dan hisapannya pada kelentit ibu dilakukannya dengan lebih keras dan gemas. Hingga tubuh ibuku berkali-kali meronta dan menggeliat namun terlihat sangat menikmatinya sambil meremas sendiri ujung jilbabnya.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Puncaknya, Roni tak hanya menjilati lubang memek ibuku. Lidahnya yang kuyakin telah terlatih untuk menjilati lubang kemaluan Bik Suti, wanita yang bekerja sebagai pembantu di rumahnya yang sering diceritakannya, mulai mencari sasaran lain. Itu kuketahui karena setelah ia meremas-remas pantat besar ibuku dan membukanya hingga lubang anusnya terlihat, lidahnya kembali dijulurkan dan diarahkan ke sana. Dan tanpa rasa jijik sedikitpun ia mulai menyapu-nyapukan lidahnya di lubang anus yang berwarna senada dengan memek ibu yang coklat kehitaman.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Tidak hanya menyapu dan menjilat, lidah Roni pun dicolokkan bagian ujungnya seolah berusaha menerobos ke bagian dalam lubang anus itu. Diperlakukan seperti itu ibu memekik keras menahan nikmat. “Iiiihhhh diapakan lagi tante Ron. Okh.. okh.. sshh… aahh enak banget Ron. Kamu pintar banget sayang. Tante nggak pernah merasakan yang seperti ini,” ungkapnya terbata di sela-sela rintihan dan lenguhan yang keluar dari mulut ibuku.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Mungkin karena sudah tak tahan menahan gairah yang kian memuncak, ibu akhirnya menggeser tubuh. Melepaskan pantatnya dari mulut Roni yang terus mencengkeram menyerang anusnya dengan jilatan lidahnya. Tadinya ibu bermaksud melakukan serangan balik yakni mengerjai kontol Roni dengan mulutnya. Namun Roni memaksa ingin tetap dapat mengerjai bagian bawah tubuh ibu. Hingga akhirnya disepakati untuk melakukan posisi 69 yang memungkinkan keduanya dapat menjilat dan menghisap bagian paling peka milik keduanya.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Dengan posisi merangkak di atas tubuh Roni yang telentang, ibu memulai aksinya dengan melakukan sapuan dan jilatan pada kepala penis Roni yang tegak mengacung. Lalu, dikulum dan dimasukkannya batang penis Roni ke dalam mulutnya sambil dihisap-hisapnya. Merangsang banget, melihat ibuku yang masih berjilbab mengeluar masukkan kontol Roni. Perlakuan serupa dilakukan ibu pada kedua biji pelir kemaluan Roni. Maka kini Roni dibuatnya seperti cacing kepanasan. Tubuh Roni terlihat mengejang. Ia juga mengerang melampiaskan rasa nikmat yang diterimanya dengan meremasi bongkahan pantat besar ibuku.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Menikmati adegan panas yang dilakukan ibu dan Roni dari tempatku mengintip, tanpa sadar aku mengeluarkan sendiri kontolku yang juga telah tegak mengacung dan mulai meremasinya sendiri. Nafasku memburu menahan gairah yang kian membakar. Ah, kapan aku bisa menyentuh dan menikmati keindahan tubuh ibu seperti yang tengah dilakukan Roni saat ini, keluhku membatin. Bahkan sempat pula menyelinap dalam anganku untuk menikmati kehangatan tubuh Tante Romlah, ibunya Roni.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Kocokan pada penisku makin kupercepat ketika adegan di kamar ibu mendekati klimaks. Kulihat ibu telah dalam posisi berjongkok di atas pinggul Roni dan mengarahkan lubang memeknya ke tonggak kontol Roni yang tegak mengacung. Maka ketika pantat ibu diturunkan perlahan, masuk dan amblaslah batang kontol itu ke dalam kehangatan kemaluan ibuku. “Kamu diam saja Ron, kini giliran tante yang memberi kenikmatan,” kata ibu sambil mulai menaik-turunkan pinggulnya.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Tidak hanya gerakan naik turun yang dilakukan ibu di atas tubuh Roni. Sesekali, sambil membenamkan lebih dalam kontol Roni di dalam lubang memeknya, pinggul ibu memutar-mutar sambil meremas-remas rambutnya yang berjilbab sehingga agak longgar juga jilbab ibu dan tangan Roni kadang ikut meremas tetek ibu yang besar itu, hingga keduanya merasakan kenikmatan yang ditimbulkan. “Ah.. sshhh oh.. oh.. memek tante enak banget seperti menghisap. Oh.. oh enak banget tante, ah.. ah punya Roni mau keluar tan, akkhhhh… oouugghhh,”</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> “Tahan dulu Ron jangan dikeluarkan dulu. Kita ganti posisi ya? Biar keluarnya sama-sama enak,” ujar ibu sambil merubah posisi.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Tanpa menunggu lama, setelah ibu kembali dalam posisi mengangkang, Roni yang terlihat sudah tidak mampu lagi mengontrol gairahnya langsung mengarahkan ujung kontolnya ke lubang memek ibuku. Dan entah disengaja atau karena tak mampu menahan gairah yang menggebu, Roni menurunkan pinggulnya dengan sentakan yang cukup kuat. Akibatnya, di samping batang kemaluan Roni langsung amblas terbenam, ibu jadi memekik tertahan.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> “Auw .. pelan-pelan dong sayang,”</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> “Maaf tente. Habis Roni gemes sih sama memek tante,” kata Roni sambil terus menaik turunkan tubuhnya di atas tubuh ibuku.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Awalnya hanya perlahan. Namun ketika ibu mulai meningkahi dengan menggoyang-goyang memutar pinggulnya, hunjaman kontol Roni di memek ibuku semakin cepat. Akibatnya peluh nampak berleleran pada pasangan berlainan jenis sekaligus berbeda usia cukup jauh yang tengah melampiaskan hasratnya itu. Sesekali tangan Roni kulihat ikut menarik, meremas kuat jilbab ibu, menjamah dan meremasi tetek ibuku yang terguncang-guncang. Memilin-milin putingnya dan juga menghisap dengan mulutnya.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Tenda-tanda keduanya hendak mencapai klimaks terlihat ketika gerakan Roni terlihat kian tidak terkontrol. Begitu pun ibu, goyangan pinggulnya tidak berirama lagi. Puncaknya, keduanya sama-sama memekik dan mengerang dengan tubuh mengejang. “Hhaakh..akkhhh..mmm..ssssstt..... nnhhikkhhmmaaat…… bbhhaannggeetthh…. Rrrhhonn” erang ibuku, “Tante Mmmhhoo ssshhaammmppp….oouugggghhh……” teriak ibuku sambil meremas kuat jilbabnya yang sudah mulai terlepas. “Iiiyyyaahhh… tttthhaannn… ssshhhaaamm…mmaa…aaahhhh……” tukas Roni sambil ngeremes tetek ibu kuat-kuat. Maka jebolah pertahanan Roni, maninya tercurah menyembur di lubang nikmat memek ibuku “Nnnikkhmatt… banget tantee.. haakh..hakh..aaaarrrggghhhh……cccrooottt….crrrooott……sssssttttt…..hhhooookhhhhh….” ceracau Roni. Sedangkan ibuku, puncak orgasmenya ditunjukkan dengan belitan kakinya ke pinggang Roni dibarengi tubuh yang mengejang hebat. “Oookkhhhhh……yyyyaaahhhhh……eemmmmhh……ssssttthhhh…… “</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Pagi itu, setelah ibu kembali ke kamar seusai membersihkan diri di kamar mandi, sebenarnya Roni mencoba melakukan pemanasan kembali. Saat ibu berdiri di depan meja rias dan hendak memakai celana dalam, Roni mencegahnya. Ia berjongkok di depannya dan mulai mengecupi memek ibu. Bahkan salah satu kaki ibu diangkatnya dan ditempatkannya di kursi meja rias hingga memudahkannya menjilati memek ibu. Namun kendati ibu terlihat kembali terangsang oleh hisapan mulut Roni pada kelentitnya, ia menolak melanjutkannya lebih jauh.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Menurut ibu, hari ini ada rapat penting di kantornya yang tidak dapat ditinggalkan. Maka Roni terpaksa harus menahan diri untuk kembali melampiaskan gairah mudanya yang masih menggebu. Keduanya meninggalkan rumah setelah berdandan rapi. Sedangkan aku, terpaksa meneruskan onaniku yang belum tuntas sambil membayangkan hangatnya tubuh ibuku.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Bagian II</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Sejak peristiwa itu, aku jadi tahu kemana perginya Roni tiap membolos sekolah tanpa mengajakku. Belakangan memang Roni sering membolos tetapi tidak memberitahu dan mengajakku. Rupanya dia punya acara asyik ngentot dengan ibuku. Tetapi yang membuatku kagum dan mengundang rasa ingin tahuku, bagaimana awal mulanya hingga ia bisa berselingkuh dengan ibuku?</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Untuk bertanya langsung padanya aku tidak berani. Takut dia jadi tahu bahwa sebenarnya perbuatannya dengan ibuku telah diketahui olehku dan pertemananku dengannya jadi renggang. Lagian terus terang, kalau diberi kesempatan, aku juga ingin banget bisa bisa menikmati memek ibu. Juga ngentot dengan ibunya Roni yang bodi dan keseksiannya nyaris sama dengan ibuku jadi aku harus membina keakraban dengan Roni. Hanya untuk melangkah ke arah itu aku belum berani dan tidak punya pengalaman seperti Roni.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Belakangan, sejak mengetahui antara ibu dan Roni ada hubungan khusus, aku sering memberi kesempatan agar mereka bisa menyalurkan hasratnya secara lebih leluasa. Saat Roni main ke rumah, aku pura-pura punya acara dengan teman lain dan meninggalkan mereka. Padahal, aku malah ke rumah Roni dengan berpura-pura pada ibunya hendak menemui dia. Hingga belakangan hubunganku dengan ibunya Roni makin akrab dan aku bebas melakukan apa saja di rumahnya seperti halnya Roni di rumahku.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Seperti sore itu, di saat Roni main ke rumah, aku berpura-pura udah janjian dengan teman kampungku untuk menghadiri acara ulang tahun. Padahal aku langsung ke rumah Roni. “Tadi katanya ke rumah kamu Did? Padahal udah dari tadi lho,” kata ibunya Roni saat aku masuk.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Saat membukakan pintu, ibunya Roni rupanya habis mandi. Tubuhnya kelihatan masih basah, terlihat dari baju kurung terusan yang dipakenya, tercetak teteknya yang menggunung. Tetek ibu Roni lebih manteb dari punya ibu, karena keliatan lebih runcing. Tapi jilbab yang dipakenya sudah tampak rapi, keliatan mau pergi. “Hemm…” dengusku agak kesal juga.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Seperti halnya ibuku, ibunya Roni juga berbodi tinggi besar. Pantatnya besar membusung dengan pinggul yang mengundang. Hanya, kulit Tante Romlah (nama ibunya Roni) agak sedikit gelap. Tetapi kesemua bagian tubuhnya benar-benar merangsang hingga membuatku terpana menatapinya. Namun anehnya, kendati tatapanku terang-terangan tertuju pada dadanya yang agak tercetak dan bagian lain tubuhnya yang mengundang selera, ia seperti tak menghiraukannya.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Setelah mempersilahkanku masuk dan menutup pintu, dengan santai ia membereskan koran dan majalah yang terserak di ruang tamu. Posisinya yang agak membungkuk saat melakukan aktivitasnya itu menjadikan gairahku terpacu lebih kencang. Betapa tidak, karena baju kurungnya yang lebih mirip kayak daster Cuma ga tipis-tipis banget membuat bongkahan pantat besarnya kini ikut-ikutan tercetak di bajunya dan keliatan ibu Roni belum sempat memakai CD. “Fiuh… sayang mo pergi.., sial” umpatku dalam hati</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Kuyakin itu disengaja. Karena ia seperti berlama-lama dalam posisi itu kendati koran dan majalah yang dibereskan hanya sedikit. Ah ingin rasanya meremas pantat besar yang menggunung itu. Kalau Roni, mungkin ia sudah nekad melakukan apa yang diinginkan. Tetapi aku tidak memiliki keberanian hingga hanya jakunku yang turun naik menelan ludah.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> “Eh Did, kamu ada acara nggak? Kalau nggak ada acara, tolong antar tante ya. Tante harus menagih ke orang tapi tempatnya jauh dan sulit kendaraan,” ujarnya setelah semua koran dan majalah tertata rapi di tempatnya.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> “Eee.. ee bi.. bisa tante. Nggak ada acara kok,” kataku agak tergagap.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> “Kalau begitu tante ganti baju dulu. Oh ya kalau kamu haus ambil sendiri di kulkas, mungkin masih ada yang bisa diminum,” ujarnya sambil tersenyum. Senyum yang sangat manis namun sangat sulit kuartikan.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Satu buah teh botol dingin yang kuambil dari kulkas langsung kutenggak dari botolnya. Rupanya, tontonan gratis yang sangat menggairahkanku tadi membuat tenggorokanku jadi kering hingga teh botol dingin itu langsung tandas. Belakangan baru kusadari, ternyata Tante Romlah tidak menutup kembali pintu kamarnya. Dengan bertelanjang bulat, karena baju kurungnya tadi telah dilepas, dengan santai ia memilih-milih baju yang hendak dikenakan. Maka kembali suguhan mengundang itu tersaji di hadapanku.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Bukan hanya pantatnya yang besar membusung. Buah dada Tante Romlah juga besar tapi keliatan kencang dan meruncing, mungkin 36C lah. Putingnya yang berwarna coklat kehitaman, terlihat mencuat. Ah ingin banget bisa membelai dan meremasnya atau menghisapnya seperti yang dilakukan Roni pada tetek ibuku. Sebenarnya aku ingin banget melihat bentuk memek Tante Romlah secara jelas. Namun karena posisinya membelakangiku, aku tak dapat melihatnya. Tetapi benar seperti kata Roni, tubuh ibunya yang berambut sebahu itu masih belum kehilangan pesonanya sebagai wanita.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Setelah menemukan baju yang dicari dan berniat dipakainya, Tante Romlah berbalik dan memergokiku tengah menatapi tubuh telanjangnya. Tetapi sepertinya ia tidak marah. Bahkan dengan santai, ia kenakan celana dalam di hadapanku. Hanya karena merasa tidak enak dan takut dianggap terlalu kurang ajar, aku segera meninggalkannya menuju ke ruang tamu untuk menunggunya.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Ibunya Roni meski telah bergelar hajah dan setiap keluar rumah selalu membungkus rapat tubuhnya dengan busana muslimah, namun masih menjalankan usaha yang tercela. Di samping bisnisnya sebagai pedagang perhiasan berlian, ia juga meminjamkan uang dengan bunga tinggi atau rentenir, bahkan temenku Roni sempat beberapa kali memergoki ibunya jalan bareng sama laki-laki di luar. Hanya kalau di rumah, pakaian yang dipakainya agak lebih santai dan lebih tipis, menurutku lebih seperti daster ibu-ibu tetangga cuman lebih panjang dan berlengan dan tidak sungkan-sungkan memamerkan tubuh indahnya seperti yang barusan dilakukan di hadapanku.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Rumah orang yang ditagih Tante Romlah ternyata memang cukup jauh dan kondisi jalannya juga jelek. Untung orangnya ada dan memenuhi janjinya membayar hutang hingga Tante Romlah terlihat sangat senang. Saat pulang, karena sudah malam dan kondisi jalan sangat jelek, beberapa kali motorku nyaris terguling. Karena takut terjatuh, Tante Romlah membonceng dengan memeluk erat tubuhku.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Dengan posisi membonceng yang terlalu mepet, sepasang gunung kembar Tante Romlah terasa menekan punggungku. Aku jadi membayangkan bentuknya yang kulihat saat ia telanjang di rumahnya. Hal itu membuatku terangsang dan menjadikan konsentrasiku mengendarai sepeda motor agak terganggu. Bahkan nyaris menabrak pengendara sepeda yang ada di hadapanku. Untung Tante Romlah segera mengingatkannya.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> “Did karena kamu sudah mengantar tante, tante akan memberi hadiah istimewa. Tapi kamu harus menjawab dulu pertanyaan tante dengan jujur,” kata Tante Romlah saat perjalanan hampir sampai rumah.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> “Pertanyaan apa Tan?”</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> “Tadi waktu lihat tante telanjang di kamar, kamu terangsang kan?” katanya berbisik di telingaku sambil kian merapatkan tubuhnya.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Aku tak menyangka ia akan bertanya seperti itu. Aku jadi bingung buat menajawabnya. Harusnya kujawab jujur bahwa aku sudah sangat terangsang. Tetapi aku nggak berani takut salah. Sampai akhirnya, kurasakan tangan Tente Romlah meraba bagian depan celana dan meraba kontolku yang telah tegang mengacung. “Ini buktinya punyamu tegang dan mengeras. Pasti karena terangsang membayangkan tetek tante yang menempel di punggungmu kan?”</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> “I..i.. iya tan,” kataku akhirnya menyerah.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> “Nah gitu dong ngaku. Makanya cepet deh bawa motornya biar cepet sampai rumah. Kalau Roni belum pulang, nanti kamu boleh lihat punya tante sepuasmu,” ujarnya lagi sambil terus mengelus kontolku.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Penawaran ibunya Roni adalah sesuatu yang paling kudambakan selama ini. Maka langsung saja kupacu kencang laju sepeda motor seperti yang diperintahkannya. Mudah-mudahan saja Roni belum pulang hingga tidak membatalkan niat Tante Romlah untuk memberi hadiah istimewa seperti yang dijanjikannya. Mudah-mudahan ia masih terus asyik menikmati kehangatan tubuh ibuku seperti yang pernah kulihat.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Sampai di rumah, setelah tahu Roni belum pulang, aku diminta memasukkan sepeda motor dan menutup pintu. “Setelah itu tante tunggu di kamar,” ujarnya.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Namun setelah semua perintahnya kulaksanakan, aku ragu untuk masuk ke kamar Tante Romlah seperti yang diperintahkannya. Tidak seperti Roni yang telah berpengalaman dengan wanita setidaknya dengan pembantu di rumahnya dan dengan ibuku, aku belum pernah melakukannya meskipun sering beronani dan membayangkan menyetubuhi ibuku maupun ibunya Roni. Hingga aku hanya duduk mencenung di ruang tamu menunggu panggilan Tante Romlah.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Sampai akhirnya, mungkin karena aku tak kunjung masuk ke kamarnya, Tante Romlah sendiri yang keluar kamar menemuiku. Hanya yang membuatku kaget, ia keluar kamar bertelanjang bulat tanpa sehelai benang menutupi tubuhnya. “Katanya suka melihat tante telanjang, kok nggak cepet masuk ke kamar tante?” katanya menghampiriku.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Ia berdiri tepat di hadapan tempatku duduk seolah ingin mempertontonkan bagian paling pribadi miliknya agar terlihat jelas olehku. Tak urung jantungku berdegup lebih kencang dan jakunku turun naik menelan ludah. Betapa tidak, tubuh telanjang Tante Romlah kini benar-benar terpampang di hadapanku. Diantara kedua pahanya yang membulat padat, di selangkangannya kulihat memeknya yang menggunduk. Licin tanpa rambut karena habis dicukur. Dan seperti memek ibuku, bibir luar kemaluannya yang berwarna coklat kehitaman tampak berkerut-kerut.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Seperti kebanyakan wanita seusia dengannya, perut Tante Romlah sedikit membuncit dan ada lipatan-lipatan di sana. Namun buah dadanya yang menggantung dengan putingnya yang menonjol nampak lebih besar ketimbang milik ibuku. Ibu temanku itu hanya tersenyum melihat ulahku yang seperti terpana menatapi bukit kemaluannya.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Entah darimana datangnya keberanian itu, tiba-tiba tanganku terulur untuk meraba memek Tante Romlah. Hanya sebelum berhasil menyentuh, keraguan seperti menyergap hingga nyaris kuurungkan niatku. “Ayo Did pegang saja. Kamu ingin merabanya kan? Sudah lama punya tante nggak ada yang menyentuh lho,” rayu Tante Romlah melihat keraguanku.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Hangat, itu yang pertama kali kurasakan saat telapak tanganku akhirnya mengusap memek wanita itu. Permukaannya agak kasar, mungkin karena bulu-bulu rambutnya yang habis dicukur. Sedangkan di bagian tengah, di bagian belahannya, daging kenyal yang berkerut-kerut itu terasa lebih hangat. Aku mengelus dan mengusapnya perlahan. Ah, tak kusangka akhirnya aku dapat menjamah kemaluan Tante Romlah yang sudah lama kudambakan.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Sambil tetap duduk, aku terus merabai memek ibu temanku itu. Bahkan jariku mulai mencolek-colek celah diantara bibir vaginanya yang berkerut. Lebih hangat dan terasa agak basah. Sebenarnya aku ingin sekali melihat bentuk kelentitnya. Namun karena Tante Romlah berdiri dengan kaki agak merapat, jadi agak sulit untuk dapat melihat kelentitnya dengan leluasa. Untungnya, Tante Romlah langsung tanggap. Tanpa kuminta, kaki kanannya diangkat dan ditempatkan di sandaran kursi tempat aku duduk.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Dengan posisinya itu, memek ibunya Roni jadi lebih terpampang di hadapanku dalam jarak yang sangat dekat. Kini bibir kemaluannya tampak terbuka lebar. Di bagian dalam warnanya kemerah-merahan. Dan kelentitnya yang ukurannya cukup besar juga terlihat mencuat. “Pasti kamu ingin lihat itil tante kan? Ayo lihat sepuasmu Did. Atau jilati sekalian. Tante ingin merasakan jilatan lidahmu,” ujar Tante Romlah lagi.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Ia mengatakan itu sambil memegang kepalaku dan menekannya agar mendekati ke selangkangannya. Jadilah wajahku langsung menyentuh memeknya karena tarikan Tante Romlah pada kepalaku memang cukup kuat. Saat itulah, aroma yang sangat asing yang belum pernah kukenal sebelumnya membaui hidungku. Bau yang timbul dari lubang memek ibunya Roni. Bau yang aneh tapi membuatku makin terangsang.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Aku jadi ingat segala yang dilakukan Roni pada memek ibuku. Maka setelah menciumi dengan hidungku untuk menikmati baunya, bibir kemaluannya yang berkerut langsung kulahap dan kucerucupi. Bahkan seperti menari, lidahku menjalari setiap inci lubang nikmat Tante Romlah. Sesekali lidahku menyodok masuk sedalam yang bisa dicapai dan di kesempatan yang lain, ujung lidahku menyapu itilnya. Hasilnya, Tante Romlah mulai merintih perlahan. Tampaknya ia mulai merasakan kenikmatan dari tarian lidahku di lubang kemaluannya.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> “Ahhhh… sssshhhhh … aakkkhh enak banget Did. Terus sayang, aakkkhh .. ya.. ya enaaakhh sayang ahhhhh,” suara Tante Romlah mulai merintih dan mendesis.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Ia juga mulai merabai dan meremasi sendiri buah dadanya. Aku jadi makin bersemangat karena yang kulakukan telah membuatnya terangsang. Itil Tente Romlah tidak hanya kujilat, tetapi kukecup dan kuhisap-hisap. Sementara bongkahan pantat besarnya juga kuraih dan kuremasi dengan tanganku. “Auuww … enak banget itil tante kamu hisap sayang! Aahh…. sssshhhhh ..oookkkhhhh… enak banget. Kamu pinter banget Did,… aaakkkhhh ….ssshh …aaarrrggghhh,” rintihanya makin menjadi.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Cukup lama aku mengobok-obok memek Tante Romlah dengan mulut dan lidahku. Memeknya menjadi sangat basah karena dibalur ludahku bercampur dengan cairan vaginanya yang mulai keluar. Akhirnya, mungkin karena kecapaian berdiri atau gairahnya semakin memuncak, ia memintaku untuk menghentikan jilatan dan kecupanku di liang sanggamanya. “Kalau diterusin bisa bobol deh pertahanan tante,” ujarnya sambil memintaku untuk berganti posisi.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Namun sebelumnya, ia memintaku untuk membuka semua yang masih kukenakan. Bahkan seperti tak sabar, saat aku tengah melepas bajuku ia membantu melepas ikat pinggang dan memelorotkan celana jins yang kukenakan. Termasuk celana dalamku juga dilolosinya.”Wow… kontol kamu gede banget Did! Keras banget lagi,” seru Tante Romlah saat melihat kontolku telah terbebas dari pembungkusnya.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Diremas-remas dan dibelainya kontolku, membuatku tambah ngaceng saja dan saat lidahnya mau menyentuh kontolku aku minta Tante Romlah mengenakan jilbabnya lagi, ku bilang rayuan yang sama punyanya Roni, “Tante keliatan cantik kalo masih pakai jilbab” rayuku, sambil senyum-senyum geli ibu Roni memakai jilbabnya kembali dan saat Tante Romlah sibuk memakai jilbabnya, aku gak sabar ngeliat tetek tante yang menganggur, seketika aku jilat-jilat sambil ku hisap pelan putting teteknya bergantian sehingga Tante Romlahpun agak menggelinjang, “Oouukkhh…udah gak sabar ya, lidah kamu pinter juga… eemmmhhh……” desah Tante Romlah.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> “Sekarang giliran lidah tante Did” kata tante yang langsung jongkok dan mencaplok kepala kontolku dengan mulut dan lidahnya. “Uuukkhhh…… aaaakhhhhh…..” desahku saat lidah basah tante menyentuh kontolku,hangat banget. </span><br /><span style="font-size:85%;"> Mulut tante keliatan kesulitan menggelomoh kontolku yang lumayan besar diameternya, tapi meliat mulut tante bekerja keras mengenyot kontolku apalagi dengan masih pakai jilbab membuat aku sangat terangsang karena baru kali ini akau merasakan lidah perempuan menari-nari di kontolku. “ Mulut tante gak muat sayang, panjang dan gedhe banget sih, emm..emm… tapi tante suka banget…” Sambil menghisap, tante juga mengocok-ngocok kontolku hingga makin tambah panjang dan keras saja kontolku. Dengan gemas, tante mengulum juga biji kontolku sambil tangannya tetap mengocok kontolku dengan kencang. “Aaakkhhhh…… eennaakk…banget tante, mulut tante hhaaahh…ngaatthhh banget…oohh” ceracauku merasakan kenyotan mulut Tante Romlah yang luar biasa nikmat, kontolku seperti di sedut-sedut dan pintarnya mulut dan lidah Tante Romlah hanya bermain di kepala kontolku yang notabene itu bagian paling peka di kontol laki-laki sambil tangannya mengocok, meremas dan memilin-milin batang kontolku dengan cepat dan teratur. Aku makin gak tahan dengan perlakuan Tante Romlah tersebut, “Ennakkhh… sssaaayyyhhaaa….. dah gak kuaaat…tttaaann…” teriakku sambil ku remas-remas kepala tante yang berjilbab. “Eemmm….mmmm……. sssllluuurrrpp….slluurrppp….iiyyahh… keluarin di mulut tante aajahh Did, tante pengen banget minumm ppeejuhh kkkaammuu….” Jawab Tante Romlah sambil makin kenceng ngocok dan ngenyotin kontol ku.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Saat kurasakan kenikmatan sudah di ubun-ubun dan aku gak mampu nahan lagi, kutembakkan seluruh maniku ke dalam rongga mulutnya sampai ada 8 kali tembakan tapi yang pertama bercecer di wajah tante sampai jilbabnyapun kena tembakan maniku saking kencengnya, “Aaaaarrggghhhhhh……hhhhaaaaakkkhhhh……cccrrootttt…… issseepp… tttaanttheee….aakkkhhhhh….. crrooott…crrottt…ccrroott……sserrrrr…… ookkhhhh….sssstttt…” teriakku sambil ngeremas jilbab tante dengan kuatnya. Dan Tante Romlahpun mengulum kontolku dengan kuat saat kutembakkan maniku sambil meremas gemas kontolku, “eemmm….eemmmmmmhhh…. sslluurrrppp…. Enak banget pejuh kamu Did… ahhhhhh” desah tante sambil menelan semua maniku, sempat kulihat maniku lumayan banyak di mulutnya.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Sesaat aku merasa lemas banget, sambil mengatur nafas aku tiduran di kasur tante. Ternyata memang luar biasa, bisa ngecrotin maniku di wajah perempuan berjilbab, sensasinya luar biasa. “Kok belum turun-turun juga nih kontol?” kata tante melihat kontolku yang masih lumayan ngaceng walaupun udah ngecrot berulang-ulang. Dan memang kurasakan kontolku masih lumayan keras. “Sekarang, tante pengen ngajak kamu ngerasain kemutan tante yang bawah, mau gak Did” tanya tante manja, membuatku mulai bergairah dan gak sabar pengen bener-bener ngentotin Tante Romlah.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Dibelai dan di elus-elusnya kontolku sesaat. Ia sepertinya mengagumi ukuran kontolku. Lalu ia duduk di kursi tempat aku duduk sebelumnya dengan posisi mengangkang. Kedua kakinya dibukanya lebar-lebar hingga memeknya yang membusung terpampang dengan belahan di bagian tengahnya membuka. Kelentitnya yang mencuat nampak mengintip di sela-sela bibir luar kemaluannya yang berkerut-kerut.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Tante Romlah yang nampaknya jadi tak sabar langsung menarikku mendekat. Dibimbing tangan wanita itu kontolku diarahkan ke lubang memeknya. “Dorong dan masukkan Did kontolmu. Ih gemes deh, punya kamu besar banget,”.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Tanpa menunggu perintahnya yang kedua kali, aku langsung menekan dan mendorong masuk kontolku ke lubang memeknya. Tapi, “Aaauuww,.. jangan kencang-kencang Did. Bisa jebol nanti memek tante,” pekik Tante Romlah.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Aku jadi kaget dan berusaha menarik kembali kontolku namun dicegah olehnya. “Jangan sayang, jangan ditarik. Biarkan masuk tetapi pelan-pelan saja ya,” pintanya.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Seperti yang dimintanya, batang kontolku yang baru masuk sepertiga bagian kembali kudorong masuk. Namun dorongan yang kulakukan kali ini sangat perlahan. Hasilnya, bukan cuma Tante Romlah yang terlihat menikmati sodokan kontolku di memeknya. Tetapi aku pun merasakan sensasi kenikmatan yang sangat luar biasa. Kenikmatan yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Kenikmatan yang sulit kulukiskan.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Terlebih ketika kontolku mulai kukeluarmasukkan ke dalam lubang nikmat itu. Ah, luar biasa nikmat. Jauh lebih enak menikmati kehangatan memek Tante Romlah daripada mulut Tante tadi, kemutannya sangat terasa, peret banget. Bagian dalam dinding memek Tante Romlah seperti menjepit dan menghisap hingga menimbulkan kenikmatan tiada tara.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> “Ttteeerrrhhhussss…… Did,.. uuukkhhhhh… uuuuukkkhhhh……. kontolmu enak banget. Gede dan marem banget. Aakkhhh iiii…yyyyhhhaaa Diddd, terus sogok memek Tante ssshhayaaannggg. Aaakkkhhhh,.. aaakkkhhhhhh… aaaakkkkhhhh…. Ssshhhhhh……,” Tante Romlah mengerang nikmat.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Mendengar erangannya, aku jadi kian bersemangat mengentotinya. Apalagi aku melakukannya sambil terus memandangi memeknya yang tengah diterobosi kontolku. Ternyata, di bibir luar kemaluan Tante Romlah ada sebentuk daging yang menggelambir. Saat batang penisku kudorong masuk, daging menggelambir itu ikut terdorong masuk. Namun saat aku menariknya, bagian tersebut juga ikut keluar. Melihat itu sodokan kontolku pada lubang nikmat wanita itu kian bersemangat.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> “Memek Tante nggak enak ya Did? Kok dilihatin begitu?” Kata Tante Romlah. Rupanya ia memperhatikan ulahku.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> “Eee. enak bangat Tante. Sungguh. Memek tante bisa meremas. Saya sangat suka,” ujarku tanpa berterus terang perihal bagian daging yang menggelambir dan menarik perhatianku.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> “Bener Did? Kalau kamu suka, kapanpun kamu boleh entotin terus tante. Tante juga suka banget kontol kamu. Aaaahhh….. ssssskkkhhhhhh… aaaaakkkkhhhhhhh… eeennnaaaaakkkkkhhhhh bangat sayang. Ooouuggghhhhhhh terus Did, aaayyyooo sayang ssssshhhoooo…….gggghhhooookkkkhhh…… teruuuu..ssshhhhh. Aaaaakkkkhhhhhh… aaaahhhhhh …mmmmpphhhh……sssssshhhhhh….aaaakkkhhhhh,” erang nikmat Tante Romlah sampai menggelinjang tak karuan.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Sambil terus melakukan sodokan ke liang sanggamanya, perhatianku juga tertarik pada buah dada Tante Romlah yang terlihat terguncang-guncang seiring dengan guncangan tubuhnya. Maka langsung saja kuremas-remas teteknya yang berukuran besar dan kencang itu. Sesekali kedua putingnya yang mencuat, berwarna coklat kehitaman kupilin-pilin dengan jari-jariku. Alhasil Tante Romlah kian kelojotan, desah nafasnya semakin berat dan erangannya semakin menjadi.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Aku menjadi keteter ketika wanita itu mulai melancarkan serangan balik dan menunjukkan kelihaiannya sebagai wanita berusia matang. Ia yang tadinya mengambil sikap pasif dan hanya menikmati setiap sogokan kontolku di memeknya, mulai menggoyangkan pinggulnya. Goyangannya seakan mengikuti irama sodokan kontolku di memeknya.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Maka yang kurasakan sungguh di luar perhitunganku. Jepitan dinding vaginanya pada kemaluanku terasa semakin menghimpit dan putarannya membuat batang kontolku serasa digerus dan dihisap. “Ooookkkhhhhh… ooohhhhhh… sshhh ..sshhh ahahh enak bangat tante. Mmmhheee…mmeeekkkhh tante enak banget. Sssshh….. sssaaa.. ..saya ngggaaakkhh.. tahan tante. Ooohhhhh… ooouuukkhhhhhhh,” ucapku menahan kemutan memek tante yang sangat nikmat.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> “Ttthhhaaaaa……hhhhaaaannnn Did, tante jjjuuugggaaahh…. hampir sampai. Aakkkkhhhhh……nnniiiikkkkhhh…. mmaaatt banget… kkkhhhooo…nnntthhooollll…. kamu eeeennnaaakkkhhh banget Did. Aaaarrrgggggghhhhh.. sshhhhhh…. aaahhhhh sssssshh…. Mmmmppphhhhh…….ookkhhh……akkhh aakhhh…aakkhhh….,” Erang Tante Romlah sambil tangannya meremas kuat pinggulku.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Seperti yang diinginkannya, aku berusaha keras menahan jebolnya pertahananku. Namun saat goyangan pantat Tante Romlah kian menjadi, berputar dan meliuk-liuk lalu disusul dengan melingkarnya kedua kaki wanita itu ke pinggangku dan menariknya, akhirnya ambrol juga semua yang kutahan. Seperti air bah, air maniku kini memancar lebih deras dan lebih banyak dari ujung kontolku mengguyur bagian dalam memek ibu temanku itu diantara rasa nikmat yang sulit kulukiskan. “Ssssaaa….yyyyhhaaaa nggaaaakkhhh…. tahan tanteeee, aaakkkkkhhhhhh… ooookkhhhh……… sssshhhhhh ..aaakkkhhh… aaaaakkkkhhhhhh..aakkhhhhhhh……cccrrootttttt….crroott…cccrroottt….ccccrrootttt….sseerrrrr……hhhoooookkhhh……….,” lolongku panjang sambil meremas kuat-kuat tetek Tante Romlah.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Kenikmatan yang kudapat semakin berlipat ketika beberapa detik berselang, memek Tante Romlah berkedut-kedut menjepit, meremas dan seperti menghisap dengan keras kontolku. Rupanya, ia juga telah sampai pada puncak gairahnya. “Ttttaaaannn…..tttteeeee….. jjjjuuu…gggaaa nyampaaaaiiii…… Did. Aaaaaaarrrrggghhhhhhh.. aaakkhhhh……ssshhhh… ohhh …oookkhhhhhh … aaaakkkhhhhh……,. Enak… eenaakkkhhh…. bangat Did,… hhhaaahhh…. Hhhaaaakkhhhh.. aaaakkhhhh….. …..aaaakkkkhhhhhhhh,” ia merintih keras dan diakhiri dengan erangan panjang sambil jilbab yang sudah awut-awutan di kapalanya dia remas kuat-kuat.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Tante Romlah menciumiku dan memeluk erat tubuhku dalam dekapan hangat tubuhnya yang bermandi keringat setelah puncak kenikmatan yang kami rasakan. “Tante sangat puas Did. Sudah lama tante tidak merasakan yang seperti ini. Kalau kamu suka, pintu rumah tante selalu terbuka kapan saja,” katanya sambil terus memeluk dan menciumiku sampai akhirnya ia mengajakku mandi bersama. </span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Di kamar mandipun, aku nggak mau menyia-nyiakan kesempatan, melihat tubuh ibu temanku basah membuatku sangat bergairah. Aku hajar Tante Romlah dari belakang dengan tiba-tiba dan cepat, kontolku masuk lebih dalam, ku genjot ibu temanku ini dengan lebih ganas dan kuat sambil teteknya yang menggantung indah aku remas-remas dari belakang. Kebetulan di kamar mandinya ada cermin di dinding untuk berhias jadi aku bisa melihat wajah ibu temanku ini megap-megap, kelojotan menerima sogokan kontolku yang besar. “Aaaaauuwwwww……. Aaaaaarrggghhhh…..aaakkkhhh…aakkhh aakkhh…aakkhhh…. Aarrrggghhhh… pppee…. Llhannn Dddiiiddd….” Jeritnya, tapi aku tetap saja menyogoknya dengan buas bahkan dengan ritme yang lebih cepat. Dan Tante Romlah hanya bisa menggelinjang-gelinjang dan tubuh ibu temanku ini berguncang-guncang dengan hebatnya. “Hhaahh…kenapa tante? Sakit tante?” godaku sambil tetap menyogokkan kontolku ke memeknya. “Nnggghh…ggggaaakkkhhh… Hhhooookkhhhh… nikmat bangat Did… kontolmu… manteb bangat…. Aakhh…aakkhh…aakkhh…akkhhh… Mmmmpphh… sssshhhhhh…”</span><br /><span style="font-size:85%;"> “Sssooo…dddooookkhhhh….. ttteruuss…. Dddiidddd… ooouugghhhh…..”</span><br /><span style="font-size:85%;"> “Tantteee…. Ddaaahhh…nnngggaaaakkhhhhh…. Tttaaahhhannn…. Aaaaakkkhhhhhhh…… oooouugghhhh…… ssshhhhhh….” Jerit orgasme ibu temanku ini sambil meremas-remas teteknya, badanya bergetar hebat, melenguh dan menjepit kontolku dengan sangat kuat serta menyedut-nyedutnya membuat aku juga nggak kuat, akhirnya kutembakkan maniku ke liang memeknya dengan masih aku sogok-sogokkan kontolku dan saat tembakan terakhir-akhir aku masukkan semua kontolku ke dalam memeknya, “Aaaaakkhhhhh…nnniikkkkhhh…mmmaattthhh….bbaannggaattt…. ttaaantteee…. Ookkkhhhh…… ccrrooott….crrott…ccrrottt…aaaahhhhhhhh………” </span><br /><span style="font-size:85%;"> Tubuh kita sama-sama ambruk di lantai kamar mandi dan kontolku masih tetap kubenamkan di liang memek ibu temanku ini sambil terengah-engah merasakan guyuran air shower kamar mandi. Luar biasa nikmatnya. </span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> Malam itu setelah makan bersama, aku dan Tante Romlah mengulang beberapa kali permainan panas yang tidak sepantasnya dilakukan. Berkali-kali air maniku muncrat membasahi lubang memeknya dan membuat lemas sendi-sendiku. Namun, berkali-kali pula Tante Romlah mengerang dan merintih oleh sogokan kontol besarku. Baru saat menjelang pagi kami sama-sama terkapar kelelahan.</span> </div>dery_boledhttp://www.blogger.com/profile/10242059087321130258noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6417611402379692210.post-16673529609665386282009-09-09T07:24:00.000-07:002009-09-09T07:29:21.647-07:00Tergoda Tante Mona<div align="justify"><span style="font-size:85%;">Sebut saja namaku Setio, usiaku 32 tahun, sudah empat tahun perkawinanku tapi seorang anak belum kami dapatkan. Karena cintaku pada istriku, tidak ada niat untukku berselingkuh, tapi sejak perkenalanku dengan wanita itu, aku tergoda untuk selingkuh. Perkenalanku dengan wanita itu berawal 2 tahun yang lalu, saat kakak istriku mau menikah, kami mengunjungi rumah calon mempelai wanita untuk melamar, aku melihat seorang wanita berumur kira-kira 40 tahunan yang kutahu dia adalah istri dari pamannya calon pengantin wanita, dan kutahu kemudian namanya Tante Mona, karena kami sama-sama panitia perkawinan iparku.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;">Awalnya kuanggap biasa perkenalan ini, tetapi pada waktu hari perkawinan iparku, aku terpana melihat kecantikan Tante Mona yang memakai baju kebaya bordiran, sehingga lekuk tubuh dan bentuk payudaranya terbayang ditutupi kemben (pakaian kain Jawa) hitam yang membuatku ingin sekali melirik kemana perginya Tante Mona dan membayangkannya di saat Tante Mona telanjang.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;">Setelah acara pernikahan itu selesai, otomatis kami jarang sekali bertemu, karena Tante Mona harus menemani suaminya yang tugas di Surabaya. Hampir satu tahun lamanya aku ingin melupakan dirinya, tetapi ketika iparku memiliki anak, aku bertemu lagi dengan Tante Mona pada waktu menengok bayi. Saat itu Tante Mona mengenakan baju dan jeans ketat, sehingga lekuk tubuhnya membayangi lagi pikiranku yang terbawa hingga kutidur.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;">Sebulan kemudian, ketika acara syukuran bayi iparku, tante Mona datang dengan suaminya dan ibunya Tante Mona yang duduk di kursi roda akibat sakit stroke yang katanya sudah 4 tahun diderita. Dan dari iparku, kuketahui Tante Mona sekarang satu bulan di Jakarta untuk menjaga ibunya dan satu minggu menemani suaminya di Surabaya.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;">Seminggu setelah itu, temanku datang ke rumah untuk menawarkan bisnis "MLM" berbasis food suplement yang dapat membuat beberapa penyakit sembuh. Langsung pikiranku tertuju kepada ibunya Tante Mona. Setelah dapat nomor telpon Tante Mona dari iparku, aku langsung menghubunginya. Setelah obrolan kami, Tante Mona setuju untuk mencobanya terlebih dahulu. Keesokan harinya, ketika aku mengantar obat itu, aku berharap bisa ketemu Tante Mona, tapi karena ibunya sedang anval, otomatis aku hanya bertemu pembantunya.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;">Satu minggu kemudian, tiba-tiba HP-ku berdering, sebenarnya aku malas menerimanya karena nomor yang tertera tidak kukenal, tapi dengan agak malas kuterima juga telpon itu yang rupanya dari Tante Mona.</span><br /><span style="font-size:85%;">"Dik.. Setio, ya..? Disini Tante Mona."</span><br /><span style="font-size:85%;">"Eh.. iya Tante.. apa khabar..?"</span><br /><span style="font-size:85%;">"Wah.., Dik.. tante senang loh kayaknya obat yang adik kirim buat ibu bagus sekali, ibu sekarang sudah nggak pakai kursi roda lagi.. kalau begitu tante pesan lagi yach..? Kapan bisa kirim..?"</span><br /><span style="font-size:85%;">"Selamet deh Tante.. eng.. kalau begitu besok siang deh.. Tante.. saya kirim ke rumah..!"</span><br /><span style="font-size:85%;">"Ya.. sudah.. sampai besok yach..!"</span><br /><br /><span style="font-size:85%;">Keesokannya, pukul 11:00 aku ke rumah Tante Mona. Ketika sampai, aku disuruh menunggu oleh pembantunya di ruangan yang sepertinya ruang perpustakaan. Tidak lama kemudian Tante Mona muncul dari pintu yang lain dari tempat kumasuk ruangan itu. Saat itu Tante Mona mengenakan baju model jubah mandi yang panjang dengan tali di pinggangnya, dan mempersilakan aku duduk di sofa yang dia pun ikut duduk, sehingga kami berhadapan. Ketika dia duduk, satu kakinya disilangkan ke kaki yang lain, sehingga betisnya yang bunting padi dan putih bersih terlihat olehku, membuat pikiran kotorku kepada Tante Mona muncul lagi.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;">Kami mengobrol panjang lebar, Tante Mona menanyakan hal tentang perkawinanku yang sudah 4 tahun tetapi belum dikaruniai keturunan, sedangkan dia menceritakan bahwa sebenarnya Tante Mona menikah disaat suaminya telah mempunyai anak yang sekarang sudah kuliah. Setelah hampir satu jam kami mengobrol, Tante Mona mengatakan padaku bahwa ia senang kalau ibunya sudah agak membaik.</span><br /><span style="font-size:85%;">"Oh.. ya berapa nih harga obatnya..?"</span><br /><span style="font-size:85%;">"Ah.. sudah Tante, nggak usah, gratis kok, tujuan saya khan yang penting Ibu bisa baik."</span><br /><span style="font-size:85%;">"Ah.. nggak lah Dik, Tante ambil dulu yach uangnya di kamar."</span><br /><br /><span style="font-size:85%;">Tante Mona berdiri dan masuk ke pintu tempat tadi dia datang, tapi pintu itu dibiarkannya terbuka, sehingga kulihat kalau kamar di sebelah ruang kududuk adalah kamar tidur Tante Mona. Dari dalam dia teriak ke arahku menanyakan harganya sambil memanggilku.</span><br /><span style="font-size:85%;">"Dik.. Setio, berapa sih harganya..? Kamu sini deh..!"</span><br /><span style="font-size:85%;">Dengan agak ragu karena perasaanku tidak enak masuk kamar orang lain, kuhampiri juga Tante Mona.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;">Begitu sampai di pintu, aku seperti melihat suatu mukjizat, dan tiba-tiba perasaanku terhadap Tante Mona yang pernah ada dalam pikiranku muncul. Tante Mona berdiri di samping tempat tidurnya dengan jubah yang dipakainya telah tergeletak di bawah kakinya. Aku melihat tanpa berkedip tubuh Tante Mona yang sedang berdiri telanjang dada dan pangkal pahanya tertutup celana dalam berwarna pink memperlihatkan sekumpulan bulu hitam di tengah-tengahnya.</span><br /><span style="font-size:85%;">"Dik, kalau kamu nggak mau dibayar sama uang, sama nafsu Tante Mona aja yach..? Kamu mau khan..?"</span><br /><span style="font-size:85%;">"E.. e.. eng.. bb.. boleh deh Tante..!"</span><br /><br /><span style="font-size:85%;">Tiba-tiba kali ini aku bisa melihat Tante Mona yang setengah bugil dan memohon kepadaku untuk melayani nafsunya, kuhampiri dia sambil menutup pintu. Bentuk tubuh Tante Mona sungguh indah di mataku, kulitnya putih bersih, payudara yang berukuran 36B berdiri dengan tegaknya seakan menantangku, lekukan paha dan kaki jenjangnya yang indah dan betisnya yang bunting padi, persis bentuk tubuhnya penyanyi Jennifer Lopez. Aku seakan tidak bisa menelan ludahku karena Tante Mona sekarang tepat berdiri di depanku.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;">"Dik.. Setio, layani Tante yach..! Soalnya sudah dua bulan Tante tidak dijamah Om.."</span><br /><span style="font-size:85%;">"Iya.. Tante, ta.. tapi.. kalau anak-anak Tante datang gimana..?"</span><br /><span style="font-size:85%;">"Anak-anak kalau pulang jam 5:00 sore, lagi itu kan anak-anaknya Om."</span><br /><span style="font-size:85%;">"Ok.. deh Tante, Tante tau nggak, kalau hal ini sudah saya impikan sejak pernikahan Desi, soalnya Tante seksi banget sih waktu itu."</span><br /><span style="font-size:85%;">"Sekarang.. sudah nggak seksi dong..?"</span><br /><span style="font-size:85%;">"Oh.. masih.. apa lagi sekarang, Tante kelihatan lebih seksi."</span><br /><br /><span style="font-size:85%;">Bibir tipisnya mencium bibirku dengan hangat, sesekali lidahnya dimainkan di mulutku, aku pun membalasnya dengan lidahku. Tangan lembutnya mulai melepaskan dasi dan bajuku hingga kami sudah telanjang bagian atasnya. Dada bidangku mulai diciumi dengan nafsunya, sementara lehernya dan pundaknya kuciumi. Wangi tubuhnya membuat nafsuku juga meningkat, sehingga batangku mulai mengeras mendesak celana dalamku. Tangannya mengelus celanaku di bagian batangku yang sudah mengeras, sedangkan aku mulai memainkan mulutku di payudaranya yang terbungkus kulit putih bersih, putingnya yang putih kemerahan sudah jadi bulan-bulanan lidah dan gigiku, kugigit dan kusedot, sehingga Tante Mona mengelinjang dan makin keras tangannya mencengkram batangku.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;">Celana panjangku mulai dibuka dengan tangan kirinya, lalu celana dalamku ditarik turun sehingga batangku sudah dipegang tangan halusnya dan mulai mengocok batangku.</span><br /><span style="font-size:85%;">"Dik.. batangmu besar sekali yach..? Kalau punya Om paling setengahnya aja, berapa sih besarnya..?"</span><br /><span style="font-size:85%;">"Kalau panjangnya 20 cm, kalau diameternya 4 cm."</span><br /><span style="font-size:85%;">"Wah.. gede banget yach.. pasti Tante puas deh.., boleh Tante isap nggak.."</span><br /><span style="font-size:85%;">Aku hanya mengangguk, Tante mona langsung jongkok di hadapanku, batangku dipegangnya lalu dimainkan lidahnya pada kepala batangku, membuatku agak gelisah keenakan. Batangku yang besar berusaha dimasukkan ke dalam mulut mungilnya, tetapi tidak bisa, akhirnya kepala batangku digigit mulut mungilnya.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;">Kira-kira 15 menit, dia berdiri setelah kelelahan mengulum batangku, lalu dia merebahkan dirinya di sisi tempat tidur. Kali ini aku yang jongkok tepat di sisi kedua kakinya, tangan kananku melepaskan celana dalam pinknya, saat itu juga aroma wangi langsung bertebaran di ruangan yang rupanya aroma itu adalah aroma dari vagina Tante Mona yang bentuknya sangat indah ditutupi bulu-bulu halus di sekitar liang vaginanya.</span><br /><span style="font-size:85%;">"Ah.. Tante Mon.. vagina Tante harum sekali, boleh saya jilatin..?"</span><br /><span style="font-size:85%;">"Ah.. jangan Dik.. kamu nggak jijik, soalnya si Om nggak pernah menjilatinya."</span><br /><span style="font-size:85%;">"Wah.. payah si Om.. vagina itu paling enak kalau dijilatin, mau yach.. Tante.. enak.. kok..!"</span><br /><span style="font-size:85%;">"Iya deh.. kalau kamu nggak jijik."</span><br /><br /><span style="font-size:85%;">Paha putihnya sudah kuusap lembut dengan tangan kiriku, sementara jari tengah tangan kananku mulai menjamah liang vaginanya.</span><br /><span style="font-size:85%;">Kulihat Tante Mona melirik ke arahku sambil berkata, "Dik.. jilatnya yang enak yah..!"</span><br /><span style="font-size:85%;">Aku hanya mengangguk sambil mulai kutempelkan lidahku pada liang vaginanya yang rupanya selain wangi rasanya pun agak manis, membuatku semakin bernafsu untuk menjilatinya, sementara kulirik Tante Mona sedang merasakan geli-geli keenakan.</span><br /><span style="font-size:85%;">"Ah.. ah.. ssh.. argh.. iya.. yach.. Dik.. enak deh rasanya.. wah kalau gini.. besok-besok mainnya sama Dik Setio aja deh.. sama Om.. ntar-ntar deh.. abis.. enak.. banget.. sih.. Dik Setio mau khan..? Ah.. argh..!"</span><br /><br /><span style="font-size:85%;">Aku tidak menjawab karena lidahku sudah menemukan biji klitoris yang rasanya lebih manis lagi dari liangnya, sehingga makin cepat kujilati. Rasa manisnya seakan-akan tidak pernah hilang. Tante Mona semakin menggelinjang tidak karuan, sementara tangannya menekan kepalaku yang seakan dia tidak mau kalau kulepaskan lidahku dari biji klitorisnya. Hampir 30 menit klitoris manis itu kujilati ketika tiba-tiba tubuh Tante Mona mengejang-ngejang, dan dari klitoris itu mengalir deras cairan putih bersih, kental dan rasanya lebih manis dari biji klitoris, sehingga dengan cepat kutangkap dengan lidahku, lalu kutelan cairan itu sampai habis. Tante Mona pun mendesah dan langsung tubuhnya lemas.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;">"Argh.. argh.. agh.. ssh.. sshh.. eegh.. eegh.. Dik.. Setio.. enak.. buangget.. deh.. kamu.. pintar.. membuat.. Tante.. keluar.. yang belum pernah Tante.. keluarin dengan cara begini.. kamu.. hebat deh, agh.. agh..!"</span><br /><span style="font-size:85%;">Kuubah posisi Tante Mona, kali ini kakinya terjuntai ke bawah, lalu kuposisikan batangku tepat di liang kemaluannya yang masih agak basah. Dengan jariku, kurenggangkan liang vaginanya, lalu dengan sedikit hentakan, batang kejantananku kudorong masuk, tapi agaknya vagina itu masih agak sempit, mungkin karena batangku yang besar. Kucoba lagi hingga 5 kali tapi belum bisa masuk.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;">"Tante.. Vagina Tante.. sempit.. yach.. padahal saya sudah tekan berkali-kali.."</span><br /><span style="font-size:85%;">"Iya.. dik.. mungkin karena belum pernah melahirkan.. yach.. tapi tekan.. aja terus.. biar batang adik.. masuk.. nggak apa-apa kok.. kalau sampai vagina saya robek.."</span><br /><span style="font-size:85%;">Kucoba lagi batangku kutekan ke dalam vagina Tante Mona. Akhirnya setelah 15 kali, Tante Mona menjerit keenakan, masuklah batang kejantananku yang super besar itu merobek liang kewanitaannya.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;">"Ooowww.. argh.. argh.. gila.. hegk.. hegk.. gede.. banget.. sich.. Dik batangmu rasanya nembus ke perut Tante nich.. tapi.. enak.. banget dech.. trus.. Dik.. trus.. tekannya.. argh.. argh..!" desahnya tidak menentu.</span><br /><span style="font-size:85%;">Kulihat Tante Mona berceracau sambil dengan perutnya berusaha menahan batangku yang masuk lubang kenikmatannya. Kutekan keluar masuk batangku pada vaginanya berkali-kali, tangannya memegang perutku berusaha menahan tekanan batangku pada vaginanya. Tanganku mulai meremas-remas payudaranya, kupelintir putingnya dengan jariku.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;">Hampir satu jam Tante Mona melawan permainanku. Tiba-tiba tubuh Tante mona menggelinjang dengan hebatnya, kakinya disepak-sepak seperti pemain bola dan keluarlah cairan dari vaginanya yang membasahi batangku yang masih terjepit di liang senggamanya. Cairan itu terus mengalir, sehingga meluber keluar membuat pahaku dan pahanya basah, tetapi aku belum merasakan apa-apa. Yang kukagetkan adalah ketika kulirik cairan yang mambasahi paha kami ada tetesan darahnya, aku berpikir bahwa selama ini Tante Mona pasti masih perawan walau sudah berkali-kali main dengan suaminya.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;">Kulihat tubuh Tante langsung tergolek loyo, "Argh.. arghh.. ssh.. aawww.. oohh.. Dik Setio.. kamu.. e.. emang.. hebat..! Batangmu.. yahud. Aku benar-benar puas.. aku.. sudah.. keluar. Besok.. besok.. aku hanya.. mau.. memekku.. dihujam.. punyamu.. saja. Ah.. arghh.. ah.. ah.. ah.. ah..!"</span><br /><span style="font-size:85%;">Badan Tante mona langsung kuputar hingga kali ini dia tengkurap, pantatnya yang dibungkus kulitnya yang putih bersih dengan bentuk yang padat dan sexy, membuat nafsuku bertambah besar. Kuangkat sedikit pantatnya supaya agak menungging dan terlihatlah vagina yang tersembunyi di balik badannya. Aku agak menunduk sedikit, sehingga memudahkan lidahku memainkan liang kemaluannya untuk menjilati sisa-sisa cairan yang baru saja dikeluarkan oleh Tante mona. Cairan itu sangat manis rasanya sehingga langsung kuhisap habis.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;">Setelah cairan itu habis, kutempelkan lagi batang keperkasaanku pada liang senggamanya. Karena tadi Tante mona sudah orgasme, jadi liang kemaluannya sedikit lebih lebar dan memudahkanku dalam menekan batang kejantananku untuk masuk ke lubangnya Tante Mona.</span><br /><span style="font-size:85%;">"Jleb.. bless.. jleb.. bless.. ah.. ah.. sedapnya.. memek.. Tante.. deh.. ah..!"</span><br /><span style="font-size:85%;">Aku memasukkan batang kejantananku ke liang Tante Mona dengan berceracau, karena liang senggama Tante mona sangat sedap sekali rasanya. Sementara kulihat Tante Mona tidak bersuara apa-apa, karena dia sudah tertidur lemas. Batang kejantananku keluar masuk liangnya dengan lembut, sehingga aku pun menikmatinya. Hal itu berlangsung satu jam lamanya. Tiba-tiba Tante Mona terbangun dan dia mengatakan bahwa dia mau mencapai orgasme yang kedua kalinya, dan meneteslah cairan kental lagi dari liang kewanitaan Tante mona yang membasahi batang kemaluanku.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;">"Agh.. agh.. aawww.. arghh.. sshh.. Dik.. Se.. Setio ka.. kamu memang.. he.. hebat..! Tante sampai dua.. kali.. keluar.., tapi.. kamu.. masih tegar.. argh.. sshh..!"</span><br /><span style="font-size:85%;">"Ah.. Tante.. saya juga sudah.. mau keluar.. saya.. mau.. keluarin.. di luar.. Tante.. agh..!"</span><br /><span style="font-size:85%;">"Jangan.. Dik Setio.. keluarin.. aja.. di dalam.. memek.. Tante.. Tante.. mau.. coba.. air.. mani.. Dik.. Setio. Siapa tahu nanti.. Tante bisa.. hamil.. Keluar di dalam.. yach.. Dik..!"</span><br /><span style="font-size:85%;">Tante Mona merengek meminta untuk air maniku harus dikeluarkan di dalam vaginanya, sebenarnya aku agak bingung atas permintaannya, tetapi setelah kupikir, aku dan Tante menginginkan seorang keturunan. Akhirnya kulepas cairan maniku ke liang senggamanya dengan sedikit pengharapan.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;">"Crot.. crot.. serr.. serr.. agh.. aghr.. agh.. Tante.. Tante mona.. memek Tante memang.. luar biasa.. argh.. argh..!"</span><br /><span style="font-size:85%;">"Ahh.. ahh.. Dik.. air mani.. kamu.. hangat.. sekali.. ahh.. Tante.. jadi segar.. rasanya..!"</span><br /><span style="font-size:85%;">Cairanku dengan derasnya membasahi lubang kemaluan Tante Mona, sehingga agak meluber dan rupanya Tante Mona menyukai air maniku yang hangat. Akhirnya kami pun ambruk dan langsung tertidur berpelukan.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;">Aku terbangun dari tidurku ketika batangku sedang dihisap dan dijilat Tante mona untuk mengeringkan sisa air maniku, jam pun sudah menunjukkan waktu 4:30. Aku berpikir bahwa hampir 3 jam aku dan Tante mona berburu nafsu birahi.</span><br /><span style="font-size:85%;">"Dik Setio, terima kasih yach..! Tante Mona puass deh sama permainan seks kamu.. Kamu lebih hebat dari suami saya. Kapan kita bisa main lagi..? Tante udah pingin main lagi deh.."</span><br /><span style="font-size:85%;">"Iya Tante, besok pun juga boleh. Habis saya juga puas. Tante bisa mewujudkan mimpi saya selama ini, yaitu menikmati tubuh Tante Mona dan Tante luar biasa melayani saya hampir tiga jam. Wahh, Tante memang luar biasaa.."</span><br /><span style="font-size:85%;">"Iya.., kamu pun hebat, Dik Setio. Saya suka sekali ketika batangmu menghujam memek saya. Terlebih air mani kamu, hanggatt.. sekali. Besok kita bisa main lagi khan..?"</span><br /><span style="font-size:85%;">"Iya.. sayangku. Sekarang kita bersih-bersih, nanti anak dan suamimu datang..!"</span><br /><span style="font-size:85%;">Kukecup bibir Tante Mona yang setelah itu kami membersihkan badan kami bersamaan. Di kamar mandi, Tante mona sekali lagi kusodok liang senggamanya sewaktu bershower ria.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;">Setelah itu, hampir setiap hari aku bertemu Tante Mona untuk memburu nafsu birahi lagi. Hingga sekarang sudah berlangsung 3 bulan lebih lamanya, dan yang agak menyejukkan hati kami berdua bahwa sejak sebulan lalu, Tante mona dinyatakan hamil.</span><br /><br /><span style="font-size:85%;">Tamat</span></div>dery_boledhttp://www.blogger.com/profile/10242059087321130258noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6417611402379692210.post-21105072434921838622009-09-09T07:18:00.000-07:002009-09-09T07:22:01.607-07:00ABG Toket Gede<p align="justify"><span style="font-size:85%;">Bagi para pembaca yang belum membaca ceritaku terdahulu yang berjudul "Beli Mobil Berbonus Seks", perkenalkan namaku Wawan. Aku sedang kuliah di tingkat terakhir sebuah PTS di Jakarta. Sambil kuliah, aku berwiraswasta. Terimakasih untuk temanku yang dulu memperkenalkan aku pada bisnis ini, sehingga keadaan ekonomiku sudah sangat berubah. Aku merasa sangat bersyukur, di saat banyak sarjana yang masih menganggur, aku yang masih kuliah sudah mendapatkan penghasilan besar setiap bulannya.<br /><br />Kejadian ini berlangsung beberapa minggu yang lalu. Saat itu, hari Jumat sore, aku sedang mengerjakan salah satu proyekku. Seperti biasa untuk refreshing, sambil menyeruput secangkir kopi, aku membaca email email yang masuk. Segera kubalas email permintaan proposal dari pelanggan, dan aku pun kadang tertawa geli membaca email-email joke dari teman-temanku. Tetapi ada satu email yang menarik perhatianku, yaitu dari temanku yang tinggal di Bogor, Andi. Dia sedang suntuk dan mengajakku untuk refreshing ke Puncak saat aku tidak sibuk. Kebetulan besok aku tidak ada acara, hanya perlu mengambil pembayaran ke salah satu klienku. Terlebih lagi Monika, pacarku, juga sedang keluar kota bersama keluarganya.<br /><br />Aku segera mengambil HP-ku dan menelpon Andi, temanku itu.<br /><br />"Di.., OK deh gue jemput lu ya besok.. Mumpung cewek gue sedang nggak ada"<br />"Gitu donk.. Bebas ni ye.. Emangnya satpam lu kemana?"<br />"Ke Surabaya.. Ada saudaranya kawinan"<br />"Besok jangan kesiangan ya datangnya.. Jam 11-an deh"<br />"OK"<br /><br />Setelah itu kunyalakan sebatang rokok, dan kuteruskan pekerjaanku.<br /><br />*****<br /><br />Pagi itu, aku berangkat ke Bogor. Dalam perjalanan, aku mampir ke tempat salah satu klienku di daerah Tebet, untuk mengambil pembayaran proyek yang telah kuselesaikan. Setelah mengambil cek pembayaran, segera aku menuju tol Jagorawi. Sialnya ban mobilku sempat kempes, untungnya hal itu terjadi sebelum aku masuk jalan tol. Akibatnya, sekalipun aku telah memacu mobilku, baru sekitar jam 12.30 aku sampai di rumah Andi.<br /><br />"Sialan lu.. Gue udah tunggu-tunggu dari tadi, baru dateng". Andi berkata sedikit kesal ketika membuka pintu rumahnya.<br />"Sorry.. Gue perlu ke klien dulu.. Udah gitu tadi bannya kempes, mesti ganti ban dulu di tengah jalan"<br />"Anterin gue tambal ban dulu yuk.. Baru kita cabut" sambungku lagi.<br />"Bentar.. Gue ganti dulu ya". Andi pun kemudian ngeloyor pergi ke kamarnya.<br /><br />Sambil menunggu, aku membaca koran di ruang tamu. Tak lama Siska, adik Andi, datang membawa minuman.<br /><br />"Kok udah lama nggak mampir Mas?"<br />"Iya Sis, habis sibuk.. Mesti cari duit nih" jawabku.<br />"Mentang-mentang udah jadi pengusaha.. Sombong ya" godanya sambil tertawa kecil. Siska ini memang cukup akrab denganku. Anaknya memang ramah dan menyenangkan. Kami pun bersenda gurau sambil menunggu kakaknya yang sedang bersiap.<br /><br />Setelah Andi muncul, kami segera berangkat menuju tukang tambal ban terdekat. Setelah beres, aku membawa mobilku menuju sebuah bank swasta untuk mencairkan cek dari klienku. Antrian lumayan panjang hari itu, akibatnya cukup lama juga kami menghabiskan waktu di sana.<br /><br />Saat keluar dari bank tersebut, jam telah menunjukkan pukul 14.00 siang, sehingga aku mengajak Andi mampir ke sebuah restoran fast food untuk makan siang. Di restoran itu, kami bertemu dengan dua gadis ABG cantik yang masih berseragam SMA. Yang seorang berambut pendek, dengan wajah yang manis. Tubuhnya tinggi langsing, dengan kulit agak hitam, tetapi bersih. Sedangkan yang satu berwajah cantik, berkulit putih dan berambut panjang. Tubuhnya tidak terlalu tinggi, tetapi yang paling menarik perhatian adalah tubuhnya yang padat. Payudaranya tampak besar menerawang di balik seragam sekolahnya. Kami tersenyum pada mereka dan mereka pun membalas dengan genit.<br /><br />"Wan.. Kita ajak mereka yuk.." kata Andi.<br />"Boleh aja kalau mereka mau" jawabku.<br />"Tapi lu yang traktir ya bos.., kan baru ngambil duit nih"<br />"Beres deh"<br /><br />Andi pun kemudian menghampiri mereka dan mengajak berkenalan. Memang Andi ini pemberani sekali dalam hal begini. Dia memang terkenal playboy, punya banyak cewek. Hal itu didukung dengan perawakannya yang lumayan ganteng.<br /><br />"Lisa.." kata gadis berambut pendek itu saat mengenalkan dirinya.<br />"Ini temannya siapa namanya" tanyaku sambil menatap gadis seksi temannya.<br />"Novi" kata gadis itu sambil mengulurkan tangannya. Langsung kusambut jabatan tangannya yang halus itu.<br /><br />Aku dan Andi lalu pindah ke meja mereka. Kami berempat berbincang-bincang sambil menikmati hidangan masing-masing. Ketika diajak, mereka setuju untuk jalan-jalan bersama ke Puncak. Setelah selesai makan, waktu berjalan menuju mobil, kulihat payudara Novi tampak sedikit bergoyang-goyang saat dia berjalan. Ingin rasanya kulumat habis payudara gadis belia itu.<br /><br />*****<br /><br />Setelah berjalan-jalan di Puncak menikmati pemandangan, kami pun cek in di sebuah motel di sana.<br /><br />"Lu kan yang traktir Wan.. Lu pilih yang mana?" bisik Andi saat kami sedang mengurus cek-in. Memang sebelumnya aku yang janji akan traktir, karena aku baru saja menerima pembayaran dari salah satu proyekku.<br />"Novi" jawabku pendek.<br />"Hehe.. Lu nafsu liat bodynya ya?" bisik Andi lagi sambil tertawa kecil. Setelah itu, kamipun segera cek-in. Kugandeng tangan Novi, sedangkan Andi tampak merangkul bahu Lisa menuju kamar.<br /><br />Setelah kukunci pintu kamar, tak sabar langsung kudekap tubuh Novi. Langsung kucium bibirnya dengan penuh gairah. Tanganku dengan gemas meremas gundukan payudaranya. Setelah puas menciumi bibirnya, kuciumi lehernya, dan kemudian segera kubuka kancing baju seragamnya.<br /><br />"Iih Mas.. Udah nggak sabar pengin nyusu ya?" godanya.<br /><br />Tak kuhiraukan perkataannya, langsung kuangkat cup BH-nya yang tampak kekecilan untuk menampung payudaranya yang besar itu. Langsung kuhisap dengan gemas daging kenyal milik Novi, gadis SMA cantik ini.<br /><br />"Ahh.. Ahh" erangnya ketika puting payudaranya yang telah mengeras kujilati dan kuhisap. Tangan Novi mengangkat payudaranya, sambil tangannya yang lain menekan kepalaku ke dadanya.<br />"Enak Mas.. Ahh" erangnya lebih lanjut saat mulutku dengan ganas menikmati payudara yang sangat menggoda nafsu birahiku.<br />"Jilati putingnya Mas.." pintanya. Erangannya semakin menjadi dan tangannya menjambak rambutku ketika kuturuti permintaannya dengan senang hati.<br /><br />Puas menikmati payudara gadis belia ini, kembali kuciumi wajahnya yang cantik. Lalu kutekan bahunya, dan diapun mengerti apa yang aku mau. Dengan berjongkok di depanku, dibukanya restleting celanaku. Tak sabar, kubantu dia membuka seluruh pakaianku.<br /><br />"Ih.. Mas, gede banget.." desahnya lirih ketika penisku mengacung tegak di depan wajahnya yang cantik. Dielusnya perlahan batang kemaluanku itu.<br />"Memang kamu belum pernah liat yang besar begini?"<br />"Belum Mas.. Punya cowok Novi nggak sebesar ini." jawabnya. Tampak matanya menatap gemas ke arah kemaluanku.<br />"Arghh.. Enak Nov.." erangku ketika Novi mulai mengulum kepala penisku.<br /><br />Dijilatinya lubang kencingku, dan kemudian dikulumnya penisku dengan bernafsu. Sementara itu tangannya yang halus mengocok batang penisku. Sesekali diremasnya perlahan buah zakarku. Rasa nikmat yang tiada tara menghinggapi tubuhku, ketika gadis cantik ini memompa penisku dengan mulutnya. Kulihat kepalanya maju mundur menghisapi batang kejantananku. Kuusap-usap rambutnya dengan gemas. Karena capai berdiri, akupun pindah duduk di kursi. Novi kemudian berjongkok di depanku.<br /><br />"Novi isap lagi ya Mas.. Novi belum puas.." katanya lirih.<br /><br />Kembali mulut gadis belia ini menghisapi penisku. Sambil mengelus-elus rambutnya, kuperhatikan kemaluanku menyesaki mulutnya yang mungil. Ruangan segera dipenuhi oleh eranganku, juga gumaman nikmat Novi saat menghisapi kejantananku. Saat kepalanya maju mundur, payudaranya pun bergoyang-goyang menggoda. Kuremas dengan gemas bongkahan daging kenyal itu.<br /><br />"Nov.., jepit pakai susumu Nov.." pintaku.<br /><br />Novi langsung meletakkan penisku di belahan payudaranya, dan kemudian kupompa penisku. Sementara itu tangan Novi menjepitkan payudaranya yang besar, sehingga gesekan daging payudaranya memberikan rasa nikmat luar biasa pada penisku.<br /><br />"Yes.. Yes.." akupun tak kuasa menahan rasa nikmatku. Setelah beberapa lama, kusodorkan kembali penisku ke mulutnya, yang disambutnya dengan penuh nafsu.<br /><br />Setelah puas menikmati mulut dan payudara gadis SMA ini, kuminta dia untuk bangkit berdiri. Kuciumi lagi bibirnya dan kuremas-remas rambutnya dengan gemas. Tanganku melepas restleting rok seragam abu-abunya, kemudian kuusap-usap vaginanya yang mulai mengeluarkan cairan membasahi celana dalamnya. Kusibak sedikit celana dalam itu dan kuusap-usap bibir vagina dan klitorisnya. Tubuh Novi menggelinjang di dalam dekapanku. Erangannya semakin menjadi.<br /><br />Aku sudah ingin menyetubuhi gadis muda ini. Kubalikkan badannya dan kuminta dia menungging bertumpu di meja rias. Kubuka celana dalamnya sehingga dia hanya tinggal mengenakan baju seragamnya yang kancingnya telah terbuka.<br /><br />"Ahh.." jeritnya panjang ketika penisku mulai menerobos vaginanya yang sempit.<br />"Gila.. Memekmu enak banget Nov.." kataku ketika merasakan jepitan dinding vagina Novi.<br /><br />Langsung kupompa penisku di dalam vagina gadis cantik itu. Sementara itu, tanganku memegang pinggulnya, terkadang meremas pantatnya yang membulat. Novi pun menjerit-jerit nikmat saat tubuh belianya kusetubuhi dengan gaya doggy-style. Kulihat di kaca meja rias, wajah Novi tampak begitu merangsang. Wajah cantik gadis belia yang sedang menikmati persetubuhan. Payudaranya pun tampak bergoyang-goyang menggemaskan di balik baju seragamnya yang terbuka.</span></p><span style="font-size:85%;"><br /></span>dery_boledhttp://www.blogger.com/profile/10242059087321130258noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6417611402379692210.post-78568396636133968072009-09-07T10:38:00.000-07:002009-09-07T10:47:41.745-07:00Hadiah Ultah threesome dg Gigolonamaku Lia, aku berumur 28 tahun, sudah menikah tetapi belum berniat memiliki anak karena masih berkonsentrasi dengan karier dan pendidikanku. Aku bekerja pada salah satu bank swasta ternama di Jakarta. Menurut teman-temanku aku dikaruniakan bentuk tubuh yang seksi, mungkin karena ukuran dada dan pinggulku yang sangat menggoda. <blockquote><p>Kontol Ivan ukurannya sama seperti suamiku hanya lebih banyak uratnya dan kepalanya lebih besar. Kalau ditaksir umurnya mungkin baru sekitar 18-19 tahun. Sambil terus meng-oral kontolnya si Ivan aku merasa payudaraku ada yang meremas dari belakang, ternyata adalah suamiku. Aku tambah tidak karuan saja menahan serangan nikmat dari dua lakilaki.<br />“Masukan sekarang Van, masukan sekarang..”, pintaku.<br />Dengan lembut Ivan memasukan kontolnya ke dalam vaginaku, setiap pergerakan mili demi mili dari kontol Ivan memberikan sensasi yang tidak tertahankan.</p></blockquote> <p>Sebenarnya belum terlalu lama aku berhubungan dengan situs ini, kurang lebih baru sekitar 6 bulan yang lalu, itu juga karena diperkenalkan oleh suamiku. Oleh karena itu aku mau kirim pengalaman pribadiku ini, supaya fair kali ya, selama ini kan aku hanya membaca kisah dari orang lain, sekarang gantian aku mau bercerita.</p> <p>Aku dan suamiku baru menikah sekitar 8 bulan, bagiku suamiku adalah guru sexku yang paling luar biasa, terkadang aku sampai kewalahan menghadapi gairahnya yang begitu tinggi. Sebelum menikah mungkin aku adalah gadis yang lugu, sex adalah hal yang tabu bagiku, tetapi begitu merasakan nikmatnya sex, aku begitu merindukannya setiap waktu.</p> <p>Suamiku seorang yang inovatif dalam urusan ranjang, dari aku yang lugu menjadi aku yang liar dan haus sex dibuatnya. Terkadang dalam bersetubuh kami menggunakan alat bantu, kami mempunyai beberapa alat bantu seperti butterfly, kondom sambung dan vibrator. Dari semua alat bantu tersebut semuanya memberikan kenikmatan yang berbeda-beda, tetapi favoritku adalah vibrator.</p> <p>Wah sambil menulis ini aku jadi membayangkan kontol silikon itu maju mundur didalam vaginaku. Kelebihan dari vibrator itu selain bisa maju mundur secara otomatis tetapi juga dapat memberikan sensasi luar biasa menjelang aku orgasme karena sambil maju mundur vibrator itu dapat disetel bergetar. Bagi para istri coba deh, apalagi sekarang alat bantu sex mudah sekali diperoleh. Terkadang kalau lagi “on” aku juga suka masturbasi dengan alat bantu. Suamiku sangat senang melihat aku bermasturbasi. Sebenarnya dia yang pertama kali mengajarkan masturbasi kepadaku, dan dia tidak keberatan apabila aku bermasturbasi didepan dia, malah katanya aku sangat seksi dan merangsang, kalau sudah begitu masturbasiku pasti berganti dengan persetubuhan yang liar dan panas.</p> <p>Selain menggunakan alat bantu, kami juga suka bersetubuh ditempat-tempat yang tidak lazim, bosan kalau ditempat tidur terus kata suamiku. Kami pernah bersetubuh di taman depan rumah dimana tingkat ketahuan sama orang lainnya sangat tinggi. Seru sekali nikmat sambil degdegan. Selain itu kami pernah bersetubuh diatas balkon sebuah apartemen terkemuka di Jakarta, kalau penghuni kamar sebelah ke balkon juga, wah gimana jadinya, tetapi itulah kenikmatannya. Kami juga pernah bersetubuh dikolam renang salah satu hotel di Bali dan hampir ketahuan, ternyata enaklo bersetubuh didalam air, sensasinya sungguh luar biasa.</p> <p>Sebenarnya bukan itu yang mau aku ceritakan. Aku mau bercerita tentang hadiah ulang tahun yang diberikan oleh suamiku bulan yang lalu, tepat pada usiaku yang ke-28. Pada waktu itu kami sepakat merayakan disebuah hotel, hanya aku dan suamiku. Hotelnya ada di kawasan Slipi, kami menyewa salah satu kamar yang ada dilantai 21. Memang dari rumah aku sudah menduga bahwa ada kejutan yang sangat merangsang yang akan diberikan oleh suamiku, tetapi aku tidak menduga betapa luar-biasanya kejutan tersebut.</p> <p>Saat makan malam suamiku memberikan ucapan selamat ulang tahun kepadaku.<br />“Selamat ulang tahun Sayang”.<br />Kemudian dia mengambil sesuatu dari saku celananya, sebuah kotak hitam kecil dan membukanya di hadapanku. Wah sebuah kalung dari emas putih bermatakan berlian, aku senang sekali karena walaupun buas diranjang suamiku sangat romantis.<br />“Sini aku pakaikan” kata suamiku seraya memakaikan kalung tersebut.<br />“Terima kasih ya Mas” kataku.<br />“Itu masih hadiah pembukaan Sayang, masih ada paket hadiah yang lainnya” katanya.<br />“Apaan tuh Mas, jangan main rahasiarahasiaan dong” kataku lagi.<br />“Sekarang kita selesaikan makam malamnya nanti hadiah utamanya diberikannya di dalam kamar” katanya genit.</p> <p>Rasanya aku tahu apa hadiah utamanya kataku dalam hati, pasti dia memberikan sex toys baru lagi. Tak lama kami menyelesaikan makan malam kami, setelah berjalanjalan sebentar melihatlihat pemandangan di lobby, suamiku mengajakku kembali ke kamar.<br />“Mau lihat hadiah utamanya nggak?” katanya, aku hanya tersenyum.<br />“Bikin penasaran orang aja” kataku.<br />“Aku kan mau memberikan sesuatu yang beda, Sayang” katanya lagi.<br />Tak lama sampailah kami di kamar. Suamiku menyalakan TV dan aku masih bertanyatanya dalam hati mengenai kejutan dari suamiku.<br />“Siap untuk kejutannya, Sayang” katanya sambil mencium bibirku dengan lembut.<br />Itulah suamiku, dia sangat tahu bagaimana memperlakukan perempuan. Kamipun mulai berciuman, ternyata ini toh kejutannya kataku, tetapi masa cuma ini sih, yang seperti ini kan tiap hari kami lakukan.</p> <p>Saat aku sedang terbuai ketika payudaraku dicumbu oleh suamiku, bel kamar berbunyi kembali, suamiku memintaku untuk membuka pintu.<br />“Selamat malam, Mbak’ apakah ini kamar Pak Indra?” seorang pemuda bertanya kepadaku.<br />“O iya benar, ayo masuk. Pak Indranya ada kok di dalam” dalam hati aku mengomel kok datang di saat yang nggak tepat sih, orang lagi mau asik diganggu.<br />“Halo Ivan, ayo silakan duduk jangan sungkan, perkenalkan ini Lia istri saya”.<br />“Ivan”, kata pemuda tersebut sambil menyodorkan tangannya.<br />“Lia”, kataku singkat.<br />“Bawa pesanan saya Van?”, tanya suamiku.<br />“Bawa Mas”, katanya sampil menyerahkan sesuatu kepada suami saya.<br />Rupanya sebotol champagne.</p> <p>“Hari ini Mbak Lia ulang tahun Van, kita harus memberikan hadiah yang khusus, sekarang tolong persiapkan dong”, kata suamiku meminta si Ivan menyiapkan minuman tersebut.<br />“Baik Mas” kata Ivan sambil tersenyum.<br />Tak lama Ivan datang dengan 3 gelas champagne.<br />“Mari kita bersulang”, kata suamiku sambil membagikan gelas.<br />“Demi kebahagiaan kamu, Sayang” kata suamiku lagi.<br />Kami menghabiskan isi gelas tersebut. Setelah itu kami ngobrol tentang bebagai hal, dari politik sampai ke lelucon porno, tetapi ketika ngobrol aku kok merasa begitu horny, aku terangsang sekali.</p> <p>Nafasku turun naik seolaholah tidak mampu menahan birahi dan apabila aku menggeser pantatku dari tempat tidur. Sedikit gesekan pada vagina saja memberikan rangsangan yang sungguh luar biasa, aku tak tahan lagi tetapi aku masih sadar karena aku melihat masih ada Ivan di situ.</p> <p>“Mas”, kataku lirih sambil menahan gejolak birahi, maksudku agar menyuruh Ivan pulang dan kami dapat melanjutkan pertempuran yang tertunda.<br />Tapi suamiku malah berkata, “Siap buat hadiahnya Sayang?”.<br />Tangan suamiku meremas perlahan payudaraku dan bibirnya melumat bibirku. Sekarang aku sudah lupa diri, setiap remasan pada payudaraku membuat aku tidak peduli lagi bahwa ada orang lain dikamarku. Satu demi satu kancing bajuku terlepas.</p> <p>Suamiku terus mencumbuku, karena sudah tidak tahan aku juga merespon rangsangan suamiku, malam itu setiap sentuhan maupun remasan rasanya lebih nikmat satu juta kali dibading biasanya. Aku telanjang bulat sekarang, aku terus merasakan nikmatnya remasan di payudaraku, suamiku meminta aku telentang kemudian dia membuka kedua pahaku dan menjilati seluruh kemaluanku.<br />“Aaaccrhh..”, aku menggelinjang nikmat.<br />Klitorisku distimulasi dengan sedemikian nikmatnya. Sambil merasakan nikmat pada vaginaku, aku meremas payudaraku sendiri, suamiku rupanya mengerti sambil menjilati vaginaku tangannya membantu meremas payudaraku dan memilin putingku. Mataku terpejam nikmat, hebat sekali suamiku malam ini, lebih hebat dari biasanya.</p> <p>Dari vagina sekarang dia menjilati seluruh payudaraku dan putingku, aku hanya bisa terpejam nikmat. Antara sadar atau tidak sadar aku merasa saat memegang rambut suamiku rasanya kok berbeda. Betapa terkejutnya aku ketika aku membuka mataku bukannya suamiku yang ada didepanku tetapi si Ivan yang sudah telanjang bulat juga, aku terkejut, aku mau marah tetapi tidak bisa, kenikmatandemi kenikmatan yang kuperoleh mengalahkan segalanya. Kulihat suamiku duduk di kursi di samping ranjang sambil menguruturut kontolnya.<br />“Mas, kamu..”, kataku tak sanggup meneruskan katakataku karena menahan nikmat.<br />“Nikmati saja hadiahnya Mas”, katanya.</p> <p>Akupun melihat diapun sudah dikuasai nafsu melihat istrinya dicumbu sedemikian rupa. Akupun memutuskan untuk menikmati saja malam ini karena aku tidak dapat berhenti lagi dan sudah terlanjur. Ivan memintaku untuk berjongkok, kemudian mengarahkan kontolnya kemukaku, aku mengerti dengan segera saja kusambar dan kumasukan kedalam mulutku, kuhisap dan kunikmati sedemikian rupa. Ivan menggelinjang sedemikian rupa, menahan nikmat.<br />“Teruus Mbak Lia, teruuss..”, katanya meracau.</p> <p>Kontol Ivan ukurannya sama seperti suamiku hanya lebih banyak uratnya dan kepalanya lebih besar. Kalau ditaksir umurnya mungkin baru sekitar 18-19 tahun. Sambil terus meng-oral kontolnya si Ivan aku merasa payudaraku ada yang meremas dari belakang, ternyata adalah suamiku. Aku tambah tidak karuan saja menahan serangan nikmat dari dua lakilaki.<br />“Masukan sekarang Van, masukan sekarang..”, pintaku.<br />Dengan lembut Ivan memasukan kontolnya ke dalam vaginaku, setiap pergerakan mili demi mili dari kontol Ivan memberikan sensasi yang tidak tertahankan. Ivan terus memompa kontolnya didalam vaginaku, sementara itu suamiku mengarahkan kontolnya ke dalam mulutku, jadilah vagina dan mulutku dientot oleh dua lakilaki. Hanya sekitar 5 menit aku diperlakukan demikian aku segera mendapatkan orgasmeku.<br />“Aku mau sampai”, kataku dengan mulut masih penuh oleh kontol suamiku.<br />Akhirnya, “Aaarrcchh ..”, Aku mengejan hebat, aku merasakan seluruh otot kewanitaanku berkontraksi, pandanganku menjadi gelap rasanya.</p> <p>Setelah itu kami masih terus mencoba gaya ini dan itu karena kedua lakilaki ini mempunyai keperkasaan yang luar biasa di ranjang, baru setelah orgasmeku yang keempat suamiku memuntahkan spermanya didalalam vaginaku dan tak lama Ivan memuntahkan spermanya juga didalam vaginaku. Setelah itu kami pun tertidur kelelahan. Saat aku tidur terasa ada yang menciumku.</p> <p>“Selamat pagi Sayang, gimana hadiahnya semalam?”, ternyata suamiku membangunkanku.<br />“Mas kok tega sih, aku kan istrimu, kok rela sih istrinya ditiduri orang”, kataku.<br />“Kamu menikmatinya nggak?”, dia balik bertanya.<br />Jujur dalam hati belum pernah aku mendapatkan kenikmatan sedemikian rupa, satu kontol aja sudah enak apalagi dua. Aku hanya terdiam.<br />“Ya sudah kalau kamu marah aku minta maaf”, kata suamiku.<br />“Mas, aku kok bisa terangsang banget sih semalam, memangnya yang diminum apa sih?”, tanyaku.<br />“Cuma segelas champagne kok, tetapi di gelas kamu ditambah dengan beberapa tetes spanish fly”, katanya sambil tersenyum.</p> <p>Pantas, umpatku dalam hati, aku begitu terangsang, mungkin kalau dalam kondisi normal aku belum tentu mau ber threesome ria seperti semalam. Kulihat Ivan masih tertidur pulas.<br />“Ivan itu siapa sih” tanyaku pada suamiku.<br />“O.. dia gigolo, aku menyewanya untuk kamu, tenang, dia bersih kok”, jawab suamiku.<br />Pantas goyangan dan pompaannya begitu professional.<br />“Tapi kamu puas kan sama hadiahnya?”, tanya suamiku lagi.</p> <p>Aku hanya tersenyum, aku nggak mau munafik semalam aku sangat menikmatinya dan mungkin suatu saat rindu untuk mengulanginya lagi. Jujur aku merasa menjadi wanita sejati semalam.<br />“Ya sudah kalau kamu menikmatinya, aku ke bawah dulu mau cari rokok, ini sisa pembayaran buat si Ivan, nanti serahkan saja ke dia”, kata suamiku sambil pergi meninggalkan kamar.</p> <p>Di dalam kamar aku termenung mengingat kejadian semalam, sungguh luar biasa, sungguh fantastis. Tibatiba mataku tertuju kepada Ivan dalam hati aku memuji ganteng juga, badannya sangat atletis. Dalam hatiku terbersit keinginan untuk menikmati Ivan saat suamiku tidak ada, bukankah nggak masalah kalaupun suamiku sampai tahu, bukankah semalam si Ivan juga sudah menikmati vaginaku di depan suamiku.</p> <p>Untuk memuaskan penasaranku bagaimana bersetubuh dengan gigolo maka dengan lembut aku membangunkan si Ivan dengan cara menghisap kontolnya yang masih kecil, perlahanlahan kontol itupun menjadi besar, gagah, berotot dan menjulang. Ivan terbangun, aku minta dipuaskan Ivan dengan cara gigolo yang paling profesional, kami mengulanginya dua kali ditempat tidur dan dikamar mandi, kami mandi bersama. Sekali lagi aku sangat puas. (nggak usah dibahas mengenai gayanya ya.. karena sama seperti cerita yang lain ya begitubegitu juga, yang berbeda cuma nikmatnya aja)</p> <p>Sampai saat ini aku masih terkenang dengan kejadian itu, tetapi aku tidak pernah lagi berhubungan seks dengan lelaki lain, biar bagaimanapun bagi wanita seks harus didukung dengan cinta, yang aku lakukan dulu juga karena aku mencintai suamiku. Tetapi kalau di kemudian hari suamiku mengajakku ber-threesome lagi, tentu saja aku tidak keberatan. Malahan sekarang terlintas di benakku bagaimana jika melakukan foursome atau gangbang sekalian. Walau begitu kenangan tersebut akan kupakai untuk berfantasi saat bersetubuh dengan suamiku ataupun bermasturbasi.</p>dery_boledhttp://www.blogger.com/profile/10242059087321130258noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6417611402379692210.post-48580732557138051462009-09-07T10:26:00.000-07:002009-09-07T10:31:13.431-07:00Pagi Yang Indah<p>Pagi ini aku sedang membereskan pakaianku untuk dimasukkan ke dalam koper. Ayahku memperhatikan dengan wajah sedih karena aku satu-satunya anak lelakinya harus pergi demi meraih masa depanku. Aku akan tinggal di Surabaya bersama Tante dan Oomku.<br />“Papa harap kamu bisa menjaga diri dan berbuat baik, menurut pada Oom Benny dan TanteLenny…” kata papaku.<br />Aku hanya diam menoleh menatap papaku yang nampak kurang bersemangat karena kepergianku, lalu kupeluk papaku.<br />“Saya tidak akan mengecewakan Papa..” kataku sambil menuju ke pintu.<br /><br />Aku naik angkot menuju ke terminal bus. Ketika sudah di atas bus, aku membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya sambil berharap semoga cita-citaku dapat tercapai. Sesampainya di terminal, aku melanjutkan dengan naik angkot menuju perumahan mewah di daerah Darmo.<br />“Apa ini rumahnya..?” kataku dalam hati.<br />Nomornya sih bener. Maklum aku belum pernah ke rumahnya.<br />“Gila.., ini rumah apa istana..?” gumamku bicara pada diriku sendiri.<br /><br />Aku segera menekan bel yang ada pada pintu gerbang. Beberapa saat kemudian pintu gerbang dibuka. Seorang satpam berbadan gemuk mengamatiku, lalu menegurku.<br />“Cari siapa ya..?” tanyanya.<br />“Apa betul ini rumah Oom Benny..?” tanyaku balik.<br />“Ya betul.. sampean siapa?” tanyanya lagi.<br />“Saya keponakan Oom Benny dari Jember.”<br />“Kenapa nggak bilang dari tadi, Sampean pasti Den Wellly, kan..? Tuan sedang keluar kota, tapi Nyonya ada lagi nungguin.”<br /></p><br />Sekejap aku sudah berada di ruangan dalam rumah mewah yang diisi perabotan yang serba lux. Tak lama kemudian seorang wanita cantik berkulit putih bersih dan bertubuh seksi muncul dari ruang dalam. Kalau kutebak usianya sekitar 35 tahunan, tapi bagikan seorang gadis yang masih perawan.<br />Dia tersenyum begitu melihatku, “Kok terlambat Well..? Tante pikir kamu nggak jadi datang..” ucap wanita seksi itu sambil terus memandangiku.<br />“Iya Tante.. maaf…” jawabku pendek.<br />“Ya sudah.., kamu datang saja Tante sangat senang.. Pak Bowo.., antarkan Welly ke kamarnya..!” perintah Tante Lenny pada Bowo.<br /><br />Lalu aku mengikuti Pak Bowo menuju sebuah kamar yang ada di bagian bawah tangga. Aku cukup senang menempati kamar itu, karena aku langsung tertidur sampai sore hari. Ketika bangun aku segera mandi, lalu berganti pakaian. Setelah itu aku keluar kamar hendak jalan-jalan di halamanbelakang yang luas. Ketika sedang asik menghayal, tiba-tiba suara lembut dan manja menegurku. Aku agak kaget dan menoleh ke belakang. Ternyata tanteku yang sore itu mengenakan kimono dengan rokok di tangannya, rupanya ia baru bangun tidur.<br /><br />“Oh Tante…” sapaku kikuk.<br />Tante tersenyum, dan pandangan yang nakal tertuju pada dadaku yang bidang dan berbulu lebat. Badanku memang cukup atletis karena sering berenang, fitness, dan aku memang mempunyaiwajah yang lumayan ganteng.<br />“Kamu sudah mandi ya, Wel..? Tampan sekali kamu..” kata tanteku memuji.<br />Aku kaget bukan main ketika ia mendekatiku, tangannya langsung mengelu-elus penisku, tentu saja aku jadi salah tingkah.<br /><br />“Saya mau ke kamar dulu Tante..” kataku takut kalau nanti dilihat Oom Benny.<br />“Tunggu sebentar Wel, Tante ingin minta tolong mijitin kaki Tante.., soalnya keseleo waktu turun tadi..” kata Tante Lenny sambil merengek.<br />Lalu dia duduk seenaknya, hingga kimono yang tidak dikancing seluruhnya tersingkap, dan bagian dalam tante terlihat olehku. Gila.., ternyata ia tidak memakai CD, sempat juga kulihat bulu-bulu tipis di sekitar kemaluannya seperti habis dicukur.<br /><br />Aku menahan nafas dan mencoba mengalihkan pandangan, tapi Tante Lenny yang tahu hal itu malah menarik lenganku dan mengangkat kaki kanannya menunjukkan bagian yang sakit. Aku terpaksa melihat betis dan paha tante yang mulus dan padat itu.<br />“Tolong diurut ya Wel.., tapi pelan-pelan aja ya..” ucapnya lembut.<br />Terpaksa aku memijit betis tanteku, meskipun hatiku cemas dan bingung. Apalagi ketika aku mencuri pandang melihat paha dan selangkanganya, sehingga nampak sekilas bagian yang berwarna merah muda itu. Tanteku melirik ke arahku sambil tersenyum genit, aku semakin bingung dan malu.<br /><br />Itu pengalamanku di hari pertama di rumah Oom Benny. Sudah tiga Hari Oom Benny belum pulang juga, padahal aku ingin bertemu dengannya, sedangkan tiap malam aku diminta oleh tante untuk menemaninya ngobrol, bahkan tidak jarang disuruh menemani menonton VCD porno. Benar-benar gila.Hingga pada suatu malam tanteku merintih kesakitan. Waktu itu tante sedang nonton TV sendirian.<br /><br />Tiba-tiba wanita itu memekik, “Achhhh.., aduh.., tolong Wel..!” keluhnya sambil memegangi keningnya.<br />“Kenapa Tante..?” tanyaku kaget dan khawatir.<br />“Kepala Tante agak pusing.., aduh… tolong bawa Tante ke kamar Wel..!” keluh tante sambilmemegangi kepalanya.<br />Aku jadi kebingungan dan serba salah.<br />“Saya panggil Pak Bowo dulu ya Tante..?” usulku sambil ingin pergi.<br />Tapi dengan cepat tanteku melarangnya, “Nggak usah, lagi pula Pak Bowo Tante suruh ke Pasuruan ngawal barang.”<br /><br />Aku jadi bertambah bingung. Terpaksa kutuntun tanteku untuk naik ke ruang atas. Tante merebahkan kepalanya pada pelukanku, aku jadi gemeteran sambil terus menaiki tangga.Sesampainya di dalam kamar, tante merebahkan tubuhnya yang seksi itu dengan telentang. Aku menarik napas lega dan bermaksud meninggalkan kamar. Baru saja kubalikkan tubuh, suara lembut itu melarangku.<br />“Kamu mau kemana..? Jangan tinggalkan Tante.., tolong pijitin Tante.. Wel..!”<br />Mendengar itu seluruh tubuhku jadi teringat pesan papa agar menuruti perkataan Oom dan Tanteku.<br /><br />Perlahan kubalikkan badan, ternyata tanteku telah melepas kimononya. Dan kini hanya tinggal CD saja. Tubuhnya yang masih padat membuat nafsuku naik, payudara yang masih montok dan menantang itu membuat penisku mulai tegang, karena aku belum pernah melihat keindahan tubuh wanita dalam keadaan telanjang seperti ini, apalagi tanteku menggeliat perlahan. Desahan bibirnya yang tipis mengundang nafsu dan birahiku, dan penisku semakin dibuatnya tegang. Kuberanikan diri melangkah menuju ranjang.<br /><br />Begitu sampai, tanteku yang pura-pura pusing itu tiba-tiba bangkit, lalu memelukku dan mencium bibirku dengan penuh nafsu. Wanita yang hipersex itu dengan cepat melucuti seluruh pakaianku.<br />“Jangan Tante.., jangan, saya takut..” pintaku sambil mau memakai pakaianku kembali.<br />“Kalo kamu menolak, Tante akan teriak dan mengatakan pada semua orang bahwa kamu mau memperkosa Tante…” ancam tanteku.<br />Aku hanya terdiam dan pasrah. Wanita itu kembali mencumbuku, diciuminya dan dijilatinya tubuhku. Begitu tangan halusnya mengenggam penisku, aku langsung membalas ciumannya dan mulai menjilati payudaranya, lalu kukulum putingnya yang berwarna merah agak kecoklatan itu. Tanteku mendesah perlahan.<br /><br />Selanjutnya kami memainkan posisi 69, sehingga penisku dihisap dan dikemutnya. Nikmat sekali,kurenggangkan kedua pahanya sambil kujilat-jilat kemaluannya yang mulai basah itu.<br />“Ahhhh.., aahhh.., ayo terus jilat Wel..! Jangan berhenti..!” erang tanteku keenakan.<br />Rupanya tanteku mengeluarkan cairan dari dalam liang kewanitaannya. Cairan itu memuncrat di wajahku, lalu kuhisap dan kutelan semua. Aku semakin terangsang, kujilati lagi kali ini lebih dalam, bahkan sampai ke duburnya. Kemudian kami berganti posisi, kali ini aku berdiri dan tante jongkok sambil mengulum penisku yang sudah sangat tegang.<br /><br />Ternyata tanteku pandai sekali menjilat penis, tidak sampai lima menit aku sudah keluar.<br />“Ahhh.., ayo Tante.., terus jilat sayang.., acchhh..!” desahku sambil kudorong keluar masuk di mulutnya penisku yang besar ini.<br />“Tante mau keluar nih.., achhh.. yeahhh..!” erangku sambil kumuncratkan maniku di mulutnya.<br />Tante menelan semua maniku, bahkan masih mengocoknya berharap masih ada sisanya.<br /><br />Setelah beberapa saat penisku mulai bangun kembali. Setelah tegang dibimbingnya penisku masuk ke liang kewanitaannya. Kali ini aku di atas dan tante di bawah. Agak susah sih, mungkin sudah lama tidak service oleh Oom Benny. Setelah kepalanya masuk, kudorong perlahan hingga masuk semuanya ke dalam.<br />“Ayo Wel..! Gerakin dong Sayang..!” pinta tanteku sambil menggerakkan pantatnya ke atas dan ke bawah karena ia sekarang berada di bawah.<br />Akhirnya kudorong keluar masuk penisku dengan gerakan yang cepat, sehingga semakin keras erangan tanteku.<br /><br />Beberapa saat kemudian aku sudah ingin keluar, “Aahhh..! Tante.., Welly udah mau keluar.., ahhh..!” kataku.<br />“Sabar Sayang.., Tante sebentar lagi nih..! Yeahh.. ohh.. ahh.., fuck me Wel..! Kita barengan ya Sayang..? Oh.. yeah..!”<br />Rupanya tanteku juga hampir orgasme. Rasanya seperti ada yang memijat-mijat penisku dan kakinya dilingkarkan ke pantatku. Tante bergetar hebat dan memelukku sambil kemaluannya mengeluarkan cairan yang menyemprot penisku. Tidak lama aku juga mengeluarkan air mani dan spermaku di dalam vaginanya. Terasa begitu nikmatnya dunia ini. Akhirnya kami berdua terkapar lemas.<br /><br />“Hebat bener kamu Wel.., Tante nggak nyangka baru kali ini Tante merasakan kenikmatan yang luar biasa..!” tuturnya dengan nafas terengah-engah.<br />Aku diam tak menjawab, tapi dalam hati aku merasa bersalah telah berhubungan dengan tanteku dan takut ketahuan Oom Benny. Tante turun dari ranjang tanpa busana, lalu dia menyalakan sebatang rokok.<br /><br />“Bagaimana kalau Oom Benny sampai tahu, Tante..? Saya takut.., saya merasa berdosa…” kataku lemah.<br />Tapi tanteku malah tersenyum dan memelukku dengan mesra.<br />“Asal kamu tidak memberitahu orang lain, perbuatan kita aman. Lagi pula Oommu itu udah nggak bisa melakukan hubungan badan sejak lama. Dia itu impotent, Wel..!” tutur wanita tanpa busana yang penuh daya tarik itu.<br />“Jadi semua ini Tante lakukan karena Oom Benny tidak bisa menggauli Tante lagi, ya..?” tanyaku.<br />“Ya. Bukan sekali ini saja Tante melakukan hal seperti ini.., sebelum sama kamu, Tante pernah melakukannya dengan beberapa teman bisnis Oommu. Terus terang Tante nggak tahan kalau seminggu tidak disentuh atau dipeluk laki-laki..” tutur Tante.<br /><br />Aku jadi geleng kepala mendengar penjelasan tanteku. Lalu aku bergerak mau pergi, tapi dengan cepat tante menahanku dan mengusap-usap dadaku yang berbulu.<br />“Well.., kamu harus bersihkan badanmu dulu.., mandilah supaya segar..!” ucapnya lembut.<br />Aku tak menjawab hanya menarik nafas panjang, lalu melangkah ke kamar mandi. Tubuhku terasa letih namun puas juga.<br /><br />Begitulah pengalaman di Surabaya yang kualami 6 tahun yang lalu. Dan sampai saat ini aku telah mempunyai istri dan seorang anak.<br /><br />Tamatdery_boledhttp://www.blogger.com/profile/10242059087321130258noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6417611402379692210.post-81842377630142200492009-09-07T10:23:00.000-07:002009-09-07T10:26:03.783-07:00Wanita Yang Penuh Variasi<p>Nama saya Jeffry dan saya saat ini sedang kuliah di salah satu PTS di salah satu kota besar di Indonesia, dan hari ini adalah hari pertama saya datang ke kota ini karena besok perkuliahan saya sudah dimulai. Sesudah sampai dari kampung, maka saya segera menuju tempat kost saya karena saya sendiri sebenarnya belum mengenal kost baru itu. Sesampainya saya segera menekan bel tapi kemudian terdengar dari rumah sebelah seorang wanita setengah baya memanggil saya dan berkata,<br />“Kamu Jeffry yach?”<br />Dan saya menjawabnya,<br />“Iya, kok tahu?” tanya saya penuh rasa ingin tahu.<br />Lalu wanita itu segera berkata, “Nggak, saya adalah ibu kost rumah ini dan saya tinggal di sebelah sini.”<br />Lalu saya bergumam,<br />“Ooh…”<br />Setelah itu ibu ini segera membawa saya untuk masuk dan mengenalkan tempat kost ini.<br /><br />Ibu itu segera menerangkan keadaan rumahnya, rumah ini terdiri dari 4 tingkat dan di dalam sudah ada penghuninya yaitu sepasang suami istri yang menyewa tingkat 2, seorang wanita yang menghuni tingkat 3 dan 3 orang mahasiswa dari luar kota yang menghuni tingkat 4 yang terdiri dari 4 ruangan kamar 3x2 meter dan kami masing-masing menempati kamar-kamar ini, dan kamar untuk saya tepat menghadap ke arah tempat jemuran. Setelah itu saya pun berkenalan dengan para mahasiswa ini dan malamnya ketika kami sedang menonton TV (yang di letakkan di tingkat 3) tercium oleh saya wangi parfum yang sangat mengoda. Ternyata seorang wanita yang saya taksir berusia sekita 35 tahun naik ke atas dan dialah yang menghuni kamar di tingkat 3 ini.<br /></p><br /><br />Lalu saya pun segera berkenalan. Dia bernama Eva, meski sudah berumur tapi dilihat dari bentuk tubuh dan wajahnya dia tak beda dengan wanita usia 20-an. Wajahnya terlihat sangat manis belum lagi dada dan pinggulnya yang sangat menantang. Sungguh membuat saya menelan ludah. Lalu saya tahu dari ketiga temen saya kalau Mbak Eva ini bekerja di salon dan mungkin saja menjadi simpanan seorang pria, lalu saya mengangguk tanda mengerti.<br /><br />Tak terasa saya sudah tinggal di kost itu hampir 2 minggu dan kalau di pagi hari rumah itu selalu kosong karena selain ketiga teman baru saya itu kuliahnya pagi, Mbak Eva juga selalu keluar rumah dan sepasang suami istri itu juga jarang pulang ke rumah ini. Singkatnya kalau pagi hari saya selalu sendirian, dan pagi ini saya bangun tentu saja suasana sunyi senyap dan saya melihat keluar jendela yang menghadap ke tempat jemuran tampak oleh saya dijemur celana dalam yang berwarna hitam dan tentu saja saya tahu kalau itu adalah celana dalam Mbak Eva, tapi entah kenapa timbul niat saya untuk melihat CD itu dari dekat. Lalu saya pun segera keluar dan setelah melihat situasi cukup aman saya segera mengambilnya ke dalam kamar saya dan di dalamnya saya segera mencium CD itu dan tercium wangi deterjen yang harum. Belum puas dengan tindakan itu, saya segera menurunkan celana sekaligus dengan CD saya dan segera memakai CD itu dan tampak oleh saya sangat memikat yaitu terdapat renda di sekelilingnya dan sekitar selangkangannya terdapat jala-jala yang kalau dipakai oleh Mbak Eva tentu akan tampak di jala-jala ini bulu kemaluannya.<br /><br />Langsung saja kemaluan saya segera menegang dan setelah mengembalikan CD-nya ke tempat semula. Saya segera masuk ke kamar mandi untuk mandi dan tentu saja saya segera melakukan onani untuk memuaskan nafsu saya. Setelah kejadian itu saya hampir setiap pagi mempunyai kegiatan rutin yaitu mengamati CD Mbak Eva dan tentu saja memakainya sambil melihat keindahannya, dan tak lama kemudian saya sudah hampir dapat mengetahui jumlah CD Mbak Eva (mungkin karena selalu mengamati CD-nya ), CD Mbak Eva berjumlah sekitar 6 potong dan setiap potongnya mempunyai keunikannya baik dalam coraknya maupun warnanya sepeti warna hitam berenda, warna pink dengan lipatan lipatan kecil, dan warna kuning kilat. Tapi yang paling menarik menurutku adalah CD warna putihnya yang setengahnya yaitu bagian depannya terdiri dari renda dan bagian belakangnya terbuat dari sutra. Selain itu saya juga suka CD-nya berwarna biru langit dan di depannya yaitu tepat di arah selangkangannya terdapat gambar seekor kucing dalam gaya memberikan tanda “peace” (lucu juga CD ini dalam pikiranku).<br /><br />Semuanya berjalan lancar hingga suatu pagi ketika bangun tentu saja saya segera melihat keluar dan tampak oleh saya CD Mbak Eva. Lalu saya bermaksud untuk mengambilnya untuk diamati. Begitu melepas jepitan jemurannya dan mengambilnya tiba-tiba terdengar ada suara orang naik ke atas dan tentu saja saya terkejut dan segera melempar CD-nya ke lantai lalu saya bermaksud kembali ke kamar saya, tapi baru sampai di pintu saya melihat Mbak Eva sedang memakai baju tidur terusannya dan Mbak Eva bertanya kepada saya, “Lho baru bangun yach?” lalu saya mengiyakannya dan bertanya, “Mbak Eva nggak kerja hari ini?” dan dijawab, “Nggak, malas tuh,” dan saya segera masuk ke kamar saya dengan perasaan was-was lalu tak berapa lama kemudian terdengar pintu kamar saya diketuk, dengan perasaan berdebar saya membuka pintunya.<br /><br />Tampak di luar Mbak Eva dan dengan mata tajam Mbak Eva berkata, “Boleh saya masuk? saya ingin bicara sama kamu,” dan saya pun membiarkan Mbak Eva masuk lalu Mbak Eva masuk dan bertanya sama saya,<br />“Kamu tadi mau mengambil celana dalam saya yach?”<br />“Nggak kok.”<br />“Apanya yang nggak, buktinya itu CD saya terjatuh di lantai padahal saya sudah menjepitnya dengan kuat.”<br />Seperti sudah tak dapat disembunyikan saya pun mengakui kalau saya yang mengambilnya. Lalu Mbak Eva berkata lagi,<br />“Sudah berapa lamu kamu melakukan ini?”<br />“Sudah hampir 2 minggu Mbak.”<br />“Apa yang kamu lakukan dengan CD saya?”<br />“Saya menciumnya lalu memakainya, itu saja kok nggak ada yang lain.”<br /><br />Lalu Mbak Eva tersenyum dan berkata, “Apa enaknya kamu mencium dan memakainya, kamu mau nggak melihat saya yang memakainya dan mencium wangi yang sesungguhnya?”<br />Seperti mendapat kesempatan emas lalu saya berkata, “Ah.. Mbak jangan bercanda ah..”<br />Dan Mbak Eva berkata, “Nggak, saya nggak bercanda, saya serius, kalau kamu nggak mau yach sudah, Mbak mau turun,” sambil Mbak Eva membalikkan badannya.<br />Tapi saya segera menarik tangannya dan segera berkata, “Saya mau kok Mbak!”<br />Sedangkan tangan saya satunya lagi segera menarik rok baju tidurnya ke atas dan tampak oleh saya CD-nya yang menjadi kesukaan saya yaitu CD berwarna putih dengan renda di bagian depan dan bagian belakangnya terbuat dari sutra.<br />Lalu Mbak Eva berkata, “Ih… kamu jangan gitu ah…’” tapi saya segera mencium bibirnya yang mengoda itu dan Mbak Eva membalasnya dengan hisapan dan gigitan kecil dan tangannya memegang kemaluan saya yang sudah mulai mengeras itu, lalu saya melepas ciuman saya sedangkan tangan Mbak Eva masih di kemaluan saya meskipun cuma dari luar celana tidur saya.<br /><br />Kemudian saya segera mendorong tubuh Mbak Eva untuk merapat di dinding, dan kemudian tangan saya mulai bergerilya di daerah sensitifnya dan tentu saja dari luar CD-nya tapi tak lama kemudian karena tak sabar saya segera memasukkan tangan saya ke dalam CD-nya dan menyentuh kemaluannya, Mbak Eva mendesah “Uuh… geli Jeff… tapi nikmat sekali… terus… enak sekali… uh… ah…” Lalu tak lama kemudian kemaluan Mbak Eva sudah mulai basah. Karena sudah terangsang maka Mbak Eva segera mendorong tubuh saya ke tempat tidur dan dengan segera Mbak Eva memeloroti celana saya dan CD saya, lalu dengan pelan dia menjilat kepala kemaluan saya yang sudah menegang itu kemudian memasukannya ke dalam mulutnya hingga masuk semuanya ke dalam mulutnya dan menghisapnya seperti menghisap es batangan. Tanpa sadar karena keenakan saya mendesah, “Uh… enak sekali Mbak… isap terus Mbak… jangan berhenti…!” Lalu tangan saya mulai menjambak rambutnya dan menekan kepalanya terus, sedangkan kaki saya mulai menegang karena keenakan, lalu Mbak Eva menghentikan kegiatannya.<br /><br />Kemudian Mbak Eva mulai membuka baju piyamanya dan tampaklah oleh saya sepasang buah dadanya yang sangat menantang terbungkus oleh BH yang unik sekali, tapi seperti sudah tidak tahan Mbak Eva segera melucuti BH-nya dan melepas CD sutranya. Tampaklah oleh saya pemandangan yang sangat indah dengan buah dada yang bulat dan pentilnya yang berwarna kecoklatan menantang dan paha yang mulus tapi yang paling menggoda adalah bagian selangkangan yang ditumbuhi pelindung alami yang cukup lebat tapi terbentuk dan terawat sangat rapi, sungguh membuat saya menelan ludah.<br /><br />Lalu Mbak Eva naik ke atas tubuh saya, dan dalam posisi jongkok kemudian mengarahkan lubang kemaluannya ke arah kepala kemaluan saya. Begitu tersentuh, saya dan Mbak Eva menjerit pelan bersamaan, “Uuh…” dan dengan pelan Mbak Eva menekan lubang kemaluannya dan kepala kemaluan saya amblas ke dalamnya meskipun tidak terlalu susah tapi untuk ukuran wanita seperti Mbak Eva kemaluannya termasuk sangat sempit, dan Mbak Eva berteriak, “Aduh… sakit sekali… tapi terasa nikmat,” dan saya tak hentinya menjerit, “Terus Mbak… nikmat sekali kemaluannya… terus Mbak…” lalu Mbak Eva makin menekan turun tubuhnya dan tak lama kemudian maka masuklah seluruh batang kemaluan saya yang termasuk ukuran besar itu ke dalam lubang surgawinya. Kemudian tubuh Mbak Eva segera menimpa badan saya dan berteriak, “Aduh sakit sekali… uh… aduh… uh… ahh…” Sesudah istirahat hampir 5 menit lamanya Mbak Eva mulai bangkit dan batang kemaluan saya tentu saja masih di dalam lubang kemaluannya. Lalu Mbak Eva mulai menggerakkan pinggulnya maju-mundur sambil tangannya menopang pada tubuh saya dan terdengar suara tubuh kami berbenturan, “Piak pret piak…” dan dengan gerakan yang liar Mbak Eva menaiki tubuh saya dan sambil terus menggoyang tubuhnya dan terus berpacu untuk mencapai puncak kenikmatan dunia dan terus mendesah, “Uuh… ah… ah… nikmat sekali… uh… ah…” Sedangkan tangan saya tak hentinya meremas buah dadanya dan memainkannya.<br /><br />Lalu sesudah hampir 10 menit Mbak Eva berkata, “Saya mau sampai…”<br />Saya pun berkata, “Saya juga Mbak… tahan sebentar lagi…”<br />Tak lama kemudian terdengar Mbak Eva menjerit “Uuh… saya sampai… uh…”<br />Dan saya juga merasa bendungan saya sudah jebol dan mendesah, “Uh… saya juga… nikmat sekali… ahhh…. enakkk…” dan terasa adanya cairan hangat di kemaluan saya, lalu Mbak Eva jatuh lemas di tubuh saya, sedangkan kemaluan saya juga belum dicabut keluar karena kami sudah lemas sesedah pertempuran yang hebat tersebut. Lalu setelah hampir 15 menit Mbak Eva bangkit dan sambil tersenyum berkata, “Nikmat sekali Jeff… kamu hebat dech…” dan saya berkata, “Sekali lagi dong Mbak… yach…!” tapi Mbak Eva berkata, “Lain kali aja yach, Mbak capek…’ Lalu saya mengiyakannya dengan sangat kecewa.<br /><br />Lalu Mbak Eva bangkit dan bermaksud mengambil pakaiannya, tapi melihat bukit kemaluannya Mbak Eva, nafsu saya bangkit kembali. Lalu saya menarik tangan Mbak Eva serta mendorongnya merapat ke dinding lalu saya jongkok dan saya benamkan kepala saya ke selangkangan Mbak Eva dan dengan pelan saya menjilatinya, dan Mbak Eva mendesah, “Aduh… geli.. ah… udah dech!” sambil tangannya menekan kepala saya, tapi saya tidak menghiraukan peringatannya sambil terus memainkan lidah saya di kemaluannya. Setelah seluruh bulu kemaluan Mbak Eva basah, saya beralih ke klitorisnya dan Mbak Eva mendesah hebat sambil menjambaki rambut saya, “Uuh… terus… enak sekali… sungguh… ah… ahhh… ehmm…” dan terus saja lidahku bermain di klitoris dan lubang kemaluannya. Tak lama kemudian jambakan Mbak Eva makin dahsyat dan menjerit serta mencapai orgasme keduanya, “Aduh… saya sampai… terus Jeff… uh… ehm… uh… hu…” dan saya segera menghisap habis seluruh cairan kemaluannya.<br /><br />Setelah agak lama Mbak Eva mulai tenang dan setelah itu saya bangkit tapi tubuh Mbak Eva seperti kehilangan keseimbangan dan mau jatuh, untung saya segera menangkapnya dan dia berkata, “Huh… kamu ini, Mbak lemas sekali gara-gara kamu…”<br />Dan saya berkata, “Sorry Mbak, soalnya saya nafsu sekali melihat Mbak, tapi Mbak Eva musti janji yach, lain kali Mbak harus menebus kekurangan hari ini.”<br />Mbak Eva berkata, “Iya dech… Mbak janji tapi sekarang Mbak musti istirahat, Mbak capek sekali, kalau nanti sudah pulih Mbak pasti melayani kamu lagi, tapi sekarang sebagai hukuman kamu musti nemenin Mbak ke bawah, soalnya Mbak lelah sekali nanti jatuh lagi.”<br />Saya berkata, “Beres Mbak!”<br /><br />Setelah mengantar Mbak Eva ke tempat tidurnya saya mencium pipinya dan berkata, “Selamat beristirahat Mbak!” Mbak Eva tersenyum. Sebelum keluar dari kamarnya, tangan saya pun meremas buah dadanya yang empuk sedangkan tangan satu lagi bergerilya di dalam CD-nya dan memainkan bukit kemaluannya. Mbak Eva segera melototkan matanya kepada saya dan saya segera berlari keluar dengan tersenyum dan Mbak Eva berkata, “Dasar kamu ini nggak pernah puas yach… dan tolong tutup pintunya..!” dan saya menjawabnya penuh kepuasan, “Beres Mbak…’ Lalu saya kembali ke kamar tidur saya lagi.<br /><br />Tamatdery_boledhttp://www.blogger.com/profile/10242059087321130258noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6417611402379692210.post-29243471177949253712009-09-07T10:20:00.000-07:002009-09-07T10:22:05.176-07:00Ibu Heni Dan Temannya<p>Telah sebulan lamanya Andi, seorang pemuda tampan rupawan, berkenalan dengan wanita paruh baya berumur empat puluh lima tahun bernama Bu Henny, istri seorang pejabat teras pemerintah pusat di Jakarta. Berawal saat mereka bertemu di sebuah department store di kawasan Senen dekat tempat Andi bekerja. Ketika itu Andi dengan tidak sengaja menolong Bu Henny waktu wanita itu mencari sesuatu yang terjatuh dari tas tangan yang dibawanya. Dari pertemuan itulah kemudian keduanya memulai hubungan teman yang kini berkembang menjadi lebih erat, perselingkuhan!<br /><br />Pemuda lajang yang berwajah tampan itu telah membuat Bu Henny jatuh hati hingga tak dihiraukannya lagi status dirinya sebagai istri seorang pejabat. Ditambah dengan kebiasaan buruk dan kondisi keluarganya yang memang penuh pertengkaran akibat suami yang doyan menyeleweng seperti layaknya kebiasaan para pejabat pemerintah yang tak pernah lepas dari perihal korupsi, kolusi, nepotisme dan perilaku seks yang selama ini selalu diarahkan pada generasi muda sebagai kambing hitam.<br /><br />Pertemuan pertama yang begitu mengesankan bagi kedua orang itu telah membawa mereka mengarungi petualangan demi petualangan cinta yang dari hari ke hari semakin membuat mereka mabuk asmara. Kencan-kencan rahasia yang selalu mereka lakukan di saat suami Bu Henny melakukan tugas ke luar negeri telah menjadi sebuah jadwal rutin bagi keduanya untuk semakin mendekatkan diri. Nafsu seksual Bu Henny yang meledak-ledak dan terpendam, menemukan tempat yang begitu ia impikan semenjak bertemu pemuda itu. Sebagai pemuda lajang yang juga masih memiliki keinginan libido seksual yang tinggi, Andipun tak kalah menikmatinya.<br /></p><br />Bu Henny seperti memberi semua yang pemuda itu dambakan. Kepuasan seksual yang ia peroleh dari hubungannya dengan istri pejabat itu benar-benar telah membuat hidupnya bahagia. Dendam pribadinya sebagai anak muda yang merasa sangat tertipu oleh para pejabat negara seperti terlampiaskan dengan melakukan perselingkuhan itu. Ditambah lagi dengan pesona tubuh Bu Henny yang sangat ia sukai. Sesuai dengan seleranya yang suka pada tubuh montok ibu-ibu dengan postur tubuh bahenol dan payudara besar seperti yang dimiliki wanita itu benar-benar pas seperti seleranya.<br /><br />Postur tubuh Bu Henny yang bongsor dengan pantat, pinggul dan buah dada yang besar memang telah membuat Andi menjadi gila seks hingga dalam setiap hubungan badan yang mereka lakukan keduanya selalu menemukan kepuasan seks yang hebat. Apalagi dengan bentuk kemaluan yang besar dan sangat panjang dari Andi semakin membuat Bu Henny tak pernah puas dan selalu haus dengan hubungan seksual mereka. Kemaluan Andi yang besar dan panjang serta kemampuannya menaklukkan nafsu kewanitaan Bu Henny hingga wanita itu harus bangkit lagi untuk mengimbangi permainan Andi telah melahirkan gairah yang selalu membara pada diri wanita itu. Tak bosan-bosannya mereka melakukan persetubuhan dimana mereka merasa aman dan nyaman. Hari-hari kedua insan yang mabuk kepuasan seks itupun berjalan lancar dan penuh kenikmatan.<br /><br />Bulan November tahun 1996, Andi meminta cuti selama satu minggu. Pemuda tampan itu telah sebulan sebelumnya merencanakan untuk menghabiskan liburan di sebuah pulau kecil lepas pantai Bali. Perusahaan tempat ia bekerja memberinya tiket gratis untuknya. Sementara di lain tempat, suami Bu Henny mendapat tugas ke luar negeri untuk jangka waktu yang cukup panjang. Hingga saat Andi mengatakan rencananya pada wanita itu Bu Henny langsung menyambutnya dengan penuh suka cita. Dengan gemas ia membayangkan apa yang akan mereka lakukan di pulau kecil itu. Dengan kemewahan hotel berbintang lima yang eksklusif, tak tertahankan rasanya untuk segera melakukan hal itu. Benaknya kian dipenuhi bayangan kebebasan seks yang akan ia tumpahkan bersama Andi.<br /><br />Tiba saatnya mereka berangkat ke Bali, keduanya bertemu di airport dan langsung berpelukan mesra sepanjang perjalanan. Tak terasa penerbangan satu jam lebih itu telah membawa mereka sampai di tujuan. Bagaikan sepasang pengantin baru keduanya begitu mesra hingga feri yang membawa mereka menuju pulau Nusa Lembongan itu telah merapat di sebuah dermaga kecil tepat di depan hotel tempat mereka menginap. Keduanya langsung menuju lobby dan melakukan prosedur check in. Tergesa-gesa mereka masuk ke sebuah bangunan villa yang telah dipesan Bu Henny dan langsung menghempaskan tubuh mereka di tempat tidur. Dengan nafas yang terdengar turun naik itu keduanya langsung bergumul dan saling mengecup. Bibir mereka saling memagut disertai rabaan telapak tangan ke arah bagian-bagian vital tubuh mereka. Saat tangan Bu Henny meraba punggung Andi, pemuda itu dengan perlahan melepaskan kancing gaun terusan yang dikenakan Bu Henny hingga gaun itu terlepas dari tubuhnya.<br /><br />Kini tampak tubuh putih mulus dan bahenol itu terbuka. Dadanya yang membusung ke depan dengan buah payudara yang besar masih dilapisi BH putih berenda itu terlihat semakin menantang dan membuat nafsu Andi semakin tak tertahan. Disingkapnya BH itu kebawah hingga buah dada Bu Henny tersembul dihadapannya. Bibir Andi langsung menyambut dengan kecupan.<br />“aahh…, hhmm”, desah Bu Henny, kecupan Andi membuatnya merasakan kenikmatan khas dari mulut pemuda itu saat Andi mulai menyedot putingnya.<br /><br />Perempuan itu terus mendesah sambil berusaha melepaskan celana yang dikenakan Andi, setelah berhasil melepaskan celana panjang itu tangan Bu Henny langsung meraih batang penis Andi yang telah tegang mengeras. Dirabanya lembut sambil mengusap-usap kepala penis yang begitu disukainya itu.<br />“ooohh…, Bu…, ooohh”, kini desahan Andi terdengar menimpali desahan Bu Henny, kecupan pemuda itupun kini menuju ke arah bawah dada Bu Henny yang terus-menerus mendesah menahan nikmatnya permainan lidah Andi yang terasa menari di permukaan kulitnya. Perlahan pemuda itu menuju ke daerah bawah pusar Bu Henny yang ditumbuhi bulu-bulu halus dari sekitar daerah kemaluannya. Dengan pasrah Bu Henny mengangkang membuka pahanya lebar untuk memberi jalan pada Andi yang semakin asik itu. Jari tangan pemuda itu kini menyibak belahan kemaluan Bu Henny yang menantang, dan dengan penuh nafsu ia mulai menjilati bagian dalam dinding vagina wanita paruh baya itu. Andi tampak begitu buas menyedot-nyedot clitoris diantara belahan vagina itu sehingga Bu Henny semakin tampak terengah-engah merasakannya.<br /><br />“uuuhh…, uuuhh…, uuuhh…, ooohh…, ooohh…, teruuusss sedooot sayaang…, ooohh pintaar kamu Andi…, ooohh”, kini terdengar Bu Henny setengah berteriak.<br />Andi semakin terlihat bersemangat mendengar teriakan nyaring Bu Henny yang begitu menggairahkan. Seluruh bagian dalam dinding vagina yang berwarna kemerahan itu dijilatnya habis sambil sesekali tangannya bergerak meraih susu Bu Henny yang montok itu, dengan gemas ia meremas-remasnya. Kenikmatan itupun semakin membuat Bu Henny menjadi liar dan semakin tampak tak dapat menguasai diri. Wanita itu kini membalik arah tubuhnya menjadi berlawanan dengan Andi, hingga terjadilah adegan yang lebih seru lagi.<br /><br />Kedua insan itu kini saling meraih kemaluan lawannya, Andi menjilati liang vagina Bu Henny sementara itu Bu Henny menyedot buah penis pemuda itu keluar masuk mulutnya. Ukuran penis yang besar dan panjang itu membuat mulutnya penuh sesak. Ia begitu menyenangi bentuknya yang besar, penis yang selalu membuatnya haus. Buah penis itulah yang selama ini dapat memuaskan nafsu birahinya yang selalu membara. Dibanding milik suaminya tentulah ukuran penis Andi jauh lebih besar, penis suaminya tak lebih dari satu perlima ukuran penis pemuda itu. Ditambah lagi dengan kemampuan Andi yang sanggup bertahan berjam-jam sedang suaminya paling hanya dapat membuat wanita itu ngos-ngosan. Sungguh suatu kepuasan yang belum pernah ia rasakan dari siapapun seumur hidupnya selain dari Andi.<br /><br />Belasan menit sudah mereka saling mempermainkan kemaluan masing-masing membuat keduanya merasa semakin ingin melanjutkan indehoy itu ketahap yang lebih hebat. Bu Henny bahkan tak sadar bahwa ia belum melepas sepatu putih yang dikenakannya dalam perjalanan.<br /><br />Nafsu mereka yang telah tak tertahankan itu membuat keduanya seperti tak peduli akan hal-hal lain. Bu Henny kini langsung menunggangi Andi dengan arah membelakangi pemuda itu. Digenggamnya sejenak penis Andi yang sudah tegang dan siap bermain dalam vaginanya itu, lalu dengan penuh perasaan wanita itu menempelkannya di permukaan liang vaginanya yang telah basah dan licin, dan “Sreeeppp bleeesss”, penis Andi menerobos masuk diiringi desahan keras dari mulut mereka yang merasakan nikmatnya awal senggama itu.<br /><br />“ooo…, hh…”, teriak Bu Henny histeris seketika merasakan penis itu menerobos masuk ke liang vaginanya yang seakan terasa sangat sempit oleh ukuran penis pemuda itu.<br />“aahh…, Buu…, enaakkk”, Balas Andi sambil mulai mengiringi goyangan pinggul Bu Henny yang mulai turun naik di atas pinggangnya. Matanya hanya menatap tubuh wanita itu dari belakang punggungnya. Tangan Andi meraih pinggang Bu Henny sambil membelainya seiring tubuh wanita itu yang bergerak liar di atas pinggang Andi.<br />“Ohh Andi…, ooohh sayang…, enaaknya yah sayang ooohh…, ibu suka kamu sayang ooohh…, enaknya And…, penis kamu enaakkk”, desah Bu Henny sambil terus bergoyang menikmati penis Andi yang terasa semakin lezat saja. Andipun tak kalah senang menikmati goyangan wanita itu, mulutnya juga terdengar mendesah nikmat.<br />“aauuu…, ooohh vagina ibu juga nikmat, oooh lezatnya oohh bu, ooohh goyang terus bu..”.<br /><br />“Sini tanganmu sayang remas susu ibu..”, tangan Bu Henny menarik tangan Andi menuju buah dadanya yang menggantung dan bergoyang mengikuti irama permainan mereka. Andi meraihnya dan langsung meremas-remas, sesekali puting susu itu dipilinnya. Bu Henny semakin histeris”,aauuu…, ooohh enaak, remeeess teruuus susu ibu Andi…, ooohh…, nikmat…, ooohh Andi”.<br />“Ohh Bu Henny…, ooohh Bu enaknya goyang ibu ooohh terus goyang ooohh sampai pangkal bu ooohh…, tekan lagi ooohh angkat lagi ooohh…, mmhh ooohh vaginanya enaakkk bu ooohh”, teriak Andi mengiringinya, kamar villa yang luas itu kini penuh oleh teriakan nyaring dan desahan bernafsu dari kedua insan yang sedang meraih kepuasan seks secara maksimal itu. Bu Henny benar-benar seperti kuda betina liar yang baru lepas dari kandangnya. Gerakannya diatas tubuh Andi semakin liar dan cepat, menunjukkan tanda-tanda mengalami klimaks permainannya. Sementara itu Andi hanya tampak biasa saja, pemuda itu masih asik menikmani goyangan liar Bu Henny sambil meremasi payudara wanita itu bergiliran satu per satu.<br /><br />Lima belas menit saja adagan itu berlangsung kini terlihat Bu Henny sudah tak dapat lagi menahan puncak kenikmatan hubungan seksual itu. Lalu dengan histeris wanita itu berteriak keras dan panjang mengakhiri permainannya.<br />“ooouuu…, ooo…, aa…, iiihh…, ibu keluaarrr…, ooo…, nggak tahaann laagiii enaaknyaa Andi…, ooohh”, teriaknya panjang setelah menghempaskan pantatnya ke arah pinggang Andi yang membuat kepala penis pemuda itu terasa membentur dasar liang rahimnya, cairan kental yang sejak tadi ditahannya kini muncrat dari dalam rahim wanita itu dan memenuhi rongga vaginanya.<br /><br />Sesaat Andi merasakan vagina Bu Henny menjepit nikmat lalu ia merasakan penisnya tersembur cairan kental dalam liang kemaluan wanita itu, vagina itu terasa berdenyut keras seiring tubuh Bu Henny yang mengejang sesaat lalu berbah lemas tak berdaya.<br />“ooohh An, ibu nggak kuat lagi…, Istirahat dulu ya sayang?”, pintanya pada Andi sambil melepaskan gigitan vaginanya pada penis pemuda itu.<br />“Baiklah Bu”, sahut Andi pendek, ia mencoba menahan birahinya yang masih membara itu sambil memeluk tubuh Bu Henny dengan mesra.<br /><br />Penis pemuda itu masih tampak berdiri tegang dan keras. Dengan mesra dicumbunya kembali Bu Henny yang kini terkapar lemas itu. Andi kembali meraba belahan kemaluan Bu Henny yang masih basah oleh cairan kelaminnya, jarinya bermain mengutil titik kenikmatan di daerah vagina wanita itu. Bibirnyapun tak tinggal diam, ia kembali melanjutkan jilatannya pada sekitar puting susu Bu Henny. Sesekali diremasnya buah dada berukuran besar yang begitu disenanginya itu. Kemudian beberapa saat berlalu, Bu Henny menyuruhnya berjongkok tepat di atas belahan buah dada itu, lalu wanita itu meraih sebuah bantal untuk mengganjal kepalanya. Ia meraih batang penis Andi yang masih tegang dan mulai mengulumnya, tangan wanita itu kemudian meraih payudaranya sendiri dan membuat penis Andi terjepit diantaranya. Hal itu rupanya cukup nikmat bagi Andi sehingga ia kini mendongak menahan rasa lembut yang menjepit buah penisnya. Sementara itu tangan pemuda itu terus bermain di permukaan vagina Bu Henny, sesekali ia memasukkan jarinya ke dalam liang kemaluan itu dan mempermainkan clitorisnya sampai kemudian beberapa saat lamanya tampak Bu Henny mulai bangkit kembali.<br /><br />“Hmm…, Andi, kamu memang pintar sayang, kamu buat ibu puas dan nyerah, sekarang kamu buat ibu kepingin lagi, aduuuh benar-benar hebat kamu An”, puji Bu Henny pada Andi.<br />“Saya rasa suasana ini yang membuat saya jadi begini Bu, saya begitu menikmatinya sekarang, nggak ada rasa takut, kuatir ketahuan suami ibu atau waswas. Ibu juga kelihatan semakin menggairahkan akhir-akhir ini, saya semakin suka sama badan ibu yang semakin montok”<br />“Ah kamu bisa aja, An. Masa sih ibu montok, yang bener aja kamu”.<br />“Bener lho, Bu. Saya begitu senang sama ibu belakangan ini, rasanya kenikmatan yang ibu berikan semakin hari semakin hebat saja”.<br />“Mungkin ibu yang semakin bersemangat kalau lagi main sama kamu, gairah ibu seperti meledak-ledak kalau udah main sama kamu. Tapi, ayo dong kita mulai lagi, ibu jadi mau main lagi nih kamu bikin. iiih hebatnya kamu sayang”, kata Bu Henny sambil mengajak Andi kembali membuka permainan mereka yang kedua kali.<br /><br />Masih di atas tempat tidur itu, kini Andi mengambil posisi di atas Bu Henny yang berbaring menghadapnya. Tubuhnya siap menindih tubuh Bu Henny yang bahenol itu. Perlahan tapi pasti Andi masuk dan mulai bergoyang penuh kemesraan. Di raihnya tubuh wanita itu sambil menggoyang penuh perasaan. Sepasang kemaluan itu kembali saling membagi kenikmatannya. Suara desahan khas mulai terdengar lagi dari mulut mereka, diiringi kata-kata rayuan penuh nikmat dan gairah cinta.<br /><br />Kini Andi semakin garang meniduri wanita itu. Gerakannnya tetap santai namun genjotan pinggulnya pada tubuh Bu Henny tampak lebih bertenaga. Hempasan tubuh Andi yang kini turun naik di atas tubuh Bu Henny sampai menimbulkan suara decakan pada permukaan kemaluan mereka yang beradu itu. Bibir mereka saling pagut, kecupan disertai sedotan di leher keduanya semakin membuat suasana itu menjadi tegang dan menggairahkan. Teriakan-teriakan nyaring keluar dari mulut Bu Henny setiap kali Andi menekan pantatnya ke arah pinggul wanita itu.<br /><br />Beberapa saat lamanya mereka lalu berganti gaya. Bu Henny menempatkan dirinya di atas tubuh Andi, dibiarkannya Andi menikmati kedua buah dadanya yang menggantung. Dengan leluasa kini pemuda itu menyedot puting susu itu secara bergiliran. Tak puas-puasnya Andi menikmati bentuknya yang besar itu, ia begitu tampak bersemangat sambil sebelah tangannya meraba punggung Bu Henny. Buah dada besar dan lembut nan mulus itupun menjadi kemerahan akibat sedotan mulut Andi yang bertubi-tubi di sekitar putingnya. Sementara Bu Henny kini asik bergoyang mempermainkan irama tubuhnya yang turun naik bergoyang ke kiri kanan untuk membagi kenikmatan dari kemaluan mereka yang sedang beradu. Penis Andi yang tegang dan keras itu seakan bagai batang kayu jati yang tak tergoyahkan. Sekuat wanita itu mendorong ke arah pinggul Andi sekuat itu pula getaran rasa nikmat yang diperolehnya dari pemuda itu.<br /><br />“ooohh…,ooohh…, ooohh…, enaknya Andi…, ooohh enaknya penis kamu sayang…, ibu ketagihan…, oohh lezatnya…, aahh…, uuuhh…, sedooot teruuus susu ibu…, ooohh sayang ooohh”, desah Bu Henny bercampur jeritan menahan rasa nikmat dari goyang pinggulnya di atas tubuh Andi. Untuk kesekian kalinya sensasi kenikmatan rasa dari penis Andi yang besar dan panjang itu seperti bermain di dalam liang vaginanya. Liang kemaluan yang biasanya hanya merasakan sedikit geli saat bersenggama dengan suaminya itu kini seperti tak memiliki ruang lagi oleh ukuran penis pemuda itu. Seperti biasanya saat dalam keadaan tegang penuh, penis Andi memang menjadi sangat panjang hingga Bu Henny selalu merasakan penis itu sampai membentur dasar liang rahimnya yang paling dalam. Dan keperkasaan pemuda itu yang sanggup bertahan berjam-jam dalam melakukan hubungan seks itu kini kembali membuat Bu Henny untuk kedua kalinya mengalami ejakulasinya. Dengan gerakan yang tiba-tiba dipercepat dan hempasan pinggulnya ke arah tubuh Andi yang semakin keras, wanita itu berteriak panjang mengakhiri ronde kedua permainannya.<br /><br />“aahh…, ahh…, aa…, aahh…, ibu ke…, lu.., ar laagiii…, ooohh…, kuatnya kamu sayang ooohh”. jeritnya kembali mengakhiri permainan itu.”ooohh bu…, enaak ooohh vagina ibu nikmat jepitannya oooh hh…”, balas Andi sambil ikut menggenjot keras menambah kenikmatan puncak yang dialami bu Henny. Pemuda itu masih saja tegar bergoyang bahkan saat Bu Henny telah lemas tak sanggup menahan rasa nikmat yang berubah menjadi geli itu.<br />“aawww…, geliii…, Andi stop dulu, ibu istirahat dulu sayang ohh gila kamu And, kok bisa kayak gini yah?”.<br />“Habiiis ibu sih goyangnya nafsuan banget, jadi cepat keluar kan?”.<br />“Nggak tahu ya An, ibu kok nafsunya gede banget belakangan ini, sejak ngerasain penis kamu ibu benar-benar mabuk kepayang…”, kata Bu Henny sambil menghempaskan tubuhnya di samping Andi yang masih saja tegar tak terkalahkan.<br />“Sabar Bu, saya bangkitkan lagi deh..”, seru pemuda itu sekenanya.<br />“Baiklah An, ibu juga mau bikin kamu puas sama pelayanan ibu, biar adil kan? Sini ibu karaoke penis kamu…, aduuuh jagoanku…, besar dan panjang ooohh…, hebatnya lagi”, lanjut Bu Henny sambil beranjak meraih batang kemaluan Andi yang masih tegang itu lalu memulai karaoke dengan memasukkan penis Andi ke mulutnya.<br /><br />Andi kembali merasakan nikmat dari permainan yang dilakukan wanita itu dengan mulutnya, penis besarnya yang panjang dan masih tegang itu dikulum keluar masuk dengan buas oleh Bu Henny yang tampaknya telah sangat berpengalaman dalam melakukan hal itu. Sambil berlutut pemuda itu menikmatinya sembari meremas kedua buah payudara Bu Henny yang ranum itu. Telapak tangannya merasakan kelembutan buah dada nan ranum yang begitu ia sukai. Dari atas tampak olehnya wajah wanita paruh baya yang cantik itu dengan mulut penuh sesak oleh batang penisnya yang keluar masuk. Sesekali Bu Henny menyentuh kepala penis itu dengan giginya hingga menimbulkan sedikit rasa geli pada Andi.<br />“Auuuww…, nikmat Bu sedot terus aahh, aduuuh enaknya”.<br />“mm…, mm..”, Bu Henny hanya bisa menggumam akibat mulutnya yang penuh sesak oleh penis Andi.<br /><br />Andi terlihat begitu menikmati detik demi detik permainannya, ia begitu menyenangi tubuh bongsor wanita yang berumur jauh lebih tua darinya itu. Nafsu birahinya pada wanita dewasa seperti Bu Henny memang sangat besar. Ia tak begitu menyenangi wanita yang lebih muda atau seumur dengannya. Andi beranggapan bahwa wanita dewasa seperti Bu Henny jauh lebih nikmat dalam bermain seks dibanding gadis ABG yang tak berpengalaman dalam melakukan hubungan seks. Setiap kali ia melakukan senggama dengan Bu Henny ia selalu merasakan kepuasan yang tiada duanya, wanita itu seperti sangat mengerti apa yang ia inginkan. Demikian pula Bu Henny, baginya Andi-lah satu-satunya pria yang sanggup membuatnya terkapar di ranjang. Tak seorangpun dari mantan kekasih gelapnya mampu membuat wanita itu meraih puncak kepuasan seperti yang ia dapatkan dari Andi.<br /><br />Sepuluh menit sudah Andi di karaoke oleh Bu Henny. Kemudian kini mereka kembali mengatur posisi saat wanita itu kembali bangkit untuk yang ketiga kalinya. Ia yang telah terkapar dua kali berhasil dibangkitkan lagi oleh pemuda itu. Inilah letak keperkasaan Andi. Ia dapat membuat lawan mainnya terkapar beberapa kali sebelum ia sendiri meraih kepuasannya. Pemuda itu sanggup bermain dalam waktu dua jam penuh tanpa istirahat. Sejenak mereka bermain sambil berdiri, saling menggoyang pinggul, mirip sepasang penari samba. Namun kemudian dengan cepat mereka menuju kamar mandi dan masuk ke dalam bak air hangat yang luas, sembari mengisi bak rendam itu dengan air mereka melanjutkan permainannya di situ, mereka masuk ke dalam bak dan langsung mengatur posisi di mana Andi menempatkan diri dari belakang dan memasukkan penisnya dari arah pantat Bu Henny.<br /><br />Adegan seru kembali terjadi, teriakan kecil menahan nikmat itu terdengar lagi dari mulut Bu Henny yang merasakan genjotan Andi yang semakin nikmat saja. Diiringi suara tumpahan air dari kran pengisi bath tube itu suasana menjadi semakin menggairahkan.<br />“aahh…, nikmat An, aahh…, ooohh penis kamu sayang ooohh enaak, mmhh lezaatnya ooohh…, genjot yang lebih keras lagi dong…, ooohh enaak”, teriak Bu Henny sejadi-jadinya saat merasakan nikmat di liang vaginanya yang dimasuki penis pemuda itu. Andi juga kini tampak lebih menikmati permainannya, ia mulai merasakan kepekaan pada penisnya yang telah membuat Bu Henny menggapai puncak dua kali itu.<br />“Ooohh…, Bu…, vagina ibu juga nikmat sekali…, ooohh saya mulai merasa sangat nikmat ooohh…, mmhh…, Bu ooohh, Bu Henny ooohh ibu cantik sekali ooohh…, saya merasa bebas sekali”, oceh mulut Andi menimpali teriakan gila dari Bu Henny yang juga semakin mabuk oleh nikmatnya goyang tubuh mereka.<br /><br />Keduanya memang tampak liar dengan gerakan yang semakin tak terkendali. Beberapa kali mereka merubah gaya dengan beragam variasi seks yang sangat atraktif. Kadang di pinggiran bath tub itu Bu Henny duduk mengangkang dengan pahanya yang terbuka lebar sementara Andi berjongkok dari depannya sambil menggoyang maju mundur, mulutnya tak pernah lepas menghisap puting susu Bu Henny yang montok dan besar itu. Bunyi decakan cairan kelamin yang membeceki daerah pangkal kemaluan yang sedang beradu itupun kini terdengar bergericik seiring pertemuan kemaluan mereka yang beradu keras oleh hempasan pinggul Andi yang menghantam pangkal paha Bu Henny.<br /><br />“Aduuuhh Annndiii…, enaaknya goyang kamu sayang ooohh…, teruuus…, aahh genjot yang keraass…, ooohh sampai puaasss…, hhmm enaakk sayangg…, mmhh nikmaatttnya…, ooohh…, enaknya genjotan kamu…, ooohh…, Andi sayang oooh kamu pintar sekali ooohh ibu nggak mau berhenti sama kamu…, ooohh.., jagonya kamu sayang ooohh genjot terus yang keras”.<br />“Ohh Bu Henny, ibu juga punya tubuh yang nikmat, nggak mungkin saya bosan sama ibu, ooohh…, apalagi susu ini…, ooohh mm…, enaknya…, baru sekali ini saya ketemu wanita cantik manis dengan tubuh yang begitu aduhai seperti ibu, oooh Bu Henny…, goyang ibu juga nikmat sekali oooh meski ibu sudah punya anak tapi vagina ini rasanya nikmat sekali bu, ooohh susu ibu juga mm…, susu yang paling indah yang pernah saya lihat…, auuuhh enaaknya vagina ini…, ooohh…, penis saya mulai sedikit peka bu”, balas Andi memuji wanita itu.<br /><br />Keduanya terus saling menggoyang sambil memuji kelebihan masing-masing, ocehan mereka berkisar pada kenikmatan seks yang sedang mereka alami saat ini. Andi memuji kecantikan dan kemolekan tubuh Bu Henny, sedang wanita itu tak henti-hentinya memuji keperkasaan dan kenikmatan yang ia dapatkan dari Andi. Beberapa saat berlalu, mereka kembali merubah variasi gayanya menjadi gaya anjing, Bu Henny menunggingkan pantatnya ke arah Andi lalu pemuda itu menusukkan kemaluannya dari arah belakang. Terjadilah adegan yang sangat panas saat Andi dengan gerakan yang cepat dan goyang pinggul yang keras memnghantam ke arah pantat Bu Henny. Wanita itu kini menjerit lebih keras, demikian pula dengan Andi yang saat ini mulai merasakan akan menggapai klimaks permainannya.<br /><br />“ooohh…, ooohh…, ooohh…, aauuuhh…, ennnaakkk…, An.. Di sayang…, genjooot…, ibu mau keluaar lagii…, ooohh…, nggaak tahan lagi sayang…, nikmaat ooohh”, jerit nyaring Bu Henny yang ternyata juga sedang mengalami ejakulasi, vaginanya merasakan puncak kenikmatan itu seperti sudah diambang rahimnya. Ia masih mencoba untuk bertahan.<br /><br />Demikian halnya dengan Andi yang kini sedang mempercepat gerakan pinggulnya menghantam pantat Bu Henny untuk meraih kenikmatan maksimal dari dinding vagina wanita itu. Kepala penisnyapun mulai berdenyut menandakan puncak permainannya akan segera tiba. Buru-buru diraihnya tubuh Bu Henny sambil membalikkan arahnya menjadi berhadapan, lalu kemudian ia mengangkat sebelah kaki wanita itu ke atas dan dengan gesit memasukkan buah penisnya kembali ke liang vagina Bu Henny.<br /><br />“oooh Bu, saya juga mau keluar. Kita pakai gaya ini yah?! Saya mau keluarkan sekarang juga…, aauuuhh Bu Henny sayang…, ooohh…, enaakkk…, ooohh…, vagina ibu njepit…, enaak”, teriak Andi diambang puncak kenikmatannya, ia begitu kuat merasakan cairan sperma yang sudah siap meluncur dari penisnya yang dalam keadaan puncak ketegangannya itu. Kemaluannya terasa membesar sehingga vagina Bu Henny terasa makin sempit dan nikmat. Wanita itupun merasakan hal yang tak kalah nikmatnya, vaginanya seakan sedang merasakan nikmat yang super hebat dan membuat wanita itu tak dapat lagi menahan keluarnya cairan kelamin dari arah rahimnya.<br /><br />“ooohh…, aahh…, ibu keeeluuuaarrr laagii…, aahh enaakkk…, Andiii”, teriak Bu Henny mengakhiri permainannya, disaat bersamaan Andi juga mengalami hal yang sama. Pemuda itu tak dapat lagi menahan luncuran cairan spermanya, hingga penisnya pun menyemprotkan cairan itu ke dalam rongga vagina Bu Henny dan membuatnya penuh, dinding vagina itu seketika berubah menjadi sangat licin akibat dipenuhi cairan kelamin kedua manusia itu. Andi tampak tak kalah seru menikmati puncak permainannya, ia berteriak sekeras-kerasnya.<br />“aahh…, saya keluaarr juga Bu Henny ooohh…, ooohh…, air mani saya masuk ke dalam vagina ibu…, ooohh…, lezaat…, ooohh Bu Henny sayaanng…, ooohh Bu Henny…, enaak”, jeritnya sambil mendekap wanita itu dengan keras dan meresapi sembuaran spermanya dalam jumlah yang sangat banyak. Cairan putih kental itu sampai keluar meluber ke permukaan vagina Bu Henny.<br /><br />Akhirnya kedua insan itu ambruk dan saling mendekap dalam kolam air hangat yang sudah penuh itu. Mereka berendam dan kini saling membersihkan tubuh yang sudah lemas akibat permainan seks yang begitu hebat. Mereka terus saling mencumbu dan merayu dengan penuh kemesraan.<br />“Andi sayang…”, panggil Bu Henny.<br />“Ya, bu”.<br />“Kamu mau kan terus main sama ibu?”.<br />“Maksud ibu?”.<br />“Maksud ibu, kamu mau kan terus kencan gini sama ibu?”.<br />“Oh itu, yah jelas dong bu, masa sih saya mau ninggalin wanita secantik ibu”, jawab Andi sambil memberikan kecupan di pipi Bu Henny.<br />“Ibu pingin terus bisa menikmati permainan ini, nggak ada yang bisa memuaskan birahi ibu selain kamu. Suami ibu nggak ada apa-apanya kalau dibandingkan dengan kamu. Dulu sebelumnya ibu juga pernah pacaran sama pegawai bawahan suami ibu tapi ah mereka sama saja, hanya nafsu saja yang besar, tapi kalau sudah main kaya ayam, baru lima menit sudah keluar”.<br />“Yah saya maklum saja bu, tapi ibu jangan kuatir. Saya akan terus menuruti kemauan ibu, saya juga senang kok main sama ibu. Dari semua wanita yang pernah saya kencani cuma Ibu deh rasanya yang paling hebat bergoyang. Bentuk tubuh Ibu juga saya paling suka, apalagi kalau yang ini nih..”, kata Andi sambil memilin puting susu Bu Henny.<br />“Auuuw…, Andi! geliii aahh…, ibu udah nggak tahan…, nanti lagi ah”, jerit Bu Henny merasakan geli saat Andi memilin puting susunya.<br /><br />Keduanya terus bercumbu rayu hingga saat beberapa puluh menit kemudian mereka mengeringkan badan lalu beranjak menuju tempat tidur. Di sana lalu mereka saling dekap dan hanyut dalam buaian kantuk akibat kelelahan setelah permaian seks yang hebat itu. Merekapun tertidur lelap beberapa saat kemudian. Masih dalam keadaan telanjang bulat keduanya terlelap dalam dekapan mesra mereka. Dua jam lamanya mereka tertidur sampai saat senja tiba mereka terbangun dan langsung memesan makan malam di kamar.<br /><br />Hari pertama itu Andi dan Bu Henny benar-benar seperti gila seks. Permainan demi permainan mereka lakukan tanpa mengenal berhenti. Saat malam tiba keduanya kembali melampiaskan nafsu birahi mereka sepuas-puasnya. Klimaks demi klimaks mereka raih, sudah tak terkira puncak kenikmatan yang telah mereka lalui malam itu. Dengan hanya diselingi istirahat beberapa belas menit saja mereka kembali lagi melakukannya. Dari pukul delapan malam sampai menjelang jam empat pagi mereka dengan gila mengumbar nafsu seks mereka di villa yang luas itu. Berbagai macam obat kuat dan ekstasi mereka minum untuk memperkuat tenaganya. Minuman keras mereka tegak sampai mabuk untuk menyelingi permainan itu. Televisi yang ada di kamar itupun mereka putarkan Laser Disc porno yang telah mereka siapkan dari Jakarta, sambil melihat adegan seks di TV itu mereka menirukan semua gerakannya.<br /><br />Malam itu sungguh menjadi malam birahi yang panjang bagi kedua orang yang sedang mabuk seks itu. Begitu salah satu dari mereka merasa lemas mereka langsung menegak pil kuat pembangkit tenaga yang telah mereka siapkan. Belasan botol bir sudah habis ditegak Andi ditambah beberapa piring sate kambing untuk membuatnya selalu tegang dan panas. Barulah menjelang dini hari mereka terkapar lemas kemudian tertidur lelap tanpa busana. Kamar itupun tampak berantakan akibat permainan yang mereka lakukan di sembarang tempat, dari tempat tidur sampai kamar mandi, meja makan, sofa, lantai karpet, sampai toilet jongkok yang ada di kamar mandi.<br /><br />Keesokan harinya mereka masih tampak terlelap sampai siang menjelang sore, tubuh mereka terasa penat dan malas.<br />“Huuuaahhmm”, terdengar Andi menguap.<br />“Kamu sudah bangun sayang?”, tanya Bu Henny begitu mendengar suara pemuda itu, ia lebih dahulu bangun untuk mengambil pesanan minuman yang ditaruh di meja teras samping kolam renang pribadi yang ada di villa itu. Secangkir kopi ia ambilkan untuk Andi lalu wanita itu beranjak keluar kamar menuju kolam renang di depan kamar mereka. Dengan bebas ia lalu membuka gaun tidur yang dikenakannya dan bermain di kolam renang itu. Andi hanya memperhatikan dari dalam kamar. Villa itu memang dibatasi oleh tembok tinggi bergaya tradisional Bali dengan halaman yang luas. Gerbangnyapun dapat dikunci dari dalam sehingga aman bagi tamu dari gangguan. Mereka juga telah memesan agar tidak diganggu selama hari pertama sampai ketiga agar mereka dapat menikmati kepuasan yang mereka inginkan itu secara maksimal.<br /><br />Andi memandang tubuh Bu Henny dari kejauhan sambil membayangkan apa yang telah diraihnya dari wanita paruh baya yang telah bersuami itu. Betapa beruntungnya ia yang hanya seorang biasa pegawai perusahaan swasta itu dapat menggauli istri pejabat tinggi pemerintah yang biasanya sangat sulit didapatkan orang lain. Seleranya pada wanita dewasa yang berumur jauh di atasnya menjadikan pemuda itu sangat menikmati hubungan gelapnya dengan Bu Henny. Tubuh wanita itu putih mulus dengan wajah manis menggairahkan, buah dada yang begitu menantang dengan ukuran yang besar ditambah lagi dengan goyang tubuhnya yang aduhai menjadikannya benar-benar sempurna di mata Andi.<br /><br />Dari jauh ia menatap tajam ke arah Bu Henny yang kini duduk di pinggiran kolam itu, tampak jelas saat wanita itu sedikit mengangkang memperlihatkan daerah kemaluannya yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Itu adalah bagian yang paling disukai Andi, dalam setiap hubungan seks yang mereka lakukan Andi tak pernah sekalipun melewatkan kesempatannya untuk menjilati daerah itu. Aromanya yang khas dengan permukaan bibir vagina yang merah merekah menjadikannya selalu tampak menantang dan membangkitkan nafsu birahi.<br /><br />Umur Bu Henny sudah lebih dari empat puluh tahun justru menambah gairah pemuda itu, ia merasa benar-benar mendapatkan apa yang ia inginkan dari Bu Henny. Gairah dan nafsu birahi yang selalu membara, kedewasaan berfikir maupun teknik bermain cinta yang begitu ia sukai semua ia dapatkan darinya. Kehangatan tubuh wanita bersuami itu sungguh cocok dengan selera Andi. Kehangatan yang tak pernah sekalipun ia dapatkan dari wanita muda, apalagi ABG yang sok seksi seperti yang banyak terdapat di kota-kota besar. Ia sudah bosan dan muak dengan anak-anak kecil yang murahan dan hanya mengenal seks secara pas-pasan itu. Namun hubungannya dengan Bu Henny kini seperti memberinya pengalaman lebih tentang seks dan segala misteri yang ada di dalamnya. Teknik-teknik menikmati senggama yang sebelumnya hanya ia baca dari buku tuntunan seks itu kini dapat ia praktikkan dan rasakan kenikmatannya dari tubuh Bu Henny. Bahkan Bu Henny seperti menuntunnya ke arah kesempurnaan teknik seks yang hari demi hari semakin terasa memabukkan.<br /><br />Beberapa saat memandangi tubuh bugil itu membuat Andi kembali terangsang. Iapun kemudian beranjak bangun dari tempat tidur dan menyambar sebuah handuk lalu berjalan menghampiri Bu Henny di pinggir kolam itu. Sambil tersenyum Bu Henny menyambutnya dengan sebuah kecupan mesra, Andi merangkulnya dari belakang dan dengan perlahan kemudian mereka masuk ke kolam dan berenang dengan bebas. Mereka asik bermain dengan air, saling menyiram sambil sesekali menggelitik daerah vital. Keduanya bercanda puas dengan sangat bebas. Dunia bagaikan milik mereka berdua di tempat itu. Bu Henny memang sengaja memesan villa dengan bangunan dan lokasi khusus yang jauh dari keramaian, dengan segala fasilitas yang bersifat pribadi seperti kolam, taman dan pantai pribadi yang tertutup untuk tamu lain semua menjadi milik mereka berdua. Dengan sepuas hati mereka menghabiskan sisa waktu siang hari itu untuk bermain di kolam maupun di pantai, berenang kemudian saling berkejaran di pantai dan taman villa itu. Tak ketinggalan mereka melakukan hubungan seks yang cukup seru di kolam renang, hingga hari itu mereka benar-benar sangat ceria.<br /><br />Senjapun tiba, kedua manusia yang dimabuk nafsu birahi itu rupanya sudah terlalu lelah untuk kembali melakukan senggama seperti yang mereka perbuat kemarin. Kini keduanya tampak duduk di sebuah sofa di teras villa itu sambil menikmati snack dan minuman ringan yang mereka pesan. Beberapa saat kemudian dua orang pelayan hotel mengantarkan makan malam yang mewah sekalian menata kembali kamar yang berantakan oleh permainan seks yang mereka lakukan hari sebelumnya. Kedua orang pelayan itu seperti heran melihat keadaan kamar yang cukup berantakan, tapi sedikitpun mereka tak berani mengeluh ataupun bercanda pada kedua tamunya karena Bu Henny memang membayar villa termahal ditambah dengan kondisi khusus yang membuat mereka menjadi tamu terpenting yang paling dihormati.<br /><br />Setelah menghabiskan makan malam yang besar dengan menu penuh gizi disertai minuman energi untuk pemulih tenaga itu mereka beranjak naik ke tempat tidur. Bu Henny menyalakan televisi dan memprogram sebuah film horor dari laser disc. Sejenak kemudian mereka sudah terlihat asik saling mendekap sambil menyaksikan film itu hingga larut malam sebelum lalu mereka tertidur saling mendekap mesra. Dua hari itu mereka habiskan dengan mengumbar nafsu birahi sepuas-puasnya hingga kini mereka perlu istirahat yang panjang untuk memulihkan stamina mereka. Hari ketiga mereka habiskan dengan membaca berita dari majalah yang disediakan hotel. Siang harinya mereka mengambil sebuah program hiburan menyelam di laut sekitar pulau itu untuk menyaksikan keindahan bawah laut berupa ikan hias dan karang yang beraneka ragam. Keduanya melakukan itu untuk melengkapi hiburang dan selingan dari tujuan utama mereka, meraih kepuasan seks bebas!<br /><br />Masih di pulau kecil lepas pantai tenggara pulau Bali, Bu Henny dan Andi menghabiskan liburan satu minggu mereka. Keduanya terlihat asyik duduk menikmati matahari terbenam di ufuk barat. Warna kemerahan bercampur birunya laut semakin terlihat indah dengan terdengarnya lagu-lagu yang dimainkan grup hiburan hotel diiringi alat musik akustik spanyol yang eksotik. Pasangan itu mengambil tempat duduk di pojok kanan sebuah hamparan taman rumput dan bonsai yang indah, sedikit terpisah dari tamu yang lain. Mereka tampak sedang menikmati minuman ringan dan seporsi besar sea food berupa lobster dan soup kepiting kegemaran Andi. Sesekali keduanya tampak tertawa kecil bercanda ria membicarakan kisah-kisah lucu yang mereka alami.<br /><br />Beberapa saat kemudian ketika mereka sedang asik bercanda seorang wanita cantik berumur kurang lebih sama dengan Bu Henny datang dari arah belakang mengejutkan mereka. Begitu dekat wanita itu langsung menepuk pundak Bu Henny yang sama sekali tak melihat kedatangannya.<br />“Selamat malam pengantin baru”, ucapnya pada Bu Henny, wanita itu langsung membalikkan badan terkejut mendapat sentuhan tiba-tiba itu. Tapi sesaat setelah mengetahui siapa yang datang, matanya tampak berbinar penuh keceriaan.<br />“Eeeiiihh…, Rani…, aduuuh jantungku hampir copot…, uuuhh hampiiir aja aku mati kaget Ran, eh ngapain kamu di sini dan kok kamu tahu aku disini?”.<br />“Aduh Hen, aku tuh nyari kamu dari rumah sampai ke kolong jembatan tahu nggak, susaah banget”.<br />“lantas siapa yang ngasih info kalu aku di sini”.<br />“Lho kan kamu sendiri yang cerita sama aku sebelum berangkat, kalau kamu mau liburang ke sini”.<br />“Oh iya aku lupa”.<br />“Jelas lupa dong, lha kamu lagi bulan madu kayak gini gimana nggak lupa daratan?”, sahut wanita itu menggoda Bu Henny.<br />“Idiiih kamu nyindir yah?, Awas tak jitak kamu”, lanjut Bu Henny sambil mengacungkan tangannya ke arah wanita itu.<br />“Jitak aja, ntar aku buka kartu kamu di suami kamu, ya nggak?”, sergahnya tak mau kalah.<br />“Alaa…, kalau yang itu sih lapor aja, aku sih sekarang sudah punya jagoan, ngapain takut mikirin si botak jelek itu, huh dasar tua bangka…, moga aja dia mati ketabrak kereta api di Luar negeri, toh paling dia juga lagi nyari jajanan di jalan tuh, siapa nggak tahu sih pejabat pemerintah…, eh ngomong-ngomong aku sampai lupa ngenalin Andi sama kamu, nih dia Arjunaku yang sering kuceritakan sama kamu, Ran. Andi ini Tante Rani, teman akrab ibu dari sejak di SMA dulu”.<br />“Halo Tante…, saya Andi”, kata pemuda itu sambil mengulurkan tangan pada wanita rekan Bu Henny itu. Sejak tadi ia cuma memperhatikan kedua wanita yang tampak saling akrab itu.<br />“Halo juga Andi, Bu Henny pernah juga cerita tentang kamu”.<br />“Eh Ran, kamu ngapain ke sini, pasti deh ada masalah penting di perusahaan, ada apa sih?” tanya Bu Henny penasaran pada Tante Rani, namun raut wajah wanita itu langsung berubah muram saat Bu Henny bertanya.<br />“Aku ada masalah lagi sama suamiku, Hen”, jawabnya sambil menunduk, wanita itu tampak sedih.<br />“Ya ampuuun Ran, aku kan sudah bilang sama kamu seribu kali, kalau suami kamu bikin ulah, kamu harus balas. Jangan bodoh gitu dong ah, jangan sok setia begitu. Eh tahu nggak biar kamu nggak cerita sama aku, tapi aku sudah tahu masalah kamu. Pasti suami kamu nyeleweng lagi kan? Eh Ran, Kamu harus sadar tahu nggak, semua yang namanya pejabat itu bangsat, denger yah, bangsat, nggak bisa dipercaya. Kamu susah amat jadi orang setia. eeehh, suami kamu nikmat-enakan di luar sana tidur sama gadis-gadis muda, sadar Ran, kamu harus gitu juga, jangan kalah”, oceh Bu Henny panjang pada Tante Rina yang masih tertunduk. Bu Henny melanjutkan omelan dan nasehatnya pada wanita itu dengan penuh amarah. Ia seperti tak tega jika teman baiknya itu dijadikan bulan-bulanan oleh sumai yang brengsek seperti umumnya pejabat pemerintah.<br /><br />“Atau gini aja deh, aku nggak mau kamu jadi kusut kayak begini, sebagai sahabat dekat kamu, aku siap ngebantuin kamu supaya bisa ngelupain masalah ini, okay?”, Bu Henny memberi alternatif pada Tante Rani yang sedari tadi hanya bisa terdiam seribu basa.<br />Bu Henny melanjutkan kata-katanya dengan penuh semangat, “Okay Ran, ini mungkin akan ngejutin kamu, tapi itupun terserah apakah kamu mau terima atau tidak ini hanya ide, kalau kamu terima ya bagus kalaupun nggak juga nggak apa-apa kok, dengerin yah..”, sejenak ia menghentikan kata-katanya lalu beberapa saat kemudian ia melanjutkan, “malam ini kamu boleh gabung sama kita berdua, maksudku Andi dan aku, aku nggak keberatan kok kalau Arjunaku harus melayani dua wanita sekaligus, toh aku sendiri rasanya nggak cukup buat dia, ya nggak An?” katanya sembari melirik pada Andi.<br />Pemuda itu langsung terkejut, namun sebelum ia sempat berkata Bu Henny sudah kembali melanjutkan ocehannya, “Tapi, Bu…”<br />“Alaa.., nggak pakai tapi tapi lagi deh, toh kamu juga pasti senang kan?, lagi pula ibu ingin lihat apa kamu sanggup ngalahin kita berdua”.<br />“Tapi Hen”, sergah Tante Rani.<br />“Eh kamu nggak usah malu-malu, pokoknya lihat saja nanti yah, ayo sekarang yang penting kita bisa senang sepuas puasnya, umbar dan raih kepuasan. Nggak ada yang berhak ngelarang kamu Ran”, lanjut Bu Henny tak mau mengalah.<br /><br />Sementara Andi dan Tante Rani hanya terdiam dan saling melirik. Andi yang sejak pertama telah memperhatikan bentuk tubuh Tante Rani yang tak kalah indah dari Bu Henny kini merasakan dadanya berdebar keras. Sudah tergambar di benaknya tubuh dua wanita paruh baya yang sama-sama memiliki tubuh bahenol itu akan ia tiduri sekaligus dalam satu permainan segi tiga yang tak pernah ia lakukan sebelumnya. Dua orang istri pejabat pemerintah dengan wajah cantik manis dan kulit yang putih mulus itu akan ia nikmati sepuas hati.<br /><br />Belum sempat ia berpikir banyak, Bu Henny tiba-tiba memecahkan keheningan.<br />“Heh ngelamun kalian berdua yah, ntar aja di kamar lihat kenyataannya pasti asiiik, ya nggak. Sekarang ayoh pesen minuman lagi”, katanya sambil melambaikan tangan pada pelayan bar.<br />“Dua bir lagi yah, kamu apa Ran, oh yah kamu kan nggak biasa minum”.<br />“Apa aja deh, Hen”.<br />“Kasih Gin Tonic aja deh Mas”, lanjut bu Henny pada pelayan itu.<br />“Baik Bu, saya ulangi, Dua Bir dan Satu Gin Tonic”, ulang si pelayan.<br />Sesaat kemudian mereka telah terlihat asik berbincang sambil tertawa-tawa kecil. Beberapa botol minuman telah mereka habiskan hingga kini ketiganya tampak mulai mabuk. Pembicaraan mereka jadi ngolor ngidur tak karuan diselingi tawa cekikikan dari kedua wanita itu.<br /><br />Pukul setengah sepuluh lewat, mereka bertiga meninggalkan bar terbuka menuju ke villa tempat Andi dan Bu Henny. Ketiga orang itu tampak saling berpelukan sambil sesekali tangan-tangan nakal mereka saling mencubit. Obsesi mereka sudah dipenuhi bayangan yang sama akan apa yang segera akan mereka lakukan di kamar itu, hingga begitu masuk kamar ketiganya langsung saling menyerang di atas tempat tidur yang berukuran besar itu. Dengan nafsu menggelora dan nafas yang terdengar turun naik, ketiganya langsung saling melepas pakaian sampai mereka semua telanjang bulat dan memulai permainan segitiga itu. Andi berbaring telentang menghadap ke atas lalu dengan cepat Bu Henny menyambar kemaluan Andi dan mempermainkan penis yang telah setengah tegang itu dengan mulutnya. Ia mulai menjilat kepala penis sebesar buah ketimun itu dengan penuh nafsu, sementara itu Andi menarik pinggul Tante Rani dan menempatkan wanita itu mengangkang tepat di atas wajahnya sehingga daerah sekitar kemaluan wanita itu terjangkau oleh lidah dan bibir Andi yang siap menjilatinya. Pemuda itu menarik belahan bibir vagina Tante Rani dan mulai menjilat dengan lidahnya.<br /><br />Permainan segitiga itu mulai sudah, Bu Henny mengkaraoke penis Andi dan pemuda itu memainkan lidah dan menyedoti daerah vagina Tante Rani. Suara desahan kini mulai terdengar memecah keheningan suasana malam itu. Decakan suara lidah Andi yang bermain dipermukaan vagina Tante Rani mengiringi desahan wanita itu yang menahan nikmat dari arah selangkangnya. Sementara itu Andi sendiri mulai merasakan kenikmatan dari penisnya yang keluar masuk mulut Bu Henny. Adegan itu berlangsung beberapa saat sebelum kemudian Bu Henny dengan bernafsu mengambil posisi menunggang di atas pinggul Andi dan langsung memaksukkan penis pemuda itu ke dalam liang vaginanya. “Sreeep blesss”, penis besar dan panjang itu menerobos masuk ke dalam liang vagina Bu Henny.<br />“aahh…, enaak”, desahnya begitu terasa penis itu membelah dinding vagina yang seperti terlalu sempit untuk penis pemuda itu.<br /><br />Lain halnya dengan Tante Rani yang sejak pertama terus mendesah keras menahan kenikmatan yang diberikan Andi lewat lidahnya yang menjilati seluruh dinding dan detil-detil alat kelamin wanita itu. Ukurannya tampak lebih tebal dari milik Bu Henny, belahan bibir vagina Tante Rani lebih lebar hingga liangnya tampak lebih nikmat dan menggairahkan.<br /><br />Mengimbangi kenikmatan dari lidah Andi, Tante Rani kini meraih buah dada Bu Henny yang bergelantungan berayun seiring gerakannya di atas pinggul Andi. Kedua wanita yang berada di atas tubuh pemuda itu saling berhadapan dan saling meraih buah dada dan saling meremas membuat adegan itu menjadi semakin panas.<br /><br />“ooouuuhh Hen, nikmat sekali ternyata…, ooohh kamu benar Hen ooohh sedot terus vagina Tante, And.., oooh enaak”, jerit Tante Rani merasakan nikmat itu, nikmat di selangkangannya dan nikmat di buah dadanya yang teremas tangan Bu Henny.<br />“Kamu mau rasain yang ini Ran? uuuh, bakalan ketagihan kamu kalau udah kesentuh buah penis ini”, Bu Henny menawarkan posisinya pada Tante Rani yang sejak tadi tampak heran oleh ukuran penis Andi yang super besar dan panjang itu. Ia kemudian mengangguk kegirangan sambil beranjak merubah posisi mereka. Matanya berbinar dengan perasaan setengah tak percaya ia memandangi buah penis itu.<br /><br />“Uhh besarnya penis ini Hen, pantas kamu jadi gila seks seperti ini.., ooh”, serunya keheranan.<br />“Ayolah segera coba..”, kata Bu Henny sambil menuntun pinggul wanita itu menuju ke arah penis yang sudah tegang dan keras itu. Namun sebelumnya ia menyempatkan diri menjilati vagina Tante Rani yang tampak merah menggairahkan itu.<br />“Aduuuh Ran, bagusnya bentuk vagina kamu..”, seru wanita itu sambil menjulurkan lidahnya ke arah kemaluan Tante Rani. Sejenak ia menyempatkan diri memberi sentuhan lidahnya pada vagina Tante Rani.<br /><br />“Iiihh kamu Hen, aku udah nggak sabar nih katanya sambil menggenggam batang kemaluan Andi. Kemudian dengan gesit di tuntunnya penis itu sampai permukaan vaginanya yang tampak basah oleh air liur Andi dan Bu Henny Dan.., “Sreeettt”, “Auuuwwww Andiii…, vaginaku rasanya robek Henny aduuuh..”, jeritnya tiba-tiba saat merasakan penis Andi yang menerobos masuk liang vaginanya. Lubang itu terasa sangat sempit hingga ia merasakan sedikit perih seperti waktu merasakan pecah perawan di malam pengantin barunya dulu. Namun beberapa saat kemudian ia mulai merasakan kenikmatan maha dahsyat dari penis besar itu. Ia mulai bergoyang perlahan, rasa perih telah berubah menjadi sangat nikmat.<br />“uuuhh…, aahh…, ooohh enaakkk, Andi ooohh Hen, baru pertama kali aku ngerasain penis segede ini Hen, ooohh pantas kamu begitu senang berselingkuh…, oooh Hen…, aku bakalan ketagihan kalau seperti ini nikmatnya…, ooohh”, wanita itu mulai mengoceh saat menikmati penis besar Andi yang keluar masuk liang vaginanya.<br /><br />Sementara Bu Henny kini menikmati permainan lidah Andi pada permukaan vaginanya yang berada tepat di atas wajah pria itu. Andi sesekali menyedot keras clitoris Bu Henny yang merah sebesar biji kacang di celah vaginanya hingga wanita itu berteriak geli. Dua orang wanita itu kembali saling meremas buah dada. Keduanya dalam posisi berhadap-hadapan. Tangan Andipun sebelah tak mau ketinggalan meremas sebelah susu Bu Henny yang tak sempat diremas Tante Rani. Bergilir diraihnya payudara montok kedua wanita yang menidurinya itu. Penisnya yang tegang terus keluar masuk oleh gerakan naik turun Tante Rani di atas pinggulnya. Goyangan wanita itu tak kalah hebatnya dengan Bu Henny, ia sesekali membuat putaran pada poros pertemuan kemaluannya dengan penis Andi sehingga kenikmatan itu semakin sensasional. Namun itu hanya dapat ia tahan selama lima belas menit, ketika Andi ikut menekan pinggangnya ke atas menghantam posisi Tante Rani, wanita itu berteriak panjang dengan vagina yang berdenyut keras dan cairan kelamin yang tiba-tiba meluncur dari dasar liang rahimnya.<br />“ooohh Anndiii Taantee keluaarr…, ooohh enaak, Henny aku nggak kuat lagi ooohh…, nikmatnya penis ini…, ooh enaakkk”, teriaknya panjang sebelum kemudian terkapar disamping Andi dan Bu Henny yang masih ingin melanjutkan permainan itu. Andi bangkit sejenak dan memberikan ciuman pada Tante Rani, lau mengatur posisi baru dengan Bu Henny.<br /><br />“Ayo Bu, kita lanjutin mainnya.., istirahat dulu ya Tante”, seru Andi pada Tante Rani.<br />“Baiklah, aku mau lihat kalian main aja”, jawabnya sembari kemudian berbaring memandangi Andi dan Bu Henny yang kini saling tindih meraih kepuasan. Kedua orang itu sengaja menunjukkan gaya-gaya bermain yang paling hot hingga membuat Tante Rani terheran-heran menyaksikannya. Goyangan tubuh Bu Henny yang begitu gesit di atas tubuh Andi sementara pemuda itu memainkan buah dada besar Bu Henny yang bergelantungan dengan penuh nafsu. Suara desah nafas yang saling memburu dari keduanya terdengar sangat keras dan terpatah-patah akibat menahan kenikmatan dahsyat dari kedua kemaluan mereka yang beradu keras saling membentur yang menimbulkan bunyi decakan becek. Daerah sekitar kemaluar mereka tampak telah basah oleh cairan kelamin yang terus mengalir dari liang vagina Bu Henny hingga semakin lama Andi merasakan dinding kemaluan Bu Henny semakin licin dan nikmat.<br /><br />“Oh anak muda ini begitu perkasanya…”, benak Tante Rani berkata kagum pada pemuda itu. Ia begitu heran melihat keperkasaan Andi dalam bermain seks. Begitu tegarnya anak itu menggoyang tubuh bongsor Bu Henny yang bahenol itu. Andi seperti tak tergoyahkan oleh lincahnya pinggul wanita paruh baya yang bergoyang di atasnya penuh nafsu. Bahkan liang vagina Bu Henny yang sudah punya dua orang anak remaja itu seperti tak cukup besar untuk menampung batang penis Andi yang keluar masuk bak rudal nuklir. Bahkan kini hanya beberapa menit saja mereka bermain Bu Henny sudah tampak tak dapat lagi menguasai jalannya permainan itu. Wanita itu kini mendongak sambil menarik rambutnya untuk menahan rasa nikmat yang begitu dahsyat dari liang vaginanya yang terdesak oleh penis pemuda itu.<br />“Auuuhh…, ooohh…, mati aku Ran…, enaak…, ooohh…, Andi sayaang…, oooh remas terus susu ibu An”, teriak wanita itu sembari menggelengkan kepalanya liar kekiri dan kanan untuk berusaha menahan rasa klimaks yang diambang puncaknya itu.<br /><br />Tante Rani semakin terpesona melihat gerakan liar Bu Henny yang tampak begitu menggodanya untuk kembali mencoba tubuh Andi. Bu Henny tampak begitu menikmatinya dengan maksimal sampai sehisteris seperti yang ia lihat. Keinginannya seperti bangkit kembali untuk mencoba lagi kenikmatan dahsyat dari buah penis besar yang kini tambak semakin bengkak dan keras itu. Menyaksikan hal itu ia lalu bangkit dan mendekati kedua orang yang sedang bermain itu. Andi menyambut Tante Rani dengan mengulurkan tangannya ke arah vagina wanita itu, ia langsung meraba permukaannya yang masih basah oleh caiiran kelamin, lalu dua jarinya masuk ke liang itu dan mengocok-ngocoknya hingga membuat Tante Rani merasa sedikit nikmat. Wanita itu membalas dengan kecupan ke arah mulut Andi hingga mereka saling mengadu bibir dan menyedot lidah. Permainan itu menjadi seru kembali oleh teriakan nyaring Bu Henny yang kini terlihat sedang berada menjelang puncak kenikmatannya. Goyang tubuhnya semakin liar dan tak karuan sampai kemudian ia berteriak panjang bersamaan dengan menyemburnya cairan hangat dan kental dari dalam rongga rahim wanita itu.<br /><br />“ooouuu…, aakuu keeeluaarr…, aahh enaak…, oooh..”, jeritnya dengan tubuh yang tiba-tiba kejang kemudian lemas tak berdaya.<br />“Ouuuh hebatnya anak muda ini”, benak Tante Rani kagum pada Andi setelah berhasil membuat Bu Henny terkapar.<br />“Sialan Ran, aku kok cepat keluar kayak gini yah?”, seru Bu Henny sambil melepas gigitan bibir vaginanya pada penis Andi yang masih keras dan perkasa itu.<br />“Memang kamu bener-bener jago Andi…, beri Tante kesempatan lagi buat menikmatinya…, ooohh, sini kamu yang di atas dong sayang”, ajak Tante Rani setelah Bu Henny selesai dan menyamping.<br /><br />Ia kemudian berbaring pasrah membiarkan pemuda itu menindihnya dari arah atas. Andi sejenak memegangi kemaluannya yang masih tegang dan kemudian dengan perlahan mencoba masuk lagi ke dalam liang vagina Tante Rani. Wanita itu mengangkat sebelah kakinya agak ke atas dan menyamping hingga belahan vagina itu tampak jelas siap dimasuki penis Andi. Ia langsung terhenyak dan mendesah panjang saat kembali dirasakannya penis itu menerobos masuk melewati dinding vaginanya yang terasa sempit.<br />“Ohh…, yang pelan aja An…, enaakknya”, pinta Tante Rani sambil meresapi setiap milimeter pergesekan dinding vaginanya dengan buah penis Andi.<br /><br />Andi mulai bergoyang dengan perlahan seperti yang diinginkan wanita itu. Tante Rani meremas sendiri buah dadanya yang ranum sementara Andi meraih kedua kakinya dan membentangkannya ke arah kiri dan kanan sehingga membuka selangkangan wanita itu lebih lebar lagi. Tak ayal gaya itu membuat Tante Rani berteriak gila menahan nikmatnya penis Andi yang terasa lebih dalam masuk dan membentur dasar liang vaginanya yang paling dalam.<br />“Aahh…, ooohh hebatnya kamu Andi…, ooohh Henny nikmat sekali hennn…, ooouuuhh enaakk…, oooh genjotlah yang keras An…, oooh semakin nikmat ooohh pintaar…, ooohh yaahh…, mm…, lezaatt…, ooohh Andi…, pantas kamu senang sama dia Hen…, ooohh ampuuun enaknya…, oohh pintar sekali kamu Andi…, ooohh”, desah Tante Rani setengah berteriak. Pantatnya ikut bergoyang mengimbangi kenikmatan dari hempasan tubuh Andi yang kian menghantam keras ke arah tubuhnya. Penis besar itu benar-benar memberinya sejuta sensasi rasa yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Kenikmatan dahsyat yang membuatnya lupa diri dan berteriak seperti orang gila.<br /><br />Dijambaknya sendiri rambutnya yang tergerai indah sampai ia terlihat seperti orang yang sedang dimasuki roh setan. Tiba-tiba ia berguling dan segera menindih tubuh pemuda itu dan menggoyang turun naik sambil berjongkok. Jari telunjuknya berusaha meraba daerah kemaluannya sendiri untuk membuat clitoris sebesar biji kacang di celah bibir kewanitaannya mendapat sentuhan lebih banyak lagi dari kulit tebal penis Andi yang terasa begitu nikmat membelai permukaan vaginanya. Hempasan demi hempasan dari tubuh pemuda itu berusaha diimbanginya dengan berteriak menahan nikmatnya benturan penis Andi. Sesekali ia membalas dengan juga menghempaskan tubuh dan pantatnya dengan keras, namun gerakan itu justru semakin membuatnya tak dapat bertahan. Kenikmatan maha dahsyat itu kembali membuatnya menggapai puncak permainan untuk yang kedua kalinya. Tak dapat ditahannya akibat dari sebuah genjotan keras yang membuat clitoris sebesar biji kacang di celah vaginanya masuk ke dalam liang itu dan tersentuh kedahsyatan penis Andi yang perkasa. Dengan sepenuh tenaga ia berteriak keras sekali sambil menghempaskan tubuhnya yang bahenol itu sekeras-kerasnya.<br />“Aooowww…, ooohh…, aku keluaar lagiii…, ooohh enaak Andiii…, ooohh uuuhh…, air maniku tumpah…, ooohh, nikmat sekali ooohh…, nanti main lagi aahh”, teriaknya panjang.<br /><br />Andi merasakan denyutan keras pada vagina Tante Rani yang sekaligus menyemburkan cairan hangat dan memenuhi rongga vagina itu. Liang kemaluan itu berubah menjadi sangat licin dan nikmat hingga Andi terangsang untuk terus menggoyang pinggulnya. Direngkuhnya pinggul itu, ia mendekap erat sambil terus menggoyang memutar poros pantatnya hingga penisnya seperti mengaduk-aduk isi dalam vagina Tante Rani. Namun wanita itu merasakan kegelian yang dahsyat. Kenikmatan yang tadinya begitu hebat tiba-tiba berubah menjadi rasa geli yang seakan membuatnya ingin melepaskan penis Andi dari dalam vaginanya. Namun pemuda itu tampak semakin asik menggoyang dan menciumi sekujur tubuhnya penuh nafsu. Hingga tak dihiraukannya gerakan meronta Tante Rani yang berusaha melepaskan diri akibat rasa geli yang tak dapat ditahannya lagi.<br /><br />“aaww…, geeliii…, ampun sayang Tante nyerah lepasin Tante dong…, geliii”, teriaknya memohon pada Andi. Dengan sedikit perasaan kecewa Andi menghentikan gerakannya, dan melepaskan pelukannya pada pinggul Tante Rani yang langsung saja terjatuh lemas.<br />“Ohh. Tante nggak kuat lagi Andi.., ooh hebatnya kamu, sudah dua kali tante kamu bikin keluar, gila kamu. Benar-benar jantan, Hen, kamu sungguh beruntung…, ooohh nikmatnya”, lanjutnya sambil membelai kemaluan Andi yang masih saja tegak tak tergoyahkan. Dikecupnya kepala penis itu dengan lembut lalu ia meraih batangnya dan tanpa diminta mengkaraoke pemuda itu. Andi tersenyum melihatnya lalu memberikan belaian pada rambut wanita itu.<br /><br />Sementara Bu Henny masih terpaku menyaksikan kehebatan Andi, tak pernah sebelumnya ia bayangkan seorang lelaki muda seperti Andi membuat dua orang wanita paruh baya seperti dirinya dan Tante Rani menyerah pada keperkasaan dan kejantanannya. Bahkan ia telah membuat Tante Rani meringis dan memelas memohon Andi untuk berhenti, betapa dahsyatnya keperkasaan pemuda itu. Kini ia hanya memandangi Tante Rani yang tengah berusaha melanjutkan birahi anak itu yang belum juga tuntas. Dilihatnya jam dinding, “Sudah jam satu dini hari, ia sanggup bertahan selama itu, ooohh hebatnya”, batin Bu Henny.<br /><br />Tiga jam lebih pemuda itu mampu bertahan dari serangan ganas kedua wanita dewasa itu. Kini dengan sisa tenaganya Tante Rani dan Bu Henny kembali mencoba memuaskan Andi. Bergilir mereka melakukan karaoke sambil menunggu saat vagina mereka siap untuk menerima masuknya penis besar Andi. Secara bergilir juga mereka memberi kesempatan pada Andi untuk menjilati daerah kemaluan mereka untuk kembali membangkitkan nafsu birahi itu. Dan beberapa saat kemudian mereka berhasil dan memulai lagi permainan segi tiga itu. Masih bergilir kedua perempuan itu saling menukar posisi untuk mengimbangi kekuatan Andi. Bergantian mereka meraih kenikmatan dari penis besar sang pemuda perkasa itu, beragam gaya mereka pakai agar tidak cepat keluar. Namun keperkasaan Andi memang benar-benar dahsyat hingga salah satu dari mereka yaitu Bu Henny kembali terkapar meraih puncak kenikmatan dari penis Andi.<br /><br />“Ohh Tante…, sebentar lagi saya keluar”, kata Andi tiba-tiba saat memulai permainannya dengan Tante Rani setelah membuat Bu Henny terkapar.<br />“Ohh kamu kuat sekali An, kalau nggak keluar sekarang mungkin Tante dan Bu Henny nggak sanggup lagi, Tante sudah kamu bikin keluar tiga kali, dan juga Bu Henny.., sekarang keluarin yah sayang..”, rajuk Tante Rani pada pemuda itu.<br />“Baiklah Tante, saya nggak akan nahan lagi, ayo kita mulai”, ajaknya sembari memeluk tubuh bugil Tante Rani dan langsung menusukkan kemaluannya dalam liang vagina wanita itu.<br /><br />Mereka kembali bermain, tapi kini dengan gerakan pelan dan mesra seperti dua orang yang saling jatuh cinta. Diiringi kecupan dan remasan pada payudara Bu Rani yang ranum itu Andi terus berusaha meraih kepuasannya secara maksimal. Hingga beberapa puluh menit kemudian ia tampak mulaui mempercepat gerakannya secara bersamaan dengan Tante Rani yang juga mengalami hal yang sama.<br /><br />“Naah Tante…, saya mau keluar…, oooh goyang yang keras…, ooohh tekan terus tante…, ooohh memeknya tante jepit lagi…, ooohh nikmat sekali…, ooohh”, terdengar pemuda itu menjerit pelan meresapi kenikmatan dari tubuh Tante Rani.<br />“Tante jugaa…, Andii…, oooh penis kamu panjang sekali…, ooohh enaak nikmatnya…, ooohh remas yang keras susuku Andi…, ooohh susu tante ooohh teruuus…, tante keluaarr lagiii…, ooohh enaak”, jerit Tante Rani.<br />“Saya juga keluaarr Tante…, ooohh enaknya…, kocok terus Tante…, ooohh air mani saya mau nyemprot…, aahh”, jerit Andi pada waktu yang bersamaan.<br /><br />Tiba-tiba Bu Henny yang sejak tadi hanya melihat mereka bangkit dan mendekati Andi.<br />“Cabut An sini semprot ke muka ibu, ibu pingin minum sperma kamu cepaat”, teriaknya.<br />“Baik Bu…, ooohh…, minum Bu…, ooohh”, teriak Andi sambil berdiri di hadapan Bu henny yang mendongak tepat di bawah penis yang menyemprotkan cairan sperma itu. Lebih dari empatkali ia menyemprotkan cairan itu ke mulut Bu Henny yang menganga dan langsung ia telan, kemudian tak ketingggalan ditumpahkannya juga ke arah muka Tante Rani yang masih tergolek lemas di sampingnya. Wanita itupun menyambut dengan membuka lebar mulutnya, ia bahkan meraih batang penis itu dan mengocokkannya dalam mulut sehingga seluruh sisa cairan sperma pemuda itu ia telan habis. Akhirnya tergapai juga puncak kenikmatan Andi yang begitu lama itu. Dengan diiringi teriakan panjang dari mulut Tante Rani, mereka bertiga terkapar lemas dan tak sanggup lagi melanjutkan permainan itu. Ketiganya kini saling bercanda ria setelah berhasil meraih kepuasan dari hubungan seks yang begitu seru, empat jam lebih mereka mengumbar nafsu birahi itu sampai puas dan kemudian tertidur kelelahan tanpa seutas benangpun melapisi tubuh mereka.<br /><br />Liburan seminggu di pulau kecil itu memasuki hari kelima. Andi yang semula hanya ditemani Bu Henny yang memang sengaja merencanakan liburan itu tak pernah menyangka akan mengalami pengalaman hebat seperti saat ini. Seorang lagi istri pejabat pemerintah yang haus kepuasan seksual kini bergabung dan semakin membuat suasana menjadi lebih luar biasa. Dua orang wanita paruh baya yang masing-masing memiliki pesona kecantikan dan tubuh yang sangat disukainya sekarang benar-benar dapat ia nikmati sesuka hatinya. Mereka melampiaskan nafsu seks yang membara itu sepuas hati tanpa ada yang menghalangi. Semua gaya dan tipe permainan cinta dari yang buas sampai yang lembut, satu lawan satu atau dua lawan satu mereka lakukan tanpa kenal henti.<br /><br />Hari-hari selama seminggu itupun penuh dengan pelampiasan birahi mereka yang tak pernah sedetikpun mereka rasakan dari suami-suami mereka, para pejabat pemerintah yang berlagak jago tapi hanya mampu bermain seperti ayam yang dalam waktu lima menit saja sudah berteriak menggapai puncak meski istri mereka baru sampai tahap pemanasan saja.<br /><br />Tante Rani merasakan pengalaman pertamanya berselingkuh dengan anak muda itu sebagai mimpi indah yang tak akan dilupakannya. Setiap ia meminta Andi melayaninya tak pernah sekalipun ia dapat bertahan lebih dari lima belas menit sementara pemuda itu sanggup membuatnya menggapai puncak tak pernah kurang dari tiga kali dalam setiap permainannya. Pernah suatu saat ketika Bu Henny meninggalkan mereka berdua dalam villa untuk berjalan-jalan di sebuah pagi, Tante Rani meminta Andi untuk menggaulinya sepuas hati. Ia berusaha semaksimal mungkin untuk bertahan dari serangan pemuda itu. Dibiarkannya tubuh bahenol putih mulus itu dijadikan seperti bantal guling oleh Andi. Namun hasilnya tetap saja ia tak dapat membuat Andi kalah, meski telah dibiarkannya pemuda itu menggenjot dari segala arah, dibuatnya Andi bernafsu seperti binatang buas yang meraung. Tapi sia-sia saja, bahkan saat Bu Henny kembali ke villa itu setelah dua jam berjalan-jalan di pantai, Andi masih saja tegar menghantamkan penis besarnya dalam liang vaginanya yang sudah tiga kali menggapai puncak dalam satu ronde permainan anak itu. Hingga Bu Henny yang kemudian bergabunng sekalipun dapat ia robohkan dalam beberapa puluh menit saja. Bahkan sampai berulang-ulang lagi Bu Henny bangkit, ia belum keluar juga. Barulah setelah mereka berdua bergilir memberikan liang vaginanya dimasuki dari arah belakang pantat, Andi dapat meraih ejakulasi permainannya.<br /><br />Waktu liburan mereka telah habis, ketiganya kembali ke Jakarta setelah melewati hari-hari yang begitu menggairahkan, hari-hari penuh teriakan kenikmatan hubungan badan yang maha dahsyat. Pengalaman seks di pulau kecil itu benar-benar seperti mimpi bagi kedua wanita paruh baya itu. Justru sekembalinya mereka dari pulau itulah, ada sedikit perasaan gelisah di dalam hati Tante Rani yang membayangkan dirinya kembali ke pelukan lelaki yang sebenarnya tak pernah ia cintai. Suaminya yang botak tua bangka, lelaki penuh nafsu besar dengan kemampuan seperti cacing itu kini membuat perasaannya muak ingin muntah.<br /><br />Tak habis-habisnya mereka membicarakan seputar kenikmatan cinta dari Andi yang dialami Tante Rani dalam perjalanan pulang itu. Ada secercah harapan dalam benak Tante Rani saat Bu Henny memberinya ijin untuk boleh bergabung bersamanya menikmati kepuasan dari Andi kapan saja ia suka asalkan mereka melakukannya atas sepengetahuan Bu Henny yang secara resmi adalah pacar gelap Andi.<br /><br />Pesawat yang membawa mereka kembali ke Jakarta telah mendarat, ketiganya berpisah di Bandara lalu pulang ke tempat tinggal masing-masing dengan hati yang riang dan kesan yang begitu kuat akan kenangan dan pengalaman hebat yang mereka lalui dalam seminggu itu. Sesampainya di rumah masing-masing, kedua wanita itu masih tak dapat melepas bayangan keperkasaan Andi, hingga saat mereka berkumpul dengan suami dan anak-anaknya suasana menjadi sangat dingin.<br /><br />Sejak saat itu hari-hari bersama suaminya dirasakan Tante Rani seperti neraka. Setiap malam saat ia melayani suaminya di ranjang tak pernah dapat ia nikmati. Permainan suaminya yang seperti ayam kurang gizi benar-benar membuatnya muak, bahkan ingin muntah. Setiap kali dilihatnya tubuh lelaki itu seakan ia sedang menghadapi bangkai busuk saja.<br /><br />Suatu malam saat suaminya baru pulang dari kantor, Tante Rani yang tampak baru saja selesai mandi dan sedang mengeringkan badannya di atas tempat tidur langsung disambar oleh lelaki botak itu.<br />“Ayo Ran, aku sudah satu minggu nggak main sama kamu, yuuk layani aku sebentar..”, ajak pria itu. Tante Rani diam saja tak beranjak dari tempat tidur, ia merasa malas menanggapinya.<br />“Ntar dulu dong pi, aku keringin badan”, jawabnya acuh tak acuh, sementara lelaki botak itu mulai meraba pahanya yang mulus sambil mendaratkan ciumannya di pipi Tante Rani.<br />“Ayo dong, aduuuh aku nggak tahan nih…”, pria itu merajuk genit sambil membelai bulu-bulu halus di permukaan kemaluan Tante Rani.<br />“Papi…!, sabar dong..!”, Sengit Tante Rani agak sewot.<br />“He. Jangan marah dong sayang, aku kan suami kamu”.<br />“Huh..”, ia berkesah sambil membuang sisir yang ada di tangannya, sementara lelaki itu melepas handuk yang melilit tubuh wanita itu dan langsung saja mengangkat paha istrinya dan membukanya lebar. Lalu lidahnya menjilat-jilat bagaikan anak kecil yang menikmati es krim. Tante Rani hanya memandanginya sambil tersenyum, tak sedikitpun ia menikmati permainan suaminya. Dibiarkannya lelaki botak itu menjilati permukaan vaginanya hingga becek. Tak puas sekedar menjilati, lelaki itu menusukkan dua jarinyanya ke dalam liang kemaluan sang istri yang hanya memandangnya sinis dan tampak jijik. Beberapa saat kemudian ia beranjak duduk di pinggiran tempat tidur dan meminta sang istri untuk menyedot kemaluannya.<br />“Huuuhh…, ayo karaoke aku sebentar Ran”, pintanya pada Tante Rani, nafasnya terdengar sudah turun naik tak tentu menandakan nafsu birahi yang sudah berkobar.<br />“ooohh nikmat…, mm”, desahnya begitu penis kecil dan pendek mirip penis monyet itu tersentuh lidah Tante Rani.<br />“Huh…, dasar botak, aku sangat berharap biar kamu cepat mati saja”, benak Tante Rani dalam hati, ia sangat kesal menghadapi suaminya yang tampak sudah bagai sampah saja. Tak ada daya tarik selain harta dan kekayaan yang didapatkannya dari korupsi itu.<br /><br />Sambil terus melayani lelaki itu ia membayangkan dirinya berada bersama Andi, hingga tampak wanita itu memejamkan mata sambil terus menyedot keras batang kemaluan sang suami. Namun hanya beberapa menit saja adegan itu berlangsung tampak pria itu sudah tak dapat menahan kenikmatan.<br />“ooohh…, ayo cepaat masukin, Ran aku mau keluar aauuuhh…, ooohh”, tiba-tiba ia merengkuh tubuh Tante Rani dan menindihnya. Dengan ngawur ia berusaha memasukkan penis yang sudah akan muntah itu ke arah liang vagina istrinya. Dan baru beberapa detik saja masuk, sebelum Tante Rani sempat bergoyang, penis itu memuntahkan seluruh cairan spermanya.<br />“aahh…, aku keluarrr…, Ranii…, ooohh”, teriaknya saat merasakan cairan maninya meluncur dalam liang vagina sang istri yang sedari tadi hanya tersenyum sinis melihat tingkahnya yang sok jagoan.<br /><br />Hanya beberapa menit saja persetubuhan itu berakhir dengan sangat mengecewakan Tante Rani. Dipandanginya lelaki botak itu yang kini tergolek lemas dan hanya bisa membelai permukaan vagina yang tak sanggup ditaklukkannya. Pria itu tampak malu sekali melihat istrinya yang kini terlihat memandanginya dengan senyum menyindir. Namun ia tak sanggup mengatakan apa-apa. Kemudian dengan tak tahu malu ia menutupi mukanya dengan bantal dan berusaha menyembunyikan dirinya dari perasaan malu itu. Beberapa menit kemudian lelaki botak itupun tertidur sebelum berhasil membuat istrinya puas. Namun bagi Tante Rani, yang terpenting adalah ia kini memiliki pasangan lain yang dapat membuatnya meraih kepuasan seks. Yang terpenting kini baginya adalah bahwasanya tidak hanya pria itu yang bisa mencari lawan selingkuh, namun dirinyapun berhak dan sanggup melakukannya. Tentunya dengan bentuk tubuh indah dan wajah manis yang dimilikinya seperti saat ini hal itu sangt mudah.<br /><br />“Mengapa aku harus diam sementara suamiku itu dengan seenaknya mengumbar nafsunya dengan para gadis remaja atau pegawai bawahan di kantornya? Akupun sanggup membuat diriku puas dengan mencari pasangan main yang jauh lebih hebat, tak ada asyiknya bermain dengan hanya satu pasangan seperti ini. Apalagi dengan laki-laki seperti ini, “Ciiih jijik aku..”, benaknya berkata sendiri sambil membalik arah badannya kemudian berlalu dan keluar dari kamarnya.<br /><br />Itulah hari-hari yang kini dilalui oleh Tante Rani semenjak ia mengenal Andi dari Bu Henny. Kini hubungannya dengan dua orang itu menjadi semakin akrab saja. Hampir setiap hari mereka menyempatkan diri untuk saling menghubungi. Dengan rutin pula mereka menentukan jadwal kencan mereka seminggu sekali yang mereka lakukan di hotel-hotel berbintang di mana mereka bisa mengumbar nafsu sepuas-puasnya. Sampai kemudian kedua wanita itu memutuskan untuk membeli sebuah Villa mewah secara diam-diam di kawasan Puncak untuk mereka pergunakan sebagai tempat rendezvous yang aman dan nyaman.<br /><br />Seiring dengan waktu berlalu dan hubungan cinta segitiga mereka yang semakin dekat saja dari hari ke hari, dua wanita istri pejabat itupun membuat sebuah perusahaan besar yang berbasis di bidang pengangkutan export-import untuk semakin menutupi kerahasiaan hubungan mereka. Sehingga ketiga orang itupun tak perlu lagi mengatur alasan khusus pada suami mereka untuk dapat bertemu Andi setiap hari, hal itu karena mereka berdua menempatkan diri sebagai dewan komisaris dan direktris pada perusahaan itu. Tiap hari kini mereka dapat melampiaskan nafsu birahi mereka pada Andi, di kantor di villa atau di manapun mereka suka.<br /><br />Kehidupan Pemuda itupun menjadi sangat bahagia, dengan kebutuhan seksual yang selalu dipenuhi oleh dua wanita sekaligus, ia sudah tak perlu memikirkan tentang wanita lagi. Kehangatan kedua wanita paruh baya yang benar-benar pas dengan seleranya itu sudah lebih dari cukup. Materi berupa harta sudah tak masalah lagi, kedudukannya sebagai direktur perusahaan itu sudah menjadikannya benar-benar lebih dari cukup. Hidupnya kini benar-benar bahagia seperti apa yang pernah ia cita-citakan.dery_boledhttp://www.blogger.com/profile/10242059087321130258noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6417611402379692210.post-2687085260455891692009-09-07T09:56:00.000-07:002009-09-07T10:17:44.808-07:00Ibu Mertuaku yang Pemarah<p>Bapak mertuaku (Pak Tom, samaran) yang berusia sekitar 60 tahun baru saja pensiun dari pekerjaannya di salah satu perusahaan di Jakarta. Sebetulnya beliau sudah pensiun dari anggota ABRI ketika berumur 55 tahun, tetapi karena dianggap masih mampu maka beliau terus dikaryakan. Karena beliau masih ingin terus berkarya, maka beliau memutuskan untuk kembali ke kampungnya didaerah Malang, Jawa Timur selain untuk menghabiskan hari tuanya, juga beliau ingin mengurusi kebun Apelnya yang cukup luas. </p> <p>Ibu mertuaku (Bu Mar, samaran) walaupun sudah berumur sekitar 45 tahun, tetapi penampilannya jauh lebih muda dari umurnya. Badannya saja tidak gemuk gombyor seperti biasanya ibu-ibu yang sudah berumur, walau tidak cantik tetapi berwajah ayu dan menyenangkan untuk dipandang. Penampilan ibu mertuaku seperti itu mungkin karena selama di Jakarta kehidupannya selalu berkecukupan dan telaten mengikuti senam secara berkala dengan kelompoknya.</p> <p>Beberapa bulan yang lalu, aku mengambil cuti panjang dan mengunjunginya bersama Istriku (anak tunggal mertuaku) dan anakku yang baru berusia 2 tahun. Kedatangan kami disambut dengan gembira oleh kedua orang mertuaku, apalagi sudah setahun lebih tidak bertemu sejak mertuaku kembali ke kampungnya. Pertama-tama, aku di peluk oleh Pak Tom mertuaku dan istriku dipeluk serta diciumi oleh ibunya dan setelah itu istriku segera mendatangi ayahnya serta memeluknya dan Bu Mar mendekapku dengan erat sehingga terasa payudaranya mengganjal empuk di dadaku dan tidak terasa penisku menjadi tegang karenanya.</p> <p>Dalam pelukannya, Bu Mar sempat membisikkan Sur (namaku).., Ibu kangen sekali denganmu, sambil menggosok-gosokkan tangannya di punggungku, dan untuk tidak mengecewakannya kubisiki juga, Buuu, Saya juga kangen sekali dengan Ibu, dan aku menjadi sangat kaget ketika ibu mertuaku sambil tetap masih mendekapku membisikiku dengan kata-kata, Suuur, Ibu merasakan ada yang mengganjal di perut Ibu, dan karena kaget dengan kata-kata itu, aku menjadi tertegun dan terus saling melepaskan pelukan dan kuperhatikan ibu mertuaku tersenyum penuh arti.</p> <p>Setelah dua hari berada di rumah mertua, aku dan istriku merasakan ada keanehan dalam rumah tangga mertuaku, terutama pada diri ibu mertuaku. Ibu mertuaku selalu saja marah-marah kepada suaminya apabila ada hal-hal yang kurang berkenan, sedangkan ayah mertuaku menjadi lebih pendiam serta tidak meladeni ibu mertuaku ketika beliau sedang marah-marah dan ayah mertuaku kelihatannya lebih senang menghabiskan waktunya di kebun Apelnya, walaupun di situ hanya duduk-duduk seperti sedang merenung atau melamun. Istriku sebagai anaknya tidak bisa berbuat apa-apa dengan tingkah laku orang tuanya terutama dengan ibunya, yang sudah sangat jauh berlainan dibanding sewaktu mereka masih berada di Jakarta, kami berdua hanya bisa menduga-duga saja dan kemungkinannya beliau itu terkena post power syndrome. Karena istriku takut untuk menanyakannya kepada kedua orang tuanya, lalu Istriku memintaku untuk mengorek keterangan dari ibunya dan supaya ibunya mau bercerita tentang masalah yang sedang dihadapinya, maka istriku memintaku untuk menanyakannya sewaktu dia tidak sedang di rumah dan sewaktu ayahnya sedang ke kebun Apelnya.</p> <p>Di pagi hari ke 3 setelah selesai sarapan pagi, istriku sambil membawa anakku, pamitan kepada kedua orang tuanya untuk pergi mengunjungi Budenya di kota Kediri, yang tidak terlalu jauh dari Malang dan kalau bisa akan pulang sore nanti.<br />Lho, Mur (nama istriku), kok Mas mu nggak diajak..?, tanya ibunya.<br />Laah.., nggak usahlah Buuu, biar Mas Sur nemenin Bapak dan Ibu, wong nggak lama saja kok, sahut istriku sambil mengedipkan matanya ke arahku dan aku tahu apa maksud kedipan matanya itu, sedangkan ayahnya hanya berpesan pendek supaya hati-hati di jalan karena hanya pergi dengan cucunya saja.</p> <p>Tidak lama setelah istriku pergi, Pak Tompun pamitan dengan istrinya dan aku, untuk pergi ke kebun apelnya yang tidak terlalu jauh dari rumahnya sambil menambahkan kata-katanya, Nak Suuur, kalau nanti mau lihat-lihat kebun, susul bapak saja ke sana. Sekarang yang di rumah hanya tinggal aku dan ibu mertuaku yang sedang sibuk membersihkan meja makan. Untuk mengisi waktu sambil menunggu waktu yang tepat untuk menjalankan tugas yang diminta oleh istriku, kugunakan untuk membaca koran lokal di ruang tamu.</p> <p>Entah sudah berapa lama aku membaca koran, yang pasti seluruh halaman sudah kubaca semua tak kutemukan ada <a href="http://cewekina.net/category/cerita-dewasa/">cerita dewasa</a> disana, tak pula kutemukan list <a href="http://cewekina.net/video-bokep-3gp-gadis-smp-diperkosa/">video bokep</a> ( ya iyalahhhh …) dan tiba-tiba aku dikagetkan dengan suara sesuatu yang jatuh dan diikuti dengan suara mengaduh dari belakang, dengan gerakan reflek aku segera berlari menuju belakang sambil berteriak, Buuu, ada apa buuu?. Dan dari dalam kamar tidurnya kudengar suara ibu mertuaku seperti merintih, Nak Suuur, tolooong Ibuuu, dan ketika kujenguk ternyata ibu mertuaku terduduk di lantai dan sepertinya habis terjatuh dari bangku kecil di dekat lemari pakaian sambil meringis dan mengaduh serta mengurut pangkal pahanya. Serta merta kuangkat ibu mertuaku ke atas tempat tidurnya yang cukup lebar dan kutidurkan sambil kutanya, Bagian mana yang sakit Buuu, dan ibu mertuaku menjawab dengan wajah meringis seperti menahan rasa sakit, Di sini.., sambil mengurut pangkal paha kanannya dari luar rok yang dipakainya.</p> <p>Tanpa permisi lalu kubantu mengurut paha ibu mertuaku sambil kembali kutanya, Buuu, apa ada bagian lain yang sakit..?<br />Nggak ada kok Suuur, cuman di sepanjang paha kanan ini ada rasa sakit sedikit.., jawabnya.<br />Ooh, iya nak Suuur, tolong ambilkan minyak kayu putih di kamar ibu, biar paha ibu terasa panas dan hilang sakitnya.<br />Aku segera mencari minyak yang dimaksud di meja rias dan alangkah kagetku ketika aku kembali dari mengambil minyak kayu putih, kulihat ibu mertuaku telah menyingkap roknya ke atas sehingga kedua pahanya terlihat jelas, putih dan mulus. Aku tertegun sejenak di dekat tempat tidur karena melihat pemandangan ini dan mungkin karena melihat keragu-raguanku ini dan tertegun dengan mataku tertuju ke arah paha beliau, ibu mertuaku langsung saja berkata, Ayooo..lah nak Suuur, nggak usah ragu-ragu, kaki ibu terasa sakit sekali ini lho, lagi pula dengan ibu mertua sendiri saja kok pake sungkan sungkan, tolong di urutkan paha ibu tapi nggak usah pakai minyak kayu putih itu, ibu takut nanti malah paha ibu jadi kepanasan.</p> <p>Dengan perasaan penuh keraguan, kuurut pelan-pelan paha kanannya yang terlihat ada tanda agak merah memanjang yang mungkin sewaktu terjatuh tadi terkena bangku yang dinaikinya seraya kutanya, Bagaimana Buuu, apa bagian ini yang sakit..?<br />Betul Nak Suuur, yaa yang ituuu, tolong urutkan yang agak keras sedikit dari atas ke bawah, dan dengan patuh segera saja kuikuti permintaan ibu mertuaku. Setelah beberapa saat kuurut pahanya yang katanya sakit itu dari bawah ke atas, sambil memejamkan matanya, ibu mertuaku berkata kembali, Nak Suuur, tolong agak ke atas sedikit ngurutnya, sambil menarik roknya lebih ke atas sehingga sebagian celana dalamnya yang berwarna merah muda dan tipis itu terlihat jelas dan membuatku menjadi tertegun dan gemetar entah kenapa, apalagi vagina ibu mertuaku itu terlihat mengembung dari luar CD-nya dan ada beberapa helai bulu vaginanya yang keluar dari samping CD-nya.</p> <p>Ayoo,doong, Nak Sur, kok ngurutnya jadi berhenti, kata ibu mertuaku sehingga membuatku tersadar.<br />Iii, yaa, Buuu maaf, tapi, Buuu, jawabku agak terbata-bata dan tanpa menyelesaikan perkataanku karena agak ragu.<br />aah kenapa sih Nak Suuur..?, kata ibu mertuaku kembali sambil tangan kanannya memegang tangan kiriku serta menggoncangnya pelan.<br />Buuu, Saa, yaa, saayaa, sahutku tanpa sadar dan tidak tahu apa yang harus kukatakan, tetapi yang pasti penisku menjadi semakin tegang karena melihat bagian CD ibu mertuaku yang menggelembung di bagian tengahnya.</p> <p>Nak Suuur.., katanya lirih sambil menarik tangan kiriku dan kuikuti saja tarikan tangannya tanpa prasangka yang bukan-bukan, dan setelah tanganku diciumnya serta digeser geserkan di bibirnya, lalu secara tidak kuduga tanganku diletakkan tepat di atas vaginanya yang masih tertutup CD dan tetap dipegangnya sambil dipijat-pijatkannya secara perlahan ke vaginanya diikuti dengan desis suara ibu mertuaku, ssshh, ssshh. Kejadian yang tidak kuduga sama sekali ini begitu mengagetkanku dan secara tidak sadar aku berguman agak keras.<br />Buuu, Saayaa, dan belum sempat aku menyelesaikan kata-kataku, dari mulut ibu mertuaku terdengar, Nak Suuur, koook seperti anak kecil saja.., siiih?.<br />Buu, Saa, yaa, takuuut kalau nanti bapak datang, sahutku gemetar karena memang saat itu aku takut benar, sambil mencoba menarik tanganku tetapi tangan ibu mertuaku yang masih tetap memegang tanganku, menahannya dan bahkan semakin menekan tanganku ke vaginanya serta berkata pelan, Nak Suuur, Bapak pulang untuk makan siang selalu jam 1 siang nanti, tolong Ibuuu, naak,terdengar seperti mengiba. Entot ibu nak suurrrrr … ibu sudah tak tahan pengen telanjang <a href="http://cewekina.net/">bugil</a> dan dientotin …….</p> <p>Sebetulnya siapa sih yang tidak mau kalau sudah seperti ini, aku juga tidak munafik dan pasti para pembaca pun juga tidak bisa menahan diri kalau dalam situasi seperti ini, tetapi karena ini baru pertama kualami dan apalagi dengan ibu mertuaku sendiri, tentunya perasaan takutpun pasti akan ada.<br />Ayooolah Nak Suuur, tolongin Ibuuu, Naak, kudengar ibu mertuaku mengiba kembali sehingga membuatku tersadar dan tahu-tahu ibu mertuaku telah memelukku.<br />Buuu, biar saya kunci pintunya dulu, yaa..?, pintaku karena aku was-was kalau nanti ada orang masuk, tetapi ibu mertuaku malah menjawab, Nggak usah naak, selama ini nggak pernah ada orang pagi-pagi ke rumah Ibu, serta terus mencium bibirku dengan bernafsu sampai aku sedikit kewalahan untuk bernafas. Semakin lama ibu mertuaku semakin tambah agresif saja, sambil tetap menciumiku, tangannya berusaha melepaskan kaos oblong yang kukenakan dan setelah berhasil melepaskan kaosku dengan mudah disertai dengan bunyi nafasnya yang terdengar berat dan cepat, ibu mertuaku terus mencium wajah serta bibirku dan perlahan-lahan ciumannya bergerak ke arah leher serta kemudian ke arah dadaku.</p> <p>Ciuman demi ciuman ibu mertuaku ini tentu saja membuatku menjadi semakin bernafsu dan ketakutanku yang tadipun sudah tidak teringat lagi.<br />Buuu, boleh saya bukaa, rok Ibu..? tanyaku minta izin.<br />Suuur, bol, eh, boleh, Nak, Nak Suur, boleh lakukan apa saja.., katanya dengan suara terputus-putus dan terus kembali menciumi dadaku dengan nafasnya yang cepat dan sekarang malah berusaha melepas kancing celana pendek yang ada di badanku. Setelah rok ibu mertuaku terlepas, lalu kulepaskan juga kaitan BH-nya dan tersembulah payudaranya yang tidak begitu besar dan sudah agak menggelantung ke bawah dengan puting susunya yang besar kecoklatan. Sambil kuusapkan kedua tanganku ke bagian bawah payudaranya lalu kutanyakan, Buuu, boleh saya pegang dan ciumi tetek, Ibuu..?<br />Bool, eh, boleh, sayang.., lakukan apa saja yang Nak Sur mau.., Ibu sudah lama sekali tidak mendapatkan ini lagi dari bapakmu, ayoo.., sayaang, sahut ibu mertuaku dengan suara terbata-bata sambil mengangkat dadanya dan perlahan-lahan kupegang kedua payudara ibu mertuaku dan salah satu puting susunya langsung kujilati dan kuhisap-hisap, serta pelan-pelan kudorong tubuh ibu mertuaku sehingga jatuh tertidur di kasur dan dari mulut ibu mertuaku terdengar, ssshh, aahh.., sayaang, ooohh, teruuus, yaang, tolong puasiiin Ibuu, Naak, dan suara ibu mertuaku yang terdengar menghiba itu menjadikanku semakin terangsang dan aku sudah lupa kalau yang kugeluti ini adalah ibu mertuaku sendiri dan ibu dari istriku.</p> <p>Naak Suuur, kudengar suara ibu mertuaku yang sedang meremas-remas rambut di kepalaku serta menciuminya, Ibuu, ingin melihat punyamu, Naak, seraya tangannya berusaha memegang penisku yang masih tertutup celana pendekku.<br />Iyaa, Buu, saya buka celana dulu Buuu, sahutku setelah kuhentikan hisapanku pada payudaranya serta segera saja aku bangkit dan duduk di dekat muka ibu mertuaku. Segera saja ibu mertuaku memegang penisku yang sedang berdiri tegang dari luar celana dan berkomentar, Nak Suur, besar betuuul, dan keras lagi, ayooo, dong cepaat.., dibuka celananya, agar Ibu bisa melihatnya lebih jelas, katanya seperti sudah tidak sabar lagi, dan tanpa disuruh ibu untuk kedua kalinya, langsung saja kulepas celana pendek yang kukenakan.</p> <p>Ketika aku membuka CD-ku serta melihat penisku berdiri tegang ke atas, langsung saja ibu mertuaku berteriak kecil, Aduuuh, Suuur, besaar sekali, padahal menurut anggapanku ukuran penisku sepertinya wajar saja menurut ukuran orang Indonesia tapi mungkin saja lebih besar dari punya suaminya dan ibu mertuaku langsung saja memegangnya serta mengocoknya pelan-pelan sehingga tanpa kusadari aku mengeluarkan desahan kecil, ssshh, aahh, sambil kedua tanganku kuusap-usapkan di wajah dan rambutnya.</p> <p>Aduuuh, Buuu, sakiiit, teriakku pelan ketika ibu mertuaku berusaha menarik penisku ke arah wajahnya, dan mendengar keluhanku itu segera saja ibu mertuaku melepas tarikannya dan memiringkan badannya serta mengangkat separuh badannya yang ditahan oleh tangan kanannya dan kemudian mendekati penisku. Setelah mulutnya dekat dengan penisku, langsung saja ibu mertuaku mengeluarkan lidahnya serta menjilati kepala penisku sedangkan tangan kirinya meremas-remas pelan kedua bolaku, sedangkan tangan kiriku kugunakan untuk meremas-remas rambutnya serta sekaligus untuk menahan kepala ibu mertuaku. Tangan kananku kuremas-remaskan pada payudaranya yang tergantung ke samping.</p> <p>Setelah beberapa kali kepala penisku dijilatinya, pelan-pelan kutarik kepala ibu mertuaku agar bisa lebih dekat lagi ke arah penisku dan rupanya ibu mertuaku cepat mengerti apa yang kumaksud dan walaupun tanpa kata-kata langsung saja kepalanya didekatkan mengikuti tarikan kedua tanganku dan sambil memegangi batang penisku serta dengan hanya membuka mulutnya sedikit, ibu mertuaku secara pelan-pelan memasukkan penisku yang sudah basah oleh air liurnya sampai setengah batang penisku masuk ke dalam mulutnya. Kurasakan lidah ibu mertuaku dipermainkannya dan digesek-gesekannya pada kepala penisku, setelah itu kepala ibu ditariknya mundur pelan-pelan dan kembali dimajukan sehingga penisku terasa sangat nikmat. Rupanya dia jago ng<a href="http://cewekina.net/ibu-muda-jilat-kontol/">isep kontol</a>. Karena tidak tahan menahan kenikmatan yang di berikan ibu mertuaku, aku jadi mendesis, ssshh, aacccrrr, ooohh, mengikuti irama maju mundurnya kepala ibu. Makin lama gerakan kepala ibu mertuaku maju mundur semakin cepat dan ini menambah nikmat bagiku.</p> <p>Beberapa menit kemudian, ibu mertuaku secara tiba-tiba melepaskan penisku dari mulutnya, padahal aku masih ingin hal ini terus berlangsung dan sambil kembali menaruh kepalanya di tempat tidur, dia menarik bahuku untuk mengikutinya. Ibu langsung mencium wajahku dan ketika ciumannya mengarah ke telingaku, kudengar ibu berkata dengan agak berbisik, Naak Suuur, Ibu juga kepingin punya ibu dijilati, dan sambil kunaiki tubuh ibu mertuaku lalu kutanyakan, Buuu, apa boleh, saya lakukan?, dan segera saja ibu menjawabnya, Nak Suuur, tolong pegang dan jilati kepunyaan ibu, naak, ibu sudah lama kepingin di gituin.</p> <p>Tanpa membuang waktu lebih lama lagi, aku menurunkan badanku secara perlahan-lahan dan ketika melewati dadanya kembali kuciumi serta kujilati payudara ibu mertuaku yang sudah tidak terlalu keras lagi, setelah beberapa saat kuciumi payudara ibu, aku segera menurunkan badanku lagi secara perlahan sedangkan ibu mertuaku meremas-remas rambutku, juga terasa seperti berusaha mendorong kepalaku agar cepat-cepat sampai ke bawah. Kuciumi dan kujilati perut dan pusar ibu sambil salah satu tanganku kugunakan untuk menurunkan CD-nya. Kemudian dengan cekatan ku lepas CD-nya dan kulemparkan ke atas lantai. Kulihat vagina ibu mertuaku begitu lebat ditumbuhi bulu-bulu yang hitam mengitari liang vaginanya. Mungkin karena terlalu lama aku menjilati perut dan sekitarnya, kembali kurasakan tangan ibu yang ada di kepalaku menekan ke bawah dan kali ini kuikuti dengan menurunkan badanku pelan-pelan ke bawah dan sesampainya di dekat vaginanya, kuciumi daerah di sekitarnya dan apa yang kulakukan ini mungkin menyebabkan ibu tidak sabaran lagi, sehingga kudengar suara ibu mertuaku, Nak Suuur, tolooong, cepaat, saa.., yaang, ayooo, Suuur.</p> <p>Tanpa kujawab permintaannya, aku mulai melebarkan kakinya dan kuletakkan badanku di antara kedua pahanya, lalu kusibak bulu vaginanya yang lebat itu untuk melihat belahan vagina ibu dan setelah bibir vagina ibu terlihat jelas lalu kubuka bibir kemaluannya dengan kedua jari tanganku, ternyata vagina ibu mertuaku telah basah sekali. Ketika ujung lidahku kujilatkan ke dalam vaginanya, kurasakan tubuh ibu menggelinjang agak keras sambil berkata, Cepaat, Suuur, ibu sudah nggak tahaan.</p> <p>Dengan cepat kumasukkan mulut dan lidahku ke dalam vaginanya sambil kujilati dan kusedot-sedot dan ini menyebabkan ibu mulai menaik-turunkan pantatnya serta bersuara, ssshh, aahh, Suuur, teruuus, adduuuhh, enaak, Suuur, Lalu kukecup clitorisnya berulang kali hingga mengeras, hal ini membuat ibu mertuaku menggelinjang hebat, Aahh, ooohh, Suuur, betuuul, yang itu, Suuur, enaak, aduuuh, Suuur, teruskaan, aahh, sambil kedua tangannya menjambak rambutku serta menekan kepalaku lebih dalam masuk ke vaginanya. Kecupan demi kecupan di vagina ibu ini kuteruskan sehingga gerakan badan ibu mertuaku semakin menggila dan tiba-tiba kudengar suara ibu setengah mengerang, aahh, oooh, duuuh, Suuur, ibuu, mau.., mauuu, sampaiii, Naak, oooh, disertai dengan gerakan pantatnya naik turun secara cepat.</p> <p>Gerakan badannya terhenti dan yang kudengar adalah nafasnya yang menjadi terengah-engah dengan begitu cepatnya dan tangannyapun sudah tidak meremas-remas rambutku lagi, sementara itu jilatan lidahku di vagina ibu hanya kulakukan sekedarnya di bagian bibirnya saja. Dengan nafasnya yang masih memburu itu, tiba-tiba ibu mertuaku bangun dan duduk serta berusaha menarik kepalaku seraya berkata, Naak Suuur, ke siniii, saayaang, dan tanpa menolak kuikuti saja tarikan tangan ibu, ketika kepalaku sudah di dekat kepalanya, ibu mertuaku langsung saja memelukku seraya berkata dengan suara terputus-putus karena nafasnya yang masih memburu, Suuur, Ibu puas dengan apa yang Nak Suuur, lakukan tadi, terima kasiih, Naak. Ibu mertuaku bertubi-tubi mencium wajahku dan kubalas juga ciumannya dengan menciumi wajahnya sambil kukatakan untuk menyenangkan hatinya, Buuu, saya sayang Ibuuu, saya ingin ibu menjadi, puu..aas.</p> <p>Setelah nafas ibu sudah kembali normal dan tetap saja masih menciumi seluruh wajahku dan sesekali bibirku, dia berkata, Naak Suuur, Ibu masih belum puas sekali, Suuur, tolooong puasin ibu sampai benar-benar puaas, Naak, seraya kurasakan ibu merenggangkan kedua kakinya. Karena aku masih belum memberikan reaksi atas ucapannya itu, karena tiba-tiba aku terpikir akan istriku dan yang kugeluti ini adalah ibu kandungnya, aku menjadi tersadar ketika ibu bersuara kembali, Sayaang, ayooo, tolooong Ibu dipuasin lagi Suuur, tolong masukkan punyamu yang besar itu ke punya ibu.<br />Buuu, seharusnya saya tidak boleh melakukan ini, apalagi kepada Ibuu,sahutku di dekat telinganya.<br />Suuur, nggak apa-apa, Naak, Ibu yang kepingin, lakukanlah Naak, lakukan sampai Ibu benar-benar puas Suuur, katanya dengan suara setengah mengiba.</p> <p>aahh, biarlah, kenapa kutolak, pikirku dan tanpa membuang waktu lagi aku lalu mengambil ancang-ancang dan kupegang penisku serta kuusap-usapkan di belahan bibir vagina ibu mertuaku yang sudah sedikit terbuka. Sambil kucium telinga ibu lalu kubisikkan, Buuu, maaf yaa., saya mau masukkan sekarang, boleh?.<br />Suur, cepat masukkan, Ibu sudah kepingin sekali Naak, sahutnya seperti tidak sabar lagi dan tanpa menunggu ibu menyelesaikan kalimatnya aku tusukkan penisku ke dalam vaginanya, mungkin entah tusukan penisku terlalu cepat atau karena ibu katanya sudah lama tidak pernah digauli oleh suaminya langsung saja beliau berteriak kecil, Aduuuh, Suuur, pelan-pelan saayaang, ibu agak sakit niiih, katanya dengan wajah yang agak meringis mungkin menahan rasa kesakitan. Kuhentikan tusukan penisku di vaginanya, Maaf Buu, saya sudah menyakiti Ibu, maaf ya Bu. Ibu mertuaku kembali menciumku, Tidak apa-apa Suuur, Ibu cuma sakit sedikit saja kok, coba lagi Suur.., sambil merangkulkan kedua tangannya di pungungku.</p> <p>Buuu, saya mau masukkan lagi yaa dan tolong Ibu bilang yaa, kalau ibu merasa sakit, sahutku. Tanpa menunggu jawaban ibu segera saja kutusukkan kembali penisku tetapi sekarang kulakukan dengan lebih pelan. Ketika kepala penisku sudah menancap di lubang vaginanya, kulihat ibu sedikit meringis tetapi tidak mengeluarkan keluhan, Buuu, sakit.., yaa?. Ibu hanya menggelengkan kepalanya serta menjawab, Suuur, masukkan saja sayaang, sambil kurasakan kedua tangan ibu menekan punggungku. Aku segera kembali menekan penisku di lubang vaginanya dan sedikit terasa kepala penisku sudah bisa membuka lubang vaginanya, tetapi kembali kulihat wajah ibu meringis menahan sakit. Karena ibu tidak mengeluh maka aku teruskan saja tusukan penisku dan, Bleess, penisku mulai membongkar masuk ke liang vaginanya diikuti dengan teriakan kecil, Aduuuh, Suuur, sambil menengkeramkan kedua tangannya di punggungku dan tentu saja gerakan penisku masuk ke dalam vaginanya segera kutahan agar tidak menambah sakit bagi ibu.<br />Buuu, sakit yaa..? maaf ya Buuu. Ibu mertuaku hanya menggelengkan kepalanya.<br />Enggak kok sayaang, ibu hanya kaget sedikit saja, lalu mencium wajahku sambil berucap kembali, Suuur, besar betul punyamu itu.</p> <p>Pelan-pelan kunaik-turunkan pantatku sehingga penisku yang terjepit di dalam vaginanya keluar masuk dan ibupun mulai menggoyang-goyangkan pantatnya pelan-pelan sambil berdesah, ssshh, oooh, aahh, sayaang, nikmat, teruuuskan, Naak, katanya seraya mempercepat goyangan pantatnya. Akupun sudah mulai merasakan enaknya vaginan ibu dan kusahut desahannya, Buuu, aahh, punyaa Ibu juga nikmat, buuu, sambil kuciumi pipinya.</p> <p>Makin lama gerakanku dan ibu semakin cepat dan ibupun semakin sering mendesah, Aah, Suuurr, ooh, teruus, Suur. Ketika sedang nikmat-enaknya menggerakkan penisku keluar masuk vaginanya, ibu menghentikan goyangan pantatnya. Aku tersentak kaget, Buuu, kenapa? apa ibu capeeek?, Ibu hanya menggelengkan kepalanya saja, sambil mencium leherku ibu berucap, Suuur, coba hentikan gerakanmu itu sebentar.<br />Ada apa Buuu, sahutku sambil menghentikan goyangan pantatku naik turun.<br />Suuur, kamu diam saja dan coba rasakan ini, kata ibu tanpa menjelaskan apa maksudnya dan tidak kuduga tiba-tiba terasa penisku seperti tersedot dan terhisap di dalam vagina ibu mertuaku, sehingga tanpa sadar aku mengatakan, Buuu, aduuuh, enaak, Buu, teruus Bu, oooh, nikmat Buu, dan tanpa sadar, aku kembali menggerakkan penisku keluar masuk dengan cepat dan ibupun mulai kembali menggoyangkan pantatnya.<br />oooh, aah, Suuur, enaak Suuur, dan nafasnya dan nafaskupun semakin cepat dan tidak terkontrol lagi.</p> <p>Mengetahui nafas Ibu serta goyangan pantat Ibu sudah tidak terkontrol lagi, aku tidak ingin ibu cepat-cepat mencapai orgasmenya, lalu segera saja kuhentikan gerakan pantatku dan kucabut penisku dari dalam vaginanya yang menyebabkan ibu mertuaku protes, Kenapa, Suuur, kok berhenti?, tapi protes ibu tidak kutanggapi dan aku segera melepaskan diri dari pelukannya lalu bangun.</p> <p>Tanpa bertanya, lalu badan ibu mertuaku kumiringkan ke hadapanku dan kaki kirinya kuangkat serta kuletakkan di pundakku, sedangkan ibu mertuaku hanya mengikuti saja apa yang kulakukan itu. Dengan posisi seperti ini, segera saja kutusukkan kembali penisku masuk ke dalam vagina ibu mertuaku yang sudah sangat basah itu tanpa kesulitan. Ketika seluruh batang penisku sudak masuk semua ke dalam vaginanya, segera saja kutekan badanku kuat-kuat ke badan ibu sehingga ibu mulai berteriak kecil, Suuur, aduuuh, punyamu masuk dalam sekali, naak, aduuuh, teruuus sayaang, aah, dan aku meneruskan gerakan keluar masuk penisku dengan kuat. Setiap kali penisku kutekan dengan kuat ke dalam vagina ibu mertuaku, ibu terus saja berdesah, Ooohh, aahh, Suuur, enaak, terus, tekan yang kuaat sayaang.</p> <p>Aku tidak berlama-lama dengan posisi seperti ini. Kembali kehentikan gerakanku dan kucabut penisku dari dalam vaginanya. Kulihat ibu hanya diam saja tanpa protes lagi dan lalu kukatakan pada ibu, Buuu, coba ibu tengkurap dan nungging, kataku sambil kubantu membalikkan badan dan mengatur kaki ibu sewaktu nungging, Aduuh, Suuur, kamu kok macem-macem sih, komentar Ibu mertuaku. Aku tidak menanggapi komentarnya dan tanpa kuberi aba-aba penisku kutusukkan langsung masuk ke dalam vagina ibu serta kutekan kuat-kuat dengan memegang pinggangnya sehingga ibu berteriak, Aduuuh Suuur, oooh, dan tanpa kupedulikan teriakan ibu, langsung saja kukocok penisku keluar masuk vaginanya dengan cepat dan kuat hingga membuat badan ibu tergetar ketika sodokanku menyentuh tubuhnya dan setiap kali kudengar ibu berteriak, oooh, oooh, Suuur, dan tidak lama kemudian ibu mengeluh lagi, Suuur, Ibu capek Naak, sudaah Suuur, Ibuu capeeek, dan tanpa kuduga ibu lalu menjatuhkan dirinya tertidur tengkurap dengan nafasnya yang terengah-engah, sehingga mau tak mau penisku jadi keluar dari vaginanya.</p> <p>Tanpa mempedulikan kata-katanya, segera saja kubalik badan ibu yang jatuh tengkurap. Sekarang sudah tidur telentang lagi, kuangkat kedua kakinya lalu kuletakkan di atas kedua bahuku. Ibu yang kulihat sudah tidak bertenaga itu hanya mengikuti saja apa yang kuperbuat. Segera saja kumasukkan penisku dengan mudah ke dalam vagina ibu mertuaku yang memang sudah semakin basah itu, kutekan dan kutarik kuat sehingga payudaranya yang memang sudah aggak lembek itu terguncang-guncang. Ibu mertuaku nafasnya terdengar sangat cepat, Suuur, jangaan, kuat-kuat Naak, badan ibu sakit semua, sambil memegang kedua tanganku yang kuletakkan di samping badannya untuk menahan badanku.</p> <p>Mendengar kata-kata ibu mertuaku, aku menjadi tersadar dan teringat kalau yang ada di hadapanku ini adalah ibu mertuaku sendiri dan segera saja kehentikan gerakan penisku keluar masuk vaginanya serta kuturunkan kedua kaki ibu dari bahuku dan langsung saja kupeluk badan ibu serta kuucapkan, Maaf, Buu, kalau saya menyakiti Ibu, saya akan mencoba untuk pelan-pelan, segera saja ibu berucap, Suuur nggak apa-apa Nak, tapi Ibu lebih suka dengan posisi seperti ini saja, ayoo, Suuur mainkan lagi punyamu agar ibu cepat puaas.<br />Iyaa, Buuu, saya akan coba lagi, sahutku sambil kembali kunaik-turunkan pantatku sehingga penisku keluar masuk vagina ibu dan kali ini aku lakukan dengan hati-hati agar tidak menyakiti badan ibu, dan ibu mertuakupun sekarang sudah mulai menggoyangkan pantatnya serta sesekali mempermainkan otot-otot di vaginanya, sehingga kadang-kadang terasa penisku terasa tertahan sewaktu memasuki liang vaginanya.</p> <p>Ketika salah satu payudara ibu kuhisap-hisap puting susunya yang sudah mengeras itu, ibu mertuaku semakin mempercepat goyangan pinggulnya dan terdengar desahannya yang agak keras diantara nafasnya yang sudah mulai memburu, ooohh, aahh, Suuur, teruuus, oooh, seraya meremas-remas rambutku lebih keras. Akupun ikut mempercepat keluar masuknya penisku di dalam vaginanya.</p> <p>Goyangan pinggul ibu mertuakupun semakin cepat dan sepertinya sudah tidak bisa mengontrol dirinya lagi. Disertai nafasnya yang semakin terengah-engah dan kedua tangannya dirangkulkan ke punggungku kuat-kuat, ibu mengatakan dengan terbata-bata, Nak Suuur, aduuuh, Ibuuu, sudaah, oooh, mauuu kelluaar. Aku sulit bernafas karena punggungku dipeluk dan dicengkeramnya dengan kuat dan kemudian ibu mertuaku menjadi terdiam, hanya nafasnya saja yang kudengar terengah-engah dengan keras dan genjotan penisku keluar masuk vaginanya. Untuk sementara aku hentikan untuk memberikan kesempatan pada ibu menikmati orgasmenya sambil kuciumi wajahnya, Bagaimana, Buuu?, mudah-mudahan ibu cukup puas.</p> <p>Ibu mertuaku tetap masih menutup matanya dan tidak segera menjawab pertanyaanku, yang pasti nafas ibu masih memburu tetapi sudah mulai berkurang dibanding sebelumnya. Karena ibu masih diam, aku menjadi sangat kasihan dan kusambung pertanyaanku tadi di dekat telinganya, Buu, saya tahu ibu pasti capek sekali, lebih baik ibu istirahat dulu saja.., yaa?, seraya aku mulai mengangkat pantatku agar penisku bisa keluar dari vagina ibu yang sudah sangat basah itu. Tetapi baru saja pantatku ingin kuangkat, ternyata ibu mertuaku cepat-cepat mencengkeram pinggulku dengan kedua tangannya dan sambil membuka matanya, memandang ke wajahku, Jangaan, Suuur, jangan dilepas punyamu itu, ibu diam saja karena ingin melepaskan lelah sambil menikmati punyamu yang besar itu mengganjal di tempat ibuuu, jangaan dicabut dulu, yaa, sayaang, terus kembali menutup matanya.</p> <p>Mendengar permintaan ibu itu, aku tidak jadi mencabut penisku dari dalam vagina ibu dan kembali kujatuhkan badanku pelan-pelan di atas badan ibu yang nafasnya sekarang sudah kelihatan mulai agak teratur, sambil kukatakan, Tidaak, Buuu, saya tidak akan mencabutnya, saya juga masih kepingin terus seperti ini, sambil kurangkul leher ibu dengan tangan kananku. Ibu hanya diam saja dengan pernyataanku itu, tetapi tiba-tiba penisku yang sejak tadi kudiamkan di dalam vaginanya terasa seperti dijepit dan tersedot vagina ibu mertuaku, dan tanpa sadar aku mengaduh, Aduuuh, oooh, Buuu.<br />Kenapa, sayaang, enaak yaa?, sahut ibu sambil mencium bibirku dengan lembut dan sambil kucium hidungnya kukatakan, Buuu, enaak sekaliii, dan seperti tadi, sewaktu ibu mertuaku mula-mula menjepit dan menyedot penisku dengan vaginanya, secara tidak sengaja aku mulai menggerakkan lagi penisku keluar masuk vaginanya dan ibu mertuakupun kembali mendesah, oooh, aah, Suuur, teruuus, naak, aduuuh, enaak sekali.</p> <p>Semakin lama gerakan pinggul ibu semakin cepat dan kembali kudengar nafasnya semakin lama semakin memburu. Gerakan pinggul ibu kuimbangi dengan mempercepat kocokan penisku keluar masuk vaginanya. Makin lama aku sepertinya sudah tidak kuat untuk menahan agar air maniku tetap tidak keluar, Buuu, sebentar lagi, sayaa, sudaah, mau keluaar, sambil kupercepat penisku keluar masuk vaginanya dan mungkin karena mendengar aku sudah mendekati klimaks, ibu mertuakupun semakin mempercepat gerakan pinggulnya serta mempererat cengkeraman tangannya di punggungku seraya berkata, Suuur, teruuuss, Naak, Ibuuu, jugaa, sudah dekat, ooohh, ayooo Suuur, semprooot Ibuu dengan airmuu, sekaraang.<br />Iyaa, Buuu, tahaan, sambil kutekan pantatku kuat-kuat dan kami akhiri teriakan itu dengan berpelukan sangat kuat serta tetap kutekan penisku dalam-dalam ke vagina ibu mertuaku. Dalam klimaksnya terasa vagina ibu memijat penisku dengan kuat dan kami terus terdiam dengan nafas terengah-engah.</p> <p>Setelah nafas kami berdua agak teratur, lalu kucabut penisku dari dalam vagina ibu dan kujatuhkan badanku serta kutarik kepala ibu mertuaku dan kuletakkan di dadaku.Setelah nafasku mulai teratur kembali dan kuperhatikan nafas ibupun begitu, aku jadi ingat akan tugas yang diberikan oleh istriku.<br />Buuu, apa ini yang menyebabkan ibu selalu marah-marah pada Bapak..?, tanyaku.<br />Mungkin saja Suuur, kenapa Suuur?, Sahutnya sambil tersenyum dan mencium pipiku.<br />Buuu, kalau benar, tolong ibu kurangi marah-marahnya kepada Bapak, kasihan dia, ibu hanya diam dan seperti berfikir.<br />Setelah diam sebentar lalu kukatakan, Buuu, sudah siang lho, seraya kubangunkan tubuh ibu serta kubimbing ke kamar mandi.</p> <p>Setelah peristiwa ini terjadi, ibu seringkali mengunjungi rumah kami dengan alasan kangen cucu dan anaknya Mur, tetapi kenyataannya ibu mertuaku selalu mengontakku melalui telepon di kantor dan meminta jatahnya di suatu motel, sebelum menuju ke rumahku. Untungnya sampai sekarang Istriku tidak curiga, hanya saja dia merasa aneh, karena setiap bulannya ibunya selalu mengunjung rumah kami.</p> <p>cerita ibu mertua hot</p>dery_boledhttp://www.blogger.com/profile/10242059087321130258noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6417611402379692210.post-52427500730871787902009-09-05T11:23:00.000-07:002009-09-05T11:29:02.492-07:00Mba Anna Mentor Sex kuSaya adalah seorang pegawai swasta yang bergerak dalam bidang komputer. Beberapa minggu yang lalu saya ditelpon melalui HP untuk memperbaiki komputer pada salah satu pelanggan yang belum saya kenal yang jelas suaranya seorang wanita, saya perkirakan berumur 25 tahunan karena suaranya sangat manja dan dewasa.<br /><span id="more-297"></span><br />Pada waktu yang ditentukan saya datangi, rumahnya tak terlalu luas tapi cukup apik penataan taman, saya pencet bel, yang keluar seorang wanita setengah tua dengan penampilan yang mempesona, dengan kulit bersih tanpa make up dan bibirnya yang sensual hingga membuat buyar konsentrasi. Setelah beberapa saat menunggu di ruang tamu saya dipersilakan masuk ke ruang kerja, dimana komputer tersebut berada. Beberapa waktu berselang selesai pekerjaan saya, sebelum pamit saya menyuruh mencoba komputer tersebut apa sudah baik atau masih ada yang tertinggal. <p>Berawal dari coba mencoba akhirnya saya jadi akrab untuk berbincang-bincang dengan wanita setengah baya, yang mengaku bernama Anna (nama samaran). Yang ternyata seorang istri yang selalu ditinggal oleh suaminya yang gila kerja. Waktu suaminya hanya tersita oleh pekerjaan, memang soal materi selalu diberikan dengan sangat cukup tapi soal batin yang tak pernah terpikirkan oleh suaminya terhadap istrinya, saya pikir hal ini persoalan klise belaka, tetapi dampaknya sangat berarti bagi kehidupan berumah tangga.</p> <p>Tak terasa waktu berjalan terus seiring dengan konsultasi Anna terhadap saya tentang persoalan rumah tangganya, katanya saya dapat berbicara seperti konsultan rumah tangga, hal ini memang saya akui suatu kelebihan saya bila menghadapi wanita yang sedang dirundung musibah, tapi bukan sebagai kedok untuk berbuat yang tidak-tidak.</p> <p>Setelah selesai saya pamit dan memberikan No. HP saya dengan pesan bila terjadi sesuatu dan memerlukan saya hubungi saya.<br />Beberapa hari kemudian saya ditelpon untuk bertemu disuatu tempat yang menurut saya sebagai tempat yang sangat romantis bagi dua insan yang sedang kasmaran namanya (ada aja).<br />“Mas, saya sangat berterima kasih atas konsultasinya waktu lalu”, ujar Anna dengan mata yang sendu dan bibir tergetar halus.<br />“Saya hanya orang biasa yang hanya dapat berbicara untuk mencari jalan keluar”, jawab saya sebisanya karena dengan tatapan matanya saya dapat merasakan getaran birahi yang sangat besar.<br />“Saya ingin Mas temani saya untuk berbagi rasa dengan perasaan Mas yang sebenarnya”<br />Wah mati aku, akhirnya saya bimbing kedalam tempat yang nyaman dan privacy. Bagaikan seorang kekasih saya berkasi-kasihan diatas sebuah ranjang empuk dan berudara nyaman.</p> <p>Saya lumat bibirnya dengan penuh perasaan dan saya genggam kedua telapak tangannya sehingga kami merasakan kebersamaan yang bergelora. Lidahnya terus bergoyang didalam rongga mulut seirama dengan alunan musik bossas. Lama kami ber ciuman mesra, kurengkuh lehernya dengan jilatan halus yang merindingkan bulu kuduknya, Anna melenguh.<br />“Mas terus Mas jangan kecewakan saya” sebentar-bentar tangannya bergreliya ke dada dan selangkangan saya, tak tinggal diam dengan gaya yang meyakinkan saya kecup putingnya dengan sedotan-sedotan kecil dan gigitan mesra, bibir saya meluncur kebawah menuju pusar, saya mainkan lidah saya dibundaran pusarnya wah wangi farfumnya menyentuh birahi saya. Tangannya merengkuh alat pitas saya yang sudah tegang, Anna kaget, mass kok besar sekali, saya bisikan, jangan takut pasti muat. Memang Anna belum dikaruniai anak, jadi masih seperti perawan, apalagi punya suaminya tak terlalu besar.</p> <p>Saya jilat permukaan vaginanya, Anna bergelinjang menarik pantatnya hingga menjauhi bibir saya, saya terperanjat, kenapa?<br />“Mass saya belum pernah seperti itu, maaf yah”, saya hanya tersenyum dan meneruskan permainan bibir kebagian betis dan seluruh paha.<br />Beberapa waktu berselang tangannya mendekap kepala saya dengan sangat kencang seolah-olah tak mau dilepaskan, sesak napas saya. saya tau Anna sudah klimaks tapi dalam dalam benak saya ini baru permulaan. Setelah dekapannya melemah saya baringkan celentang, terhamparlah padang rumput dan pegunungan yang indah seindah tubuhnya tanpa sehelai benangpun. Dengan gaya konpensional saya mulai melaksanakan tugas saya sebagai seorang lelaki, saya selipkan punya saya disela-sela bibir kemaluannya hingga ambles kepalanya, Anna menjerit kecil.<br />“Mass, tahan Mass ngiluu Mas terlalu besar”.</p> <p>Memang saya sadar dan tak langsung main tancap, saya tarik dan tekan secara perlahan-lahan, setelah vaginanya teradaptasi Anna berubah dengan gaya yang agresip ditekan pantatnya ke atas hingga punya saya ambles semua, saya imbangi dengan gerak-gerakan yang atraktif, saya balikkan tubuhnya, saya dibawah dan Anna di atas dengan demikian Anna lebih leluasa untuk mengekspresikan birahinya yang selama ini tertahan. Benar adanya dengan gerakan yang dahsyat Anna bergerak naik turun sambil berdesis-desis hingga saya bingung membedakan antara desisan bibir bawah dengan bibir atas. Beberapa saat kemudian Anna mengejan dan menegang sambil menggigit dada saya, setelah itu saya tak mau kehilangan momen saya lakukan penyerangan dengan gaya profesional atas, bawah, depan, belakan, kiri dan kanan, hanya satu yang tak mau saya paksakan yaitu mengoral punya saya, karna saya tau Anna nanti stress, saya pikir bila nanti pada satnya tiba mungkin bukan batangnya yang dilumat tapi sekalian bijinya dan sangkarnya.<br />“Dewwii saya mau sampai nihh. saya keluarin dimanaa?”<br />“Mas di luar saja dulu yah”.</p> <p>Dengan secepat kilat saya tarik kemaluan saya dan saya keluarkan di dadanya hingga beberapa semprotan protein meleleh diantara dua bukit dan sedikit terciprat ke dagu. Setelah semprotan terakhir keluar, matanya terbuka dan tangannya menggenggam kemaluan saya, tanpa saya sadari dikulumnya kemaluan saya, hingga saya terperajat dan tak yakin, yah mungkin inilah yang dinamakan puncak dari birahi kaum hawa yang sudah mencapai batas ambang sehingga tak berlaku lagi rasa malu, jijik, dan kotor yang ada hanya nafsu dan nafsu.</p> <p>Tanpa istirahat kemaluan saya bangun kembali sehingga menegang sampai kuluman mulut Anna terasa sempit dan rongga mulutnyapun membesar. Gerakan maju mundur mengakibatkan saya bergelinjang kekanan dan kekiri sambil sesekali mencengram rambutnya yang terurai lepas. Konsentrasiku hampir terganggu dengan gerakannya yang cepat hampir klimaks saya dibuatnya, tapi sebelum itu saya lepaskan untuk mengurangi ketegangan saya, saya balik menyerang dengan jari jemari menari-nari diseputar liang vaginanya dan sesekali menggesekkan ke area G-Spot wanitanya sehingga Anna merancau tak karuan, tangannya menarik sprei hingga terlepas dari sangkutannya. semakin lama semakin dahsyat pergolakan birahi saya dan Anna, saya rasakan aliran cairan hanggat membasahi jari saya dan tak mau ketinggalan moment yang indah ini saya balikan tubuhnya sehingga tengkurap dan saya tekan dengan kemaluan saya dari arah belakang, Anna meringis.<br />“Mas pelan-pelan, ngilu”</p> <p>Saya atur irama sehingga lama kelamaan menjadi asyik dan Annapun melakukan gerakan yang membuatnya bertambah assyik dan masyukk. Dadaku bergetar ketika hasrat itu akan mencapai puncak, ku tarik kemaluanku dan kusemprotkan ke atas punggungnya dangan kedua tangan ku mencengram kedua bongkah pantatnya yang masih kencang untuk ukuran Anna. Dan lubang anusnya masih bersih tak ada tanda-tanda bekas gesekan atau luka atau penyakit wasir, nafsu saya melihatnya tapi hasrat itu saya pendam, mungkin (dalam benak saya) lain waktu Anna meminta untuk di setubuhi anusnya karena memang bila nafsu sudah datang birahipun memuncak yang pada akhirnya dunia terasa sangat-sangat indah melayang-layang dan sukar diutarakan yang ada hanya dirasakan. Pikiran ngeres saya ternyata terbaca oleh Anna, dengan sedikit mesra tangannya menarik kepalaku dan membisikan sesuatu.<br />“Mas, coba dong masukin dari belakang, Anna ingin coba sekali aja tapi pelan-pelan yah”.</p> <p>Antara sadar dan tak sadar saya anggukan kepala tanda setuju. Karena badan saya sangat lelah saya istirahat sebentar dan membersikan sisa-sisa mani yang menempel pada kaki dan perut. Saya minum beberapa teguk minuman yang dihidangkan dikamar tamu, setelah rilek saya kembali kekamar, ternyata Anna masih tergolek diatas tempat tidur dalam posisi tengkurap, wah inilah yang dinamakan lubang surga, terletak hanya kurang lebih tujuh centimeter antara lubang vagina dengan lubang anus. Saya berfikir mana yang lebih sempit, wah yang pasti lubang anus yang lebih sempit, tanpa basa-basi saya mainkan jari saya dengan sedikit ludah untuk pelicin kesekitar permukaan anusnya, Anna terbangun dan merasakan adanya sesuatu yang lain dari pada yang lain, dan jariku terus menusuk nusuk lubang anusnya, saya tidak merasa jijik karena memang anus Anna bersih dan terawat.</p> <p>Dengan hati-hati saya masukkan kejantanan saya kedalam anusnya, susah sekali masukinnya karena memang punya saya besar dibagian kepalanya sedang Anna anusnya masih sangat rapat, saya nggak abis akan saya ludahin agar licin, lama-lama kepala kemaluan saya masuk kedalam anusnya, Anna menjerit kecil, saya tahan beberapa saat kemudia dengan rileks saya tekan setengah dan tarik kembali, begitu terus-enerus sehingga Anna merasakan sensasi yang luar biasa.<br />“Mas kok enak sih, lain gitu dengan melalui vagina”.<br />Saya pun waktu itu baru merasakan lubang anus tuh seperti itu, menyedot dan hangat, hampir-hampir saya tidak kontrol untuk cepat-cepat keluar, dengan tarik nafas secara perlahan saya bisa kendalikan emosi saya sehingga permainan berjalan dengan waktu yang panjang, Anna meringis dan bola matanya sebentar-bentar putih semua menandakan birahi yang sangat dahsyat.</p> <p>Kemaluan saya semakin tegang dan berdenyut tanpa memberi tahu kepada Anna saya semprotkan mani saya kedalam liang anusnya, Anna kaget dan mengejan sehingga kemaluan saya seakan-akan disedot oleh jetpump kekuatan besar. saya tergeletak diatas punggungnya sambil memeluk perutnya yang indah, walaupun ada sedikir kerutan, karena memabg umur tidak bisa dikelabui, saya dan Anna tertidur sejenak seakan melayang-layang di dunia lain. Kami bersetubuh dengan kemesraan hingga dua jam setengah sebanyak tiga ronde dipihak saya.</p> <p>Saya lihat tatapan matanya mengandung kepuasan yang sangat dahsyat begitu pula saya sehingga membuat motivasi saya untuk bersetubuh dengan wanita-wanita setengah baya yang memang membutuhkan siraman biologis, karena wanita setengah baya secara teori sedang dalam puncak-puncaknya mengidamkan kepuasan birahi yang tinggi, istilahnya sedang mengalami fase puber kedua, apalagi bila sang suami tak memberikannya. Saya memang lebih menyukai wanita setengah baya dari pada ABG, karena wanita setengah baya mempunyai naluri kewanitaan yang besar sehingga dalam bersetubuh dapat saling memberikan respon yang sangat artistik bila dilakukan dengan mesra.</p> <p>Setelah kami mandi kamipun bergegas untuk kembali pada tugas masing-masing, dari akhir pembicaraan saya dengannya, saya dipesankan agar merahasiakan hubungan ini, setelah itu saya diselipkan sehelai cek untuk konsultasi katanya. tanpa kwitansi dan tanda terima seperti biasanya bila terjadi transaksi. Sebenarnya saya tak tega mengambil cek tersebut, karena apa yang saya lakukan dengannya adalah sama-sama iklas sehingga hubungan menjadi sangat sangat sangat asyik masyuk, tapi saya pikir uang buat Anna nggak masalah karena memang untuk biaya pengeluaran lebih kecil dari pada yang diterima dari suaminya, selain itu saya juga sedang memerlukan biaya untuk memperbaiki kendaraan saya yang secara kebetulan pada waktu itu sedang mengalami perbaikan mesin.</p> Setelah peristiwa itu saya masih terus dihubungi bila Anna perlu, dan pernah saya dikenalkan dengan rekan-rekan yang senasib dan saya pernah dihubungi oleh teman-temanya dengan saling menjaga rahasia satu sama lain, tapi ceritanya tak jauh beda, yang jelas saya akan rahasiakan sampai akhir hayat.dery_boledhttp://www.blogger.com/profile/10242059087321130258noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6417611402379692210.post-69642209069343284222009-09-05T11:11:00.000-07:002009-09-05T11:18:21.540-07:00Mantan PacarkuSeorang temanku, namanya Rudy Manoppo, dia menghubungiku di handphone. Dia lagi berada di hotel Menteng di Jalan Gondangdia lama bersama dua orang ceweknya. Memang dia pernah janji padaku mau mengenalkan pacarnya yang namanya Judith itu padaku, dan sekarang dia memintaku datang untuk bertemu dengan mereka malam ini di sana.<br /><span id="more-276"></span><br />Dalam perjalanan ke sana aku teringat dengan seorang cewek yang namanya Judith juga. Lengkapnya Judith Monica. Sudah setahun ini kami tidak pernah bertemu lagi, tapi masih sering menghubungi via telepon, terakhir kali aku menghubungi dia waktu ulang tahunnya tanggal 29 September, dan kukirimi dia kado ulangtahun. Dia adalah orang yang pernah begitu kusayangi. Dalam hatiku berharap semoga dia menjadi isteriku. Wajahnya mirip artis Dina Lorenza, tinggi 170 cm, kulitnya sawo matang. Pokoknya semua tentang dia ini oke punya lah. Ibunya orang Jawa, sedangkan bapaknya dari Sulawesi selatan. Dia sendiri sejak lahir sampai besar menetap di Jakarta bersama orangtuanya.<br />Dulunya kami bekerja di satu perusahaan, Judith ini accountingnya kami di kantor, sedangkan aku bekerja diatas kapal. Setiap pulang dari Jepang, sering kubawa oleh-oleh untuk dia. Tetapi salah satu point yang sulit mempersatukan kami adalah soal agama. Terakhir yang kutahu tentang Judith ini dia batal menikah dengan cowoknya yang namanya Adhi itu.<br />Handphone-ku berbunyi lagi, rupanya dari Rudy, mereka menyuruhku masuk ke dalam kamar 310, disitu Rudy bersama dua orang ceweknya. Aku disuruh langsung saja masuk ke kamar nanti begitu tiba di sana. Aku tiba di sana pukul sembilan tiga puluh malam dan terus naik ke atas ke kamar 310. Seorang cewek membuka pintu buatku dan cewek itu hanya bercelana dalam dan BH saja, dan aku langsung masuk. Rupanya Rudy sedang main dengan salah seorang ceweknya itu, keduanya sama-sama telanjang dan lagi seru-serunya berduel. Terdengar suaranya si cewek ini mendesah dan mengerang kenikmatan, sementara Rudy mencium wajahnya dan lehernya. Aku berpaling pada cewek yang satu lagi ini yang memandangku dengan senyuman manis.<br />“Oom Errol ya..?” tegurnya sambil duduk di atas tempat tidur yang berada di sebelahnya.<br />Aku hanya mengangguk dan membalas senyumnya. Bodynya boleh juga nih cewek, hanya sedikit kurus dan imut-imut.<br />“Namanya siapa sich..?” tanyaku.<br />“Namaku Lina, Oom buka aja bajunya.”<br />Lalu aku pun berdiri dan membuka bajuku, dan kemudian menghampirinya di atas ranjang dan menyentuh punggungnya, sementara Lina ini terus saja menonton ke sebelah. Si cewek yang lagi ‘dimakan’ Rudy rupanya mencapai puncak orgasmenya sambil menggoyang pinggulnya liar sekali, menjerit dan mendesah, dan kemudian Rudy pun keluar. Asyik juga sekali-sekali menonton orang bersenggama seperti ini.<br />Sementara keduanya masih tergeletak lemas dan nafas tersengal-sengal, si Lina ini berpaling kepadaku dan aku pun mengerti maksudnya, dan kami pun mulai bercumbu, saling meraba dan berciuman penuh nafsu. Kini berbalik Ricky dan ceweknya itu yang menonton aku dan Lina main. Secara kebetulan aku balik berpaling kepada Ricky dan ceweknya itu, dan betapa kagetnya aku melihat siapa cewek yang bersama Ricky itu. Masih sempat kulihat buah dadanya dan puting susunya sebelum cepat-cepat dia menarik selimut menutupi badannya. Aku langsung jadi ‘down’ dan bangun berdiri, dan menegur Ricky sambil memandang si cewek itu yang masih terbaring. Dia pun nampaknya begitu kaget, untung saja Ricky tidak melihat perubahan pada air wajahnya.<br />“Hi Ricky.., sorry aku langsung main tancap nich.” kataku, Ricky hanya tertawa saja padaku.<br />“Gimana Roll, oke punya?” tanya Ricky sambil melirik Lina yang masih terbaring di ranjang.<br />“Excellent..!” jawabku sambil berdiri di depannya tanpa sadar bahwa aku lagi telanjang bulat dan tegang.<br />“Roll, kenalkan ini cewekku yang kubilang si Judith itu,” ucap Ricky sambil tangannya berbalik memegang kepalanya Judith.<br />Segera aku menghampirinya dan mengulurkan tanganku yang disambut oleh cewek itu.<br />Kami berjabat tangan, terasa dingin sekali tangannya, dan dia menengok ke tempat lain, sementara aku menatapnya tajam. Untunglah Ricky tidak sadar akan perubahan diantara aku dengan cewek ini. Lalu si Judith ini bangun sambil melingkari tubuhnya dengan handuk, kemudian berjalan ke kamar mandi diiringi oleh tatapan mataku, melihat betis kakinya yang panjang indah itu yang dulu selalu kukagumi.<br />Tidak sadar aku menarik nafas, terus Rudy mempersilakan aku dan Lina kembali melanjutkan permainan yang tertunda itu. Kami kemudian melakukan foreplay sebelum acara yang utama itu. Kulihat sekilas ke sebelah, Judith sudah balik dari kamar mandi dan memperhatikan aku dan Lina yang sedang bertempur dengan seru, Lina mengimbangiku tanpa terlalu berisik seperti Judith tadi. Lina mengangkangkan kedua kakinya lebar-lebar dan kusodok lubang vaginanya dengan penuh semangat. Maklumlah, dua bulan di laut tidak pernah menyentuh wanita sama sekali.<br />Sampai akhirnya kami berdua pun sama-sama keluar, aduuh.. nikmatnyaa… Kuciumi buah dada yang penuh keringat itu dan bibir-bibirnya yang tipis itu, kulitnya benar-benar bersih mulus dan akhirnya kami terbaring membisu sambil terus berpelukan mesrah dan tertidur. Waktu itu sudah jam dua belas tengah malam.<br />Ketika aku terbangun, rupanya Lina tidak tidur, dia malah asyik memandangiku. Kulihat ke sebelah, Rudy dan Judith masih terlelap, hanya selimutnya sudah tersingkap. Rudy tidur sambil memeluk Judith dan keduanya masih telanjang bulat. Paha Judith yang mulus sexy itu membuatku jadi terangsang kembali dan terus saja memandangnya dari jauh.<br />“Dia cantik ya..?” lalu Lina berbisik padaku, aku hanya mengangguk kepala.<br />“Cantik, sexy.. tapi milik banyak orang..” tambah Lina lagi.<br />“Dia temanmu kan..?”<br />“Kita satu fakultas dulu, dan sama-sama wisuda, setahu gua dia dulunya nggak suka main sama laki, tapi dia melayani tante-tante senang yang suka nyari mangsa di kampus.”<br />“Maksud kamu Judith itu lesbian..?”<br />“Yah gitu lah, tapi dia juga pacaran waktu itu, terakhir dulu gua dengar dia lama main ama orang cina dari Hongkong.”<br />“Bisa jadi dia pernah lesbong, soalnya liat tuh puting susunya udah besar dan panjang lagi, kayak ibu-ibu yang pernah menyusui.” kataku.<br />“Pak Rudy ini cuman salah satu dari koleksinya, dia juga suka main ama orang bule dari Italy, terus dia juga ada main sama Pak XXX (orang penting).”<br />“Lina kok tau semuanya..?”<br />“Soalnya gua sering jalan bareng dia, kalo dia dapat order sering dia bagi-bagi ama gua, orangnya paling baik juga sosial ama temen.” sambung Lina lagi.<br />Sementara Lina tidak tahu kalau aku dan Judith juga sudah lama kenal.<br />Tiba-tiba Judith menggerakkan badannya membuat bagian perutnya yang tadinya terselimut kini terbuka, gerakannya itu membangunkan Rudy yang melihat buah dadanya begitu menantang langsung mulutnya beraksi, dari buah dada Judith turun terus ke bawah membuka lebar pahanya Judith dan menjilati bibir vaginanya. Aku langsung bangun dan menghampiri ranjang keduanya dan memperhatikan dari dekat Rudy menjilati bibir kemaluan Judith dan menguakkannya. Nampak lubang kemaluan Judith yang memerah terbuka cukup besar. Sementara bulu kemaluannya kelihatan seperti dicukur bersih, licin seperti vagina seorang bayi.<br />Melihatku memperhatikannya dengan serius, Rudy lalu bertanya.<br />“Kamu suka Roll..? Kita tukaran aja sekarang, aku ama Lina.”<br />Lalu Rudy bangun dan pindah ke ranjang sebelah, dan aku segera menggantikan tempat Rudy tadi, tapi betapa terkoyaknya hatiku saat itu. Benar-benar tidak pernah kukira akan mengalami pertemuan kembali yang begini dengan Judith. Aku berbaring sambil mendekap tubuhnya pelan-pelan, seolah takut jangan sampai dia terbangun. Mulutku melahap buah dadanya, menghisap puting susunya yang besar dan panjang itu, tanganku pelan turun ke bawah mengusap selangkangannya, terus memegang vaginanya sambil mencium pipinya, mengulum bibir-bibirnya. Judith mendesah dan menguap sambil menggerakkan badannya, tapi tidak bangun. Aku pun terus melanjutkan aksiku.<br />Ketika dia berbalik tertelungkup, segera kupegang pantatnya dan menguakkannya. Nampaklah lubang duburnya yang sudah terbuka itu, merah kehitam-hitaman, kira-kira berdiameter satu senti. Tapi betapa hatiku begitu penuh kasih padanya, pelan-pelan lidahku menjulur ke lubang pantatnya itu dan kujilati pelan-pelan. Tiba-tiba Judith menggerakkan pantatnya, rupanya terasa olehnya sesuatu yang nikmat di pantatnya. Aku terus saja menjilatinya, lalu dia merintih dan menarik napas panjang dan mendesah.<br />“Aduuhh.. enak Rudy, terus Sayang.. lidahnya terus mainkan.., duuh.. enaakk..!” desahnya pelansambil semakin kuat menggoyangkan pantatnya, sementara rudalku sudah tegang sekali.<br />“Rudy.., jellynya.. jellynya dulu.. baru masukin yaa..!”<br />Aku tidak tahu dimana jellynya, lalu kuludahi saja banyak-banyak sampai lubang duburnya itu penuh dengan ludahku dan kuarahkan rudalku ke arah sasarannya, dan mulai menyentak masuk pelan-pelan.<br />“Aaacchh..!” dia mendesah.<br />Sekali hentak langsung masuk tanpa halangan, kudorong terus rudalku, tangan kananku melingkari lehernya. Dia menarik napas panjang sambil mendesah tertahan, sementara rudalku sudah semuanya masuk tertanam dalam liang pelepasannya yang cengkeramannya sudah tidak terasa lagi. Tangan kiriku memainkan klitorisnya, sambil mencium pipinya kemudian melumat bibirnya. Berarti Judith ini sudah biasa disodomi orang, hanya lubangnya belum terbuka terlalu besar. Aku mulai menarik keluar kembali dan memasukkan lagi, dan mulai melakukan gerakan piston pelan-pelan pada awalnya, sebab takut nanti Judithnya kesakitan kalau aku langsung main hajar dengan kasar.<br />Aku tahu bila dalam keadaan normal seperti biasa, tidak akan pernah aku dapat menyentuh tubuhnya ini. Selagi aku mengulum lidahnya itu, Judith membuka matanya, terbangun dan kaget melihat siapa yang lagi menyetubuhinya. Judith mau bergerak bereaksi tapi kudekap dia kuat-kuat hingga Judith tidak mungkin dapat bergerak lagi, dan aku mulai menghentak dengan kekuatan penuh pada lubang duburnya yang memang sudah dol itu.<br />Batang rudalku masuk semua tertancap di dalam lubang duburnya dan masuk keluar dengan bebasnya menghajar lubang dubur Judith dengan tembakan-tembakan gencar beruntun sambil mendekapnya kuat-kuat dari belakang meremas payudaranya dengan gemasnya dan mengigit tengkuknya yang sudah basah oleh keringatnya itu. Secara reflex Judith mengoyang pinggulnya begitu merasakan batang kemaluanku masuk, dan mendesah mengerang dengan suara tertahan. Keringat deras bercucuran di pagi yang dingin itu. Seperti kuda yang sedang balapan seru, dia merintih lirih diantara desahan napasnya itu dan mengerang. Judith semakin menggoyang pantatnya seperti kesetanan oleh nikmat yang abnormal itu.<br />Sepuluh menit berlalu, lubang duburnya Judith rasanya sangat licin sekali, seperti main di vagina saja. Dan Judith meracau mendesah dan menjerit histeris, wajahnya penuh keringat yang meleleh. Kubalikkan tubuhnya, kini Judith sudah tidak melawan lagi, dia hanya tergeletak diam pasrah ketika kualasi bantal di bawah pantatnya. Dia mengangkat kedua kakinya yang direntangkan dan memasukkan lagi rudalku ke dalam lubang duburnya yang sudah terkuak itu. Seluruh batang rudalku basah oleh cairan kuning yang berbuih, itu kotorannya Judith yang separuhnya keluar meleleh dari lubang duburnya itu. Bagi orang yang tidak biasa dengan anal sex ini pasti akan merasa jijik.<br />Kini wajah kami berhadapan, kupegang kepalanya supaya dia tidak dapat berpaling ke kiri ke kanan. Dan kulumat-lumat bibir-bibirnya, sepasang gunung buahdadanya terguncang-guncang dengan hebatnya, lehernya dan dadanya basah oleh keringatnya yang bercampur baur dengan keringatku. Dan inilah yang namanya kenikmatan surga. Pipi-pipinya telah memerah saga oleh kepanasan. Aku semakin keras lagi menggenjot ketika mengetahui kalau Judith mau mencapai puncak klimaksnya. Seluruh tubuhnya lalu jadi mengejang, dan suaranya tertahan di ujung hidungnya, Judith ini benar-benar histeris pikirku. Mungkin juga dia ini sex maniac.<br />Judith mulai bergerak lagi dengan napas yang masih tersengal-sengal sambil mendesah.<br />“Terus ung.. teeeruus.. aku mau keluar lagi..!” desahnya.<br />Benar saja, Judith kembali menjerit histeris seperti kuntilanak, seluruh tubuhnya kembali mengejang sambil wajahnya menyeringai seperti orang menahan sakit yang luar biasa. Butiran keringatnya jatuh sebesar biji jagung membasahi wajahnya, peluh kami sudah bercampuran. Kupeluk erat-erat tubuhnya yang licin mengkilap oleh keringat itu sambil menggigit-gigit pelan daun telinganya agar dia tambah terangsang lagi.<br />Akhirnya dia jatuh lemas terkulai tidak berdaya seperti orang mati saja. Tinggal aku yang masih terus berpacu sendiri menuju garis finish. Kubalikkan lagi tubuh Judith tengkurap dan mengangkat pantatnya, tapi tubuhnya jatuh kembali tertelungkup saja, entah apa dia sangat kehabisan tenaga atau memang dia tidak mau main doggy style. Kuganjal lagi bantal di bawah perutnya dan mulai menhajarnya lagi, menindihnya dari atas punggungnya yang basah itu. Tapi keringatnya tetap berbau harum. Napasnya memburu dengan cepatnya seperti seorang pelari.<br />“Aduh.. aduuh.. aku mau beol.. nich.. cepeet dikeluarin.. nggak tahan nich..! Ituku udah mo keluar nich..!” desahnya.<br />Dadanya bergerak turun naik dengan cepatnya. Tapi aku tidak perduli, soalnya lagi keenakan, kutanamkan kuat-kuat batang kemaluanku ke dalam lubang pantatnya, dan menyemprotkan spermaku begitu banyaknya ke dalam lubang analnya itu.<br />“Aduh.. aduuh.., aku mau beol.. nich.. cepeet nggak tahan nich.., udah mo keluar nich..!” desahnya.<br />“Aaacchhh.. aach..!” Judith menjerit lagi.<br />Ada dua menit baru kucabut batang kemaluanku. Dan apa yang terjadi, benar saja kotorannya Judith ikut keluar bersama rudalku, dan menghambur padaku. Terasa hangat kotorannya yang mencret itu. Hal itu juga berhamburan pada seprei tempat tidur. Praktis kami berenang di atas kotoran tinjanya yang keluarnya banyak sekali itu. Sementara aku lagi menikmati orgasmeku, kudengar suaranya Judith seperti orang yang sedang sekarat, dan napasnya mendengus. Anehnya aku sama sekali tidak merasa jijik, walaupun aku dengan sudah belepotan oleh tinjanya.<br />Kami tetap saja berbaring diam sambil terus berpelukan. Napasnya masih tersengal-sengal. Dadanya bergerak naik turun seperti orang yang benar-benar kecapaian. Kucium pipinya yang basah oleh keringatnya, dan menjilati keringat di lehernya yang putih mulus itu. Batinku terasa puas sekali dapat mencicipi tubuh indah ini, walaupun dia ini hanya seorang pelacur saja. Judith pun tetap berbaring diam tidak bergerak walaupun semua bagian bawah tubuhnya sudah berlumuran oleh tinjanya. Dia sepertinya sudah seperti pasrah saja atas semua yang sedang terjadi pada dirinya. Bola matanya menatap kosong ke dinding kamar. Aku membalikkan kepalanya agar menatapku, terus kuhisap bibirnya pelan dan mencium di jidatnya. Tampak senyum di wajahnya, dia seperti senang dengan sikapku ini. Dia menatapku dengan wajah sayu dan letih.<br />“I love you Judith..” ucapku tanpa sadar.<br />Dia hanya mendengus, menggerakan hidungnya yang mancung itu sambil bola matanya yang hitam bening itu menatapku tajam. Kucium lagi pipinya.<br />“Judith.., dari dulu aku tetap cinta kamu..” bisikku di telinganya.<br />“Walaupun harus hidup dengan berlumuran tinja seperti ini..?” jawabnya seperti menyindirku.<br />“Kita mesti keluar dari kubangan tinja ini Judith..,” kataku, “Kita bersihkan tubuh kita dan kita memulai hidup kita yang baru.”<br />Dia tidak menjawab, malah mendorongku ke samping dan dia melompat bangun bergegas menuju kamar mandi diiringi suara ketawa dari Rudy dan Lani.<br />Sisa-sisa kotoran di bokong pantatnya itu mengalir turun di paha dan betis kakinya dan ruangan itu telah dipenuhi oleh bau kotoran yang keluar dari dalam perutnya Judith ini. Aku pun berlari ke kamar mandi dan membantu Judith membersihkan badannya dengan air dan bantu dia menyirami tubuhnya dan menyabuni seluruh tubuhnya sampai ke selangkang dan kemaluannya terus sampai pada lubang pantatnya semua kusabuni dan kubilas sampai benar-benar bersih. Barulah kemudian aku mandi. Judith nampaknya senang dengan perlakuanku yang mengistimewakan dirinya itu, dan dia pun membantuku mengelap badanku dengan handuk.<br />Kemudian kami kembali ke kamar, aku menarik keluar seprei yang telah penuh dengan kotoran itu, membungkusnya dan melemparnya ke kamar mandi. Judith duduk di kursi mengawasiku bekerja sambil senyum-senyum malu. Aku menatap tubuhnya yang tinggi atletis ini dengan penuh rasa pesona dan syukur. Namun sama sekali tidak kusanga bahwa nanti dalam waktu yang tidak lama lagi dia akan menjadi isteriku. Dan sedikitpun aku tidak menyesal memperisteri Judith, sekalipun dia itu hanyalah seorang bekas wanita nakal, bekas ayam kampus.<br />Kami kembali lagi ke atas tempat tidur dan berusaha untuk tidur, padahal hari sudah pagi. Kami tidur berpelukan. Dia menyembunyikan kepalanya di dalam dadaku yang sedang bergemuruh dengan hebatnya itu, dan kami terlelap dalam tidur. Aku hanya dapat tertidur beberapa saat saja, kemudian sudah terbangun lagi, di sampingku Judith masih tertidur lelap, mungkin sebab saking capeknya dia ini. Pelan aku bangun untuk duduk sambil memperhatikan dia dalam ketidurannya, di bibirnya tersungging senyum, sepertinya dia merasa bahagia dalam hidup ini. Rambutnya yang lebat hitam panjang itu tergerai di atas bantal.<br />Pelan kusingkap kakinya hingga terbuka lebar, dan tanganku mengusap pahanya yang ditumbuhi bulu-bulu halus itu. Benar-benar merangsangku paha mulus yang bersih ini. Menguakkan bibir vaginanya yang telah ke biru-biruan itu pertanda bahwa dia telah banyak sekali melakukan persetubuhan. Dan kulihat lubang vaginanya yang telah terbuka menganga seperti lubang terowongan turun ke dalam rahimnya. Lalu kujulurkan lidahku untuk membuka vaginanya itu dengan penuh perasaan. Kujilati juga klitorisnya, membuatnya jadi tergerak mungkin oleh rasa enak di klitorisnya itu. Tapi hanya sampai disitu saja. Aku tidak tega untuk membangunkannya dari kelelapan tidurnya yang manis itu.<br />Siangnya kami checked out dari Hotmen itu. Dalam mobil aku dan Judith duduk di belakang. Dia tidak pernah berbicara sampai kami tiba di depan rumahnya Lina di Tebet timur, keduanya turun di sini, padahal Judith rumahnya di jalan Kalibata utara.<br />Setelah berlalu dari situ, aku bertanya kepada Rudy kenapa tidak membayar keduanya. Rudy bilang biasanya uangnya itu di transfer ke rekening keduanya masing-masing. Dan esoknya hari Senin aku mentransfer uang ke rekening Judith sebesar lima ratus ribu rupiah. Kenangan manis yang tidak terlupakan bagiku.dery_boledhttp://www.blogger.com/profile/10242059087321130258noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6417611402379692210.post-57811451988026059782009-09-05T10:54:00.000-07:002009-09-05T10:57:22.808-07:00Tukar Pasangan dengan Tetanggakupengalamnku bercinta dengan tetangga baruku, dimana istri tetanggaku yang sangat bahenol dan sering bikin burungku naik turun itu akhirnya bisa kudapatkan walaupun dengan kompensasi aku harus merelakan istriku di tiduri oleh suami tetangga baruku.<br /><span id="more-253"></span><br />Kurasa tidak perlu aku ceritakan tentang nama dan asalku, serta tempat dan alamatku sekarang. Usiaku sekarang sudah mendekati empat puluh tahun, kalau dipikir-pikir seharusnya aku sudah punya anak, karena aku sudah menikah hampir lima belas tahun lamanya. Walaupun aku tidak begitu ganteng, aku cukup beruntung karena mendapat isteri yang menurutku sangat cantik. Bahkan dapat dikatakan dia yang tercantik di lingkunganku, yang biasanya menimbulkan kecemburuan para tetanggaku. <p>Isteriku bernama Resty. Ada satu kebiasaanku yang mungkin jarang orang lain miliki, yaitu keinginan sex yang tinggi. Mungkin para pembaca tidak percaya, kadang-kadang pada siang hari selagi ada tamu pun sering saya mengajak isteri saya sebentar ke kamar untuk melakukan hal itu. Yang anehnya, ternyata isteriku pun sangat menikmatinya. Walaupun demikian saya tidak pernah berniat jajan untuk mengimbangi kegilaanku pada sex. Mungkin karena belum punya anak, isteriku pun selalu siap setiap saat.</p> <p>Kegilaan ini dimulai saat hadirnya tetangga baruku, entah siapa yang mulai, kami sangat akrab. Atau mungkin karena isteriku yang supel, sehingga cepat akrab dengan mereka. Suaminya juga sangat baik, usianya kira-kira sebaya denganku. Hanya isterinya, woow busyet.., selain masih muda juga cantik dan yang membuatku gila adalah bodynya yang wah, juga kulitnya sangat putih mulus.</p> <p>Mereka pun sama seperti kami, belum mempunyai anak. Mereka pindah ke sini karena tugas baru suaminya yang ditempatkan perusahaannya yang baru membuka cabang di kota tempatku. Aku dan isteriku biasa memanggil mereka Mas Agus dan Mbak Rini. Selebihnya saya tidak tahu latar belakang mereka. Boleh dibilang kami seperti saudara saja karena hampir setiap hari kami ngobrol, yang terkadang di teras rumahnya atau sebaliknya.</p> <p>Pada suatu malam, saya seperti biasanya berkunjung ke rumahnya, setelah ngobrol panjang lebar, Agus menawariku nonton VCD blue yang katanya baru dipinjamnya dari temannya. Aku pun tidak menolak karena selain belum jauh malam kegiatan lainnya pun tidak ada. Seperti biasanya, film blue tentu ceritanya itu-itu saja. Yang membuatku kaget, tiba-tiba isteri Agus ikut nonton bersama kami.</p> <p>“Waduh, gimana ini Gus..? Nggak enak nih..!”<br />“Nggak apa-apalah Mas, toh itu tontonan kok, nggak bisa dipegang. Kalau Mas nggak keberatan, Mbak Res diajak sekalian.” katanya menyebut isteriku.<br />Aku tersinggung juga waktu itu. Tapi setelah kupikir-pikir, apa salahnya? Akhirnya aku pamit sebentar untuk memanggil isteriku yang tinggal sendirian di rumah.</p> <p>“Gila kamu..! Apa enaknya nonton gituan kok sama tetangga..?” kata isteriku ketika kuajak.<br />Akhirnya aku malu juga sama isteriku, kuputuskan untuk tidak kembali lagi ke rumah Agus. Mendingan langsung tidur saja supaya besok cepat bangun. Paginya aku tidak bertemu Agus, karena sudah lebih dahulu berangkat. Di teras rumahnya aku hanya melihat isterinya sedang minum teh. Ketika aku lewat, dia menanyaiku tentang yang tadi malam. Aku bilang Resty tidak mau kuajak sehingga aku langsung saja tidur.</p> <p>Mataku jelalatan menatapinya. Busyet.., dasternya hampir transparan menampakkan lekuk tubuhnya yang sejak dulu menggodaku. Tapi ah.., mereka kan tetanggaku. Tapi dasar memang pikiranku sudah tidak beres, kutunda keberangkatanku ke kantor, aku kembali ke rumah menemui isteriku. Seperti biasanya kalau sudah begini aku langsung menarik isteriku ke tempat tidur. Mungkin karena sudah biasa Resty tidak banyak protes. Yang luar biasa adalah pagi ini aku benar-benar gila. Aku bergulat dengan isteriku seperti kesetanan. Kemaluan Resty kujilati sampai tuntas, bahkan kusedot sampai isteriku menjerit. Edan, kok aku sampai segila ini ya, padahal hari masih pagi.Tapi hal itu tidak terpikirkan olehku lagi.</p> <p>Isteriku sampai terengah-engah menikmati apa yang kulakukan terhadapnya. Resty langsung memegang kemaluanku dan mengulumnya, entah kenikmatan apa yang kurasakan saat itu. Sungguh, tidak dapat kuceritakan.<br />“Mas.., sekarang Mas..!” pinta isteriku memelas.<br />Akhirnya aku mendekatkan kemaluanku ke lubang kemaluan Resty. Dan tempat tidur kami pun ikut bergoyang.</p> <p>Setelah kami berdua sama-sama tergolek, tiba-tiba isteriku bertanya, “Kok Mas tiba-tiba nafsu banget sih..?”<br />Aku diam saja karena malu mengatakan bahwa sebenarnya Rini lah yang menaikkan tensiku pagi ini.</p> <p>Sorenya Agus datang ke rumahku, “Sepertinya Mas punya kelainan sepertiku ya..?” tanyanya setelah kami berbasa-basi.<br />“Maksudmu apa Gus..?” tanyaku heran.<br />“Isteriku tadi cerita, katanya tadi pagi dia melihat Mas dan Mbak Resty bergulat setelah ngobrol dengannya.”<br />Loh, aku heran, dari mana Rini nampak kami melakukannya? Oh iya, baru kusadari ternyata jendela kamar kami saling berhadapan.<br />Agus langsung menambahkan, “Nggak usah malu Mas, saya juga maniak Mas.” katanya tanpa malu-malu.</p> <p>“Begini saja Mas,” tanpa harus memahami perasaanku, Agus langsung melanjutkan, “Aku punya ide, gimana kalau nanti malam kita bikin acara..?”<br />“Acara apa Gus..?” tanyaku penasaran.<br />“Nanti malam kita bikin pesta di rumahmu, gimana..?”<br />“Pesta apaan..? Gila kamu.”<br />“Pokoknya tenang aja Mas, kamu cuman nyediain makan dan musiknya aja Mas, nanti minumannya saya yang nyediain. Kita berempat aja, sekedar refresing ajalah Mas, kan Mas belum pernah mencobanya..?”</p> <p>Malamnya, menjelang pukul 20.00, Agus bersama isterinya sudah ada di rumahku. Sambil makan dan minum, kami ngobrol tentang masa muda kami. Ternyata ada persamaan di antara kami, yaitu menyukai dan cenderung maniak pada sex. Diiringi musik yang disetel oleh isteriku, ada perasaan yang agak aneh kurasakan. Aku tidak dapat menjelaskan perasaan apa ini, mungkin pengaruh minuman yang dibawakan Agus dari rumahnya.</p> <p>Tiba-tiba saja nafsuku bangkit, aku mendekati isteriku dan menariknya ke pangkuanku. Musik yang tidak begitu kencang terasa seperti menyelimuti pendengaranku. Kulihat Agus juga menarik isterinya dan menciumi bibirnya. Aku semakin terangsang, Resty juga semakin bergairah. Aku belum pernah merasakan perasaan seperti ini. Tidak berapa lama Resty sudah telanjang bulat, entah kapan aku menelanjanginya. Sesaat aku merasa bersalah, kenapa aku melakukan hal ini di depan orang lain, tetapi kemudian hal itu tidak terpikirkan olehku lagi. Seolah-olah nafsuku sudah menggelegak mengalahkan pikiran normalku.</p> <p>Kuperhatikan Agus perlahan-lahan mendudukkan Rini di meja yang ada di depan kami, mengangkat rok yang dikenakan isterinya, kemudian membukanya dengan cara mengangkatnya ke atas. Aku semakin tidak karuan memikirkan kenapa hal ini dapat terjadi di dalam rumahku. Tetapi itu hanya sepintas, berikutnya aku sudah menikmati permainan itu. Rini juga tinggal hanya mengenakan BH dan celana dalamnya saja, dan masih duduk di atas meja dengan lutut tertekuk dan terbuka menantang.</p> <p>Perlahan-lahan Agus membuka BH Rini, tampak dua bukit putih mulus menantang menyembul setelah penutupnya terbuka.<br />“Kegilaan apa lagi ini..?” batinku.<br />Seolah-olah Agus mengerti, karena selalu saya perhatikan menawarkan bergantian denganku. Kulihat isteriku yang masih terbaring di sofa dengan mulut terbuka menantang dengan nafas tersengal menahan nafsu yang menggelora, seolah-olah tidak keberatan bila posisiku digantikan oleh Agus.</p> <p>Kemudian kudekati Rini yang kini tinggal hanya mengenakan celana dalam. Dengan badan yang sedikit gemetar karena memang ini pengalaman pertamaku melakukannya dengan orang lain, kuraba pahanya yang putih mulus dengan lembut. Sementara Agus kulihat semakin beringas menciumi sekujur tubuh Resty yang biasanya aku lah yang melakukannya.</p> <p>Perlahan-lahan jari-jemariku mendekati daerah kemaluan Rini. Kuelus bagian itu, walau masih tertutup celana dalam, tetapi aroma khas kemaluan wanita sudah terasa, dan bagian tersebut sudah mulai basah. Perlahan-lahan kulepas celana dalamnya dengan hati-hati sambil merebahkan badannya di atas meja. Nampak bulu-bulu yang belum begitu panjang menghiasi bagian yang berada di antara kedua paha Rini ini.</p> <p>“Peluklah aku Mas, tolonglah Mas..!” erang Rini seolah sudah siap untuk melakukannya.<br />Tetapi aku tidak melakukannya. Aku ingin memberikan kenikmatan yang betul-betul kenikmatan kepadanya malam ini. Kutatapi seluruh bagian tubuh Rini yang memang betul-betul sempurna. Biasanya aku hanya dapat melihatnya dari kejauhan, itu pun dengan terhalang pakaian. Berbeda kini bukan hanya melihat, tapi dapat menikmati. Sungguh, ini suatu yang tidak pernah terduga olehku. Seperti ingin melahapnya saja.</p> <p>Kemudian kujilati seluruhnya tanpa sisa, sementara tangan kiriku meraba kemaluannya yang ditumbuhi bulu hitam halus yang tidak begitu tebal. Bagian ini terasa sangat lembut sekali, mulut kemaluannya sudah mulai basah. Perlahan kumasukkan jari telunjukku ke dalam.<br />“Sshh.., akh..!” Rini menggelinjang nikmat.<br />Kuteruskan melakukannya, kini lebih dalam dan menggunakan dua jari, Rini mendesis.</p> <p>Kini mulutku menuju dua bukit menonjol di dada Rini, kuhisap bagian putingnya, tubuh Rini bergetar panas. Tiba-tiba tangannya meraih kemaluanku, menggenggam dengan kedua telapaknya seolah takut lepas. Posisi Rini sekarang berbaring miring, sementara aku berlutut, sehingga kemaluanku tepat ke mulutnya. Perlahan dia mulai menjilati kemaluanku. Gantian badanku sekarang yang bergetar hebat.</p> <p>Rini memasukkan kemaluanku ke dalam mulutnya. Ya ampun, hampir aku tidak sanggup menikmatinya. Luar biasa enaknya, sungguh..! Belum pernah kurasakan seperti ini. Sementara di atas Sofa Agus dan isteriku seperti membentuk angka 69. Resty ada di bawah sambil mengulum kemaluan Agus, sementara Agus menjilati kemaluan Resty. Napas kami berempat saling berkejaran, seolah-olah melakukan perjalanan panjang yang melelahkan. Bunyi Music yang entah sudah beberapa lagu seolah menambah semangat kami.</p> <p>Kini tiga jari kumasukkan ke dalam kemaluan Rini, dia melenguh hebat hingga kemaluanku terlepas dari mulutnya. Gantian aku sekarang yang menciumi kemaluannya. Kepalaku seperti terjepit di antara kedua belah pahanya yang mulus. Kujulurkan lidahku sepanjang-panjangnya dan kumasukkan ke dalam kemaluannya sambil kupermainkan di dalamnya. Aroma dan rasanya semakin memuncakkan nafsuku. Sekarang Rini terengah-engah dan kemudian menjerit tertahan meminta supaya aku segera memasukkan kemaluanku ke lubangnya.</p> <p>Cepat-cepat kurengkuh kedua pahanya dan menariknya ke bibir meja, kutekuk lututnya dan kubuka pahanya lebar-lebar supaya aku dapat memasukkan kemaluanku sambil berjongkok. Perlahan-lahan kuarahkan senjataku menuju lubang milik Rini.<br />Ketika kepala kemaluanku memasuki lubang itu, Rini mendesis, “Ssshh.., aahhk.., aduh enaknya..! Terus Mas, masukkan lagi akhh..!”<br />Dengan pasti kumasukkan lebih dalam sambil sesekali menarik sedikit dan mendorongnya lagi. Ada kenikmatan luar biasa yang kurasakan ketika aku melakukannya. Mungkin karena selama ini aku hanya melakukannya dengan isteriku, kali ini ada sesuatu yang tidak pernah kurasakan sebelumnya.</p> <p>Tanganku sekarang sudah meremas payudara Rini dengan lembut sambil mengusapnya. Mulut Rini pun seperti megap-megap kenikmatan, segera kulumat bibir itu hingga Rini nyaris tidak dapat bernapas, kutindih dan kudekap sekuat-kuatnya hingga Rini berontak. Pelukanku semakin kuperketat, seolah-olah tidak akan lepas lagi. Keringat sudah membasahi seluruh tubuh kami. Agus dan isteriku tidak kuperhatikan lagi. Yang kurasakan sekarang adalah sebuah petualangan yang belum pernah kulalui sebelumnya. Pantatku masih naik turun di antara kedua paha Rini.</p> <p>Luar biasa kemaluan Rini ini, seperti ada penyedot saja di dalamnya. Kemaluanku seolah tertarik ke dalam. Dinding-dindingnya seperti lingkaran magnet saja. Mata Rini merem melek menikmati permainan ini. Erangannya tidak pernah putus, sementara helaan napasnya memburu terengah-engah.Posisi sekarang berubah, Rini sekarang membungkuk menghadap meja sambil memegang kedua sisi meja yang tadi tempat dia berbaring, sementara saya dari belakangnya dengan berdiri memasukkan kemaluanku. Hal ini cukup sulit, karena selain ukuran kemaluanku lumayan besar, lubang kemaluan Rini juga semakin ketat karena membungkuk.</p> <p>Kukangkangkan kaki Rini dengan cara melebarkan jarak antara kedua kakinya. Perlahan kucoba memasukkan senjataku. Kali ini berhasil, tapi Rini melenguh nyaring, perlahan-lahan kudorong kemaluanku sambil sesekali menariknya. Lubangnya terasa sempit sekali. Beberapa saat, tiba-tiba ada cairan milik Rini membasahi lubang dan kemaluanku hingga terasa nikmat sekarang. Kembali kudorong senjataku dan kutarik sedikit. Goyanganku semakin lincah, pantatku maju mundur beraturan. Sepertinya Rini pun menikmati gaya ini.</p> <p>Buah dada Rini bergoyang-goyang juga maju-mundur mengikuti irama yang berasal dari pantatku. Kuremas buah dada itu, kulihat Rini sudah tidak kuasa menahan sesuatu yang tidak kumengerti apa itu. Erangannya semakin panjang. Kecepatan pun kutambah, goyangan pinggul Rini semakin kuat. Tubuhku terasa semakin panas. Ada sesuatu yang terdorong dari dalam yang tidak kuasa aku menahannya. Sepertinya menjalar menuju kemaluanku. Aku masih berusaha menahannya.</p> <p>Segera aku mencabut kemaluanku dan membopong tubuh Rini ke tempat yang lebih luas dan menyuruh Rini telentang di bentangan karpet. Secepatnya aku menindihnya sambil menekuk kedua kakinya sampai kedua ujung lututnya menempel ke perut, sehingga kini tampak kemaluan Rini menyembul mendongak ke atas menantangku. Segera kumasukkan senjataku kembali ke dalam lubang kemaluan Rini.</p> <p>Pantatku kembali naik turun berirama, tapi kali ini lebih kencang seperti akan mencapai finis saja. Suara yang terdengar dari mulut Rini semakin tidak karuan, seolah menikmati setiap sesuatu yang kulakukan padanya. Tiba-tiba Rini memelukku sekuat-kuatnya. Goyanganku pun semakin menjadi. Aku pun berteriak sejadinya, terasa ada sesuatu keluar dari kemaluanku. Rini menggigit leherku sekuat-kuatnya, segera kurebut bibirnya dan menggigitnya sekuatnya, Rini menjerit kesakitan sambil bergetar hebat.</p> <p>Mulutku terasa asin, ternyata bibir Rini berdarah, tapi seolah kami tidak memperdulikannya, kami seolah terikat kuat dan berguling-guling di lantai. Di atas sofa Agus dan isteriku ternyata juga sudah mencapai puncaknya. Kulihat Resty tersenyum puas. Sementara Rini tidak mau melepaskan kemaluanku dari dalam kemaluannya, kedua ujung tumit kakinya masih menekan kedua pantatku. Tidak kusadari seluruh cairan yang keluar dari kemaluanku masuk ke liang milik Rini. Kulihat Rini tidak memperdulikannya.</p> <p>Perlahan-lahan otot-ototku mengendur, dan akhirnya kemaluanku terlepas dari kemaluan Rini. Rini tersenyum puas, walau kelelahan aku pun merasakan kenikmatan tiada tara. Resty juga tersenyum, hanya nampak malu-malu. Kemudian memunguti pakaiannya dan menuju kamar mandi.</p> <p>Hingga saat ini peristiwa itu masih jelas dalam ingatanku. Agus dan Rini sekarang sudah pindah dan kembali ke Jakarta. Sesekali kami masih berhubungan lewat telepon. Mungkin aku tidak akan pernah melupakan peristiwa itu. Pernah suatu waktu Rini berkunjung ke rumah kami, kebetulan aku tidak ada di rumah. Dia hanya ketemu dengan isteriku. Seandainya saja..</p> TAMATdery_boledhttp://www.blogger.com/profile/10242059087321130258noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6417611402379692210.post-85415456448446214012009-09-05T10:44:00.000-07:002009-09-05T10:50:00.739-07:00Pesta Kejutan di Ultah Istri Gwkali ini tentang liputan gw waktu ultah bini dimana gw sengaja mengundang rekan untuk menjadi penari telanjang sebagai kado kejutan yang paling spesial, hal ini gw lakukan karena gw sangat mencintai bini gw supaya hubungan gw bisa tetap harmonis selalu.<br /><span id="more-259"></span><br />Bro and sis..waktu nulis ini kejadian ini masih berlangsung and baru ajah mulai…..bini gw ulang tahun yg ke 31 and seperti yg udah gw bicarakan rencana ini sama sis rini kalo bini gw mo ultah and mo ngundang mereka tp kata sis rini hubbynya nggak suka yg montok2 yo wissss deh..dg sedikit kuciwa..akhirnya gw cari ajah stripper boy..yg dipilih sendiri sama bini (dia milihnya nggak sadar kalo bakalan gw bikin acara surprise buat dia..) <p>di hotel yg biasa kita mangkal and waktunya nggak banyak karena jam 5 sore ini jatahnya anak2 gw nanti pada dateng buat ngerayain sama maminya…he..he..he.. bini sukanya yg kulitnya nggak terlalu putih and nggak hitam juga (gilee pinter milih sekarang) catalogue gw dapet dari temen gw..and dapet juga yg imut tp nggak berondong..bini nggak suka berondong..suka yg pengalaman…he..he..he.. namanya gw rahasiakan ajah deh..Roy nama samaran..usia hampir sama ama bini gw, begitu dateng di hotel tempat kita biasa ngendon,seperti rencana gw dia gw suruh missed call and td setelah missed call bini yg lg bobo siang tadi..gw tinggal bentar..ke bawah buat jemput si roy the stripper and ternyata dia manies juga nggak cakep2 amat tapi bersih lah and charming…anaknya cute nggak terlalu tinggi tapi nggak kecil2 amat juga badannya kelihatan kalo dia suka gym even jarang2 katanya belakangan.</p> <p>sampai kamar gw liat bini masih tidur..di balik selimut dengan pakaian tidurnya…roy gw suruh masuk kamar mandi buat ganti kostum and kue tart yg tadi gw titipin di room boy dah gw minta waktu jemput si roy..si roy gw suruh telanjang bulat and bawa tart dengan lilin menyala..he..he…pas gw bangunin si roy yang masih di kamar mandi..masih nunggu kode dari gw..gw ciumin bini gw..sambil bisik2 “mi…aku ada sesuatu buat ultah kamu nih…jangan marah yah…??” mungkin bini gw tadi tuh masih inget deh kalo gw pernah cerita mo bikin acara begini..tp gw bilang tp itu surprise ahh ntar..itu gw ngomong jauh hari sebelon ultah dia..nah tau deh kalo sekarang dia inget apa enggak..gw suruh duduk di atas bed..and lampu gw reduppin..gw tau dia juga pasti bakalan malu …setelah itu gw kasih kode dg nyanyi lagu happy birthday..</p> <p>dan nggak lama setelah gw nyanyi dari kamar mandi tampak bayang2..lampu lilin di atas kue tart..yg dibawa si roy, dan gw liat wajah bini gw yg tercinta itu keliatan kaget and heran ” apa tuh hun?”..sambil narik selimutnya…maklum bini gw masih tertutup loh bro and sis…jd lom seterbuka para senior boss…dan begitu ngeliat sosok tubuh bugil si roy…alamak!!! wife ngejerit!!…”yaaaa…ampuuuuu nnnn!!!!…gilaaaa!! !!….gilaaaa!!!!” “apa..apa’an ini????!!!!” gw kaget juga takut gw pikir dia marah atau apa gitu..tapi dia langsung meluk gw bro tadi..and bilang so sweetttttt…..dia jejeritan nggak karuan..sambil ketawa..ketawa and nyamperin si roy truss dia tanpa di komando langsung tiup lilin di kue tart itu..sambil ngerangkul tuh roy..and si roy bilang…”met ulang tahun yah mbak…moga panjang umur..panjang rejeki..” sambil kiss pipi bini..”ahhh gokillll…honey…bener2 gokil!!..kamu..” sambil nyubit aku agak tersipu..truss dari laptopku ini akhirnya aku mainkan lagu2 tiesto buat pemanasan mereka…</p> <p>bini sama aku duduk berhadapan and berseberangan..bini di atas bed bersila memperhatikan ulah si roy..gw duduk di kursi sofa membelakangi jendela hotel, si roy dah mulai dari td kira2 45 menitan yg lalu shake his body di depan bini ku..yg dr awal posisi dia duduk bersila, duduk nyender di senderan tempat tidur, meluk bantal, truss akhirnya telentang ngangkang denga kaki dilipat keduanya tapi dibuka jadi karena dia pakai gaun tidur yang terbelah depannya yag terbuka deh…selangkangannya, tp mungkin karena si roy tuh profesional juga, jd gw liat dr tadi dia masih lom tergoda sama posisi2 and keadaan bini gw, gw tulis ini sambil liat si roy yang gw liat kontolnya dah tegang dr tadi..terlihat nunjuk kenceng ke arah di mana yg punya ngarahin..bini sesekali ngeliat ke gw and gw cuman kasih kedipan mata sambil ngacungin jempol gw, dia pikir gw lagi chating padahal gw lagi meliput liputan siaran langsung dari kamar hotel GC, di bilangan cempaka putih sambil gw deg2an nunggu apa yg bakalan dia perbuat (bini gw maksudnyee)…sekarang bini gw sambil sesekali gw liat ngelus-elus g string itemnya di bagian depan..tepantya di bagian mekinya..gw rasa dah basah pasti deh..gw tau banget sama bini gw yg gampang terangsang..and yg gw tau neh stripper sebenrnya sepasang kata temen gw..biasanya buat swing…or soft swing..ohhh mannn…sekarang gw liat si roy dah mulai nyamperin wf gw di atas bed…</p> bini gw yg telentang ngangkang sampai terbangun kaget!! si roy berdiri di atas bed..sambil ngikutin alunan musik pelan2 si roy nih gw liat sekrng mulai ngangkangin bini gw, kedua kakinya diatas kaki bini gw…wahh broo…terus terang gw juga terangsang bukan sama gerakannya si roy..tapi sama mimik face bini gw..yang mupeng abieszz..sambil sesekali teriak2..”wooohhh….” serasa di Stadium kali diaaa…he…he..he…kasiiiih hhh daaahhhhh….and sekarang si roy sesekali gerakannya seakan-akan nyodorin kontolnya ke muka bini gw…aduuuhhh brooo and siss…ceritanya ntar gw sambung lagi ajah deh yah…gw deg2an abiesszzz…nggak konsen ngeliputnya..ntar salah2 deh ngetiknya…ntar lagi yah..tuh apalagi bini gw dah mulai narik kontol si Roy…dah ahhh…ntar lagi…konak neh gw….dery_boledhttp://www.blogger.com/profile/10242059087321130258noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6417611402379692210.post-61651347696866997932009-08-29T06:41:00.000-07:002009-08-29T06:42:56.267-07:00Pesta Seks Bersama Tante dan AnaknyaPada bulan Mei tersebut aku pergi ke Jakarta untuk mencari pekerjaan, tapi memang kata orang bahwa mencari pekerjaan itu tidak semudah yang kita duga, apalagi di kota metropolis. Pada suatu malam minggu aku tersesat pulang dan tiba-tiba saja ada mobil sedan mewah menghampiriku. <span id="more-270"></span>Terus dia berkata,<br />Hey.. kok.. melamun? katanya.<br />Aku sangat kaget sekali ternyata yang menyapaku itu adalah seorang wanita cantik dan aku sempat terdiam beberapa detik.<br />Eee.. Ditanya kko masih diam sih? wanita itu bertanya lagi. Lalu aku jawab,<br />Ii.. nii.. Tante aku tersesat pulang nih?<br />Ooohh.. Mendingan kamu ikut Tante saja yah?<br />Kemana Tante? tanyaku.<br />Gimana kalau ke rumah Tante aja yah? karena aku dalam keadaan bingung sekali dan tanpa berpikir apa-apa aku langsung mengiyakannya.<br />Singkat cerita aku sudah berada di rumahnya, di perumahan yang super elit. Kemudian aku diperkenalkan sama anak-anaknya yang memang pada cantik dan sexynya seperti Mamanya. Oh yah, setelah aku dan mereka ngobrol panjang lebar ternyata Tante yang nolong aku itu namanya adalah Tante Mey Lin yang dipanggil akrab Tante Mey, anak pertamanya Mbak Hanny, dia masih kuliah di Universitas terkenal di Jakarta, anak yang kedua namanya Sherly kelas 1 SMU dan yang ketiga namanya Poppy kelas 1 SMP, mereka berdua di sekolahkan di sekolah yang terkenal dan favorit di Jakarta.<br />Walaupun aku baru pertama kenal, tapi aku sama bidadari-bidadari yang pada cantik ini rasanya sudah seperti seseorang yang telah lama berpisah. Lalu kami berlima menonton acara TV yang pas pada waktu itu ada adegan panasnya, dan aku curi pandang sama Tante Mey, rasanya Tante ini enggak tenang dan merasa gelisah sepertinya dia sudah terangsang akan adegan itu, ditambah ada aku disampingnya, namun Tante rupanya malu sama anak-anaknya. Tiba-tiba Tante berkata,<br />Hanny, Sherly, Poppy cepat tidur sudah malam? yang memang pada waktu itu menunjukkan jam 10.30.<br />Memangnya kenapa Mami, filmnya kan belum selesai, kata Mbak Hanny.<br />Memang dia kelihatannya sudah matang betul dan apa yang akan dilakukan Maminya terhadap aku? Lalu mereka bertiga masuk ke kamarnya masing tapi Sherly dan Poppy tidur satu kamar. Dan kejadian kurang lebih tiga bulan yang lalu terulang lagi dan sungguh diluar dugaan aku.<br />Nah dewa sekarang tinggal kita berdua, katanya.<br />Mrmangnya ada apa tuh Tante? kataku heran.<br />Dewa sayang, Tante enggak bisa berbuat bebas terhadap kamu karena Tante malu sama anak-anak, begitu timbalnya.<br />Dewa mendingan kita ke kamar Tante aja yah, please.. temanin Tante malam ini sayang, Tante sudah lama sekali enggak dijamah sama laki-laki, sambil memeluk aku dan memohon,<br />Yah sayang? Mau kan? katanya lagi<br />Ii.. Yaa, mau.. Tante? jawabku gugup. Karena Tante sudah mau menolongku.<br />Tiba di kamar Tante rupanya enggak bisa nahan lagi nafsunya dia langsung mencium seluruh tubuhku, lalu kami berdua tanpa terasa sudah seperti sepasang kekasih yang sudah lama pisah. Hingga kami berdua sudah setengah bugil, aku tinggal CD saja dan tante Mey tinggal BH dan CDnya. Tante sempat menari-nari di depanku untuk membangkitkan gairahku supaya semakin nafsu. Wahh..!! Gile benar nih Tante, kok kayak masih umur 23 tahun saja yah? gumamku dalam hati. Itu tuh.. Kayak Mbak Hanny anaknya yang pertama. Sungguh indah tubuhnya, payudara yang besar, kencang dan sekel sekali, pinggulnya yang sexy dengan pantat yang runcing ke atas, enak kalau dientot dari belakang? Terus yang paling menggiurkan lagi vaginanya masih bagus dan bersih. Itu gerutuku dalam hati sambil melihat Tante menari-nari.<br />Tante langsung menindihku lalu mencium bibirku dengan ganasnya lalu aku juga membalasnya, Tante menggesek-gesekkan vaginanya ke penisku yang mulai tegang, juga kedua payudaranya ke dadaku. Ooohh.. terus.. Tante, gesek.. dan.. Goyang.. yang kerass.. aahh.. oohh.. desahku.<br />Dewa sayang itu penismu sudah bangun yah, rasanya ada yang menganjal di vaginaku cinta, kata Tante Mey.<br />Lalu kami berdua tanpa ba.. bi.. bu.. langsung melakukan 69, dengan jelas terlihat vagina Tante Mey yang merah merekah dan sudah sangat basah sekali, mungkin sudah terangsang banget karena tadi habis menggesek-gesekkan vaginanya ke penisku. Lalu aku menjilat, mencium dan menghisapnya habis-habisan, kupermainan kritorisnya. Tante mengerang.<br />Ooohh.. Eennaakk.. Dewaa.. sayang.. terus.. makan vagina Tante yahh..?<br />Begitu juga dengan aku, penis rasanya sudah enggak tahan banget ingin masuk ke lobang vagina kenikmatannya.<br />Ooohh.. yahh.. eenaakk terus.. Tante.. yang cepet kocokkannya..?<br />Cclluup.. Ccluupp.. Suara penisku didalam mulutnya.<br />Dewa, vagina Tante sudah enggak tahan lagi sudah cepet lepasin, cepet masukin saja penis kamu cinta? Tante Mey meringis memohon.<br />Kemudian aku mengambil posisi diatas dengan membuka pahanya lebar lalu aku angkat ke atas dan aku mulai memasukan penisku ke dalam vaginanya. Bblless.. Bleess.. Bblleess..<br />Awww.. Yeeahh.. Ssaakiitt.. De.. Waa?<br />Kenapa Tante?<br />Pelan-pelan sayang, vaginaku kan sudah lama enggak dientot?<br />Ooohh..? jawabku.<br />Tahan sebentar yah cinta, biar vagina Tante terbiasa lagi dimasukin penis, katanya.<br />Selang beberapa menit,<br />Nah Dewa, sekarang kamu boleh masukin dan entot vagina Tante sampai puas yah?<br />Ssiipp.. Siap..!! Tante Mey?<br />Memang benar vagina Tante rupanya sudah lama enggak dimasukin penis lagi, terbukti aku sampai 3 kali hentakan. Bleess.. Bless.. Bblleess.. Akhir aku masukin semuanya penisku ke vaginanya. Tiga kali juga tente Mey menjerit.<br />Dewa genjot dan kocok vaginaku sayang? lalu aku mulai memasuk keluarkan penisku dari lambat sampai keras dan cepat sekali. Tante Mey mengerang dan mendesah.<br />Ooohh.. ahh.. enak.. sekalii.. penis kamu Dewaa.., akhirnya vagina Tante ngerasain lagi penis.. terus.. Entot vagina Taann.. tee.. Dewaa.. Sayaanngg..? ceracaunya.<br />Uuuhh.. Oohh.. Aaahh.. Yeess.. Ennaakk.. vagina Tante seret sekalii.. Kaya vaginanya perawan? timbalku.<br />Tiba-tiba, Dewaa.. Aku mau keluar nih? penis kamu hebatt..?<br />Tunggu Tante sayang, aku juga mau keluar nih..?<br />Akhirnya Tante Mey orgasme duluan. Crott.. Ccroott.. Crroott.. Banyak sekali cairan yang ada dalam vaginanya, rasanya penisku hangat sekali.<br />Tante aku mau keluar nih..? kataku, Dimana nih keluarinnya..?<br />Didalam vagina Tante saja Dewaa.. Please.. ingin air mani kamu yang hangat..?<br />Ccrett.. Ccroott.. Ccrroott..<br />Aaarrgghh.. Aarrgghh.. Oohh.. Mmhh.. Nikmat vagina Tantee..? erangku.<br />Lalu aku dan tente tidur pulas, karena kecapaian akibat pertempuran yang sengit tadi. Sekitar jam 12 malam rasanya penisku ada yang mengulum dan mengocoknya. Ternyata Mbak Hanny,<br />Ada apa Mbak? tanyaku.<br />Wah gila dia, sambil mengocok penisku didalam mulutnya, tangan kirinya menusuk-nusuk vaginanya sendiri. Dia berkata,<br />Dewa aku ingin dong dientot kaya mami tadi, yah.. please..<br />Dia mempertegas, Dewa tolong Mbak yah sayang, vagina Mbak juga sudah kangen enggak ngentot lagi, Mbak baru putus sama pacar habis enggak muasin vagina Mbak, sambil membimbing tangan kananku untuk mengelus-elus vaginanya.<br />Iyah deh Mbak, aku akan berusaha dengan berbagai cara untuk dapat membuat vagina Mbak jadi ketagihan sama penis aku, jawabku vulgar.<br />Kita entotannya dilantai karpet aja yah? kata Mbak Hanny. Tapi masih di kamar tersebut, Aku takut mengganggu Mami yang habis kamu entotin vaginanya, entar Mami bangun lagi kalau ngentotnya diranjang, dia mempertegas.<br />Mbak Hanny langsung telanjang bulat. Kami pun bercumbu, saling menjilat, mencium, menghisap seperti biasa, dengan gairah yang sangat menggelora sekali. Dan sekarang aku mulai memasukkan penisku ke lubang vaginanya, karena dia sudah gatel banget lihat tadi aku ngentotin Maminya. Maka aku langsung aja, masukkan penisku. Bleess.. Bless.. Bleess..<br />Aw.. Oohh.. Aahh.. Yyeess..? erangnya.<br />Sakit Mbak? tanyaku.<br />Enggak cinta, terusin saja enak banget kok?<br />Aku langsung mengkocoknya, plak.. plakk.. plokk.. plookk..? suara paha kami berdua beradu..?<br />Vagina Mbak enaakk.. Sekali sih..? sambil aku menggoyangkan pinggulku, terus dia juga mengimbangi goyanganku dengan arah yang berlawanan sehigga benar-benar tenggelam seluruh penisku ke dalam vagina surga kenikmatannya.<br />Oohh.. ennak.. Dee.. waa.. terus.. entot.. mee.. meekk.. Mmbaakk.. sayyaanngg..?<br />Akhirnya akupun ngentot lagi sama vaginanya Mbak Hanny, tapi Maminya enggak sedikitpun bangun mungkin capek main sama aku, habis aku bikin tubuhnya dan vaginanya melayang-layang. Lagi asyik-asyiknya ngentotin vaginanya Kak Hanny, tiba-tiba terdengar suara.<br />Iiihh.. Kakak lagi ngapain? mendengar suara tersebut, aku terkejut. Rupanya Shelly dan Poppy sedang asyik dan santainya melihat aku ngentot sama kakaknya.<br />Aku langsung aja berhenti dan seketika itu juga Mbak Hanny berkata,<br />Dewa kenapa, kok berhenti sayang, terus dong entot vagina Mbak, sampai enak dan nikmat sekalii..?<br />Ii.. ittuu.. ada..?<br />Ada apa? katanya lagi penasaran. Pas dia menggerakkan wajahnya kekanan, terlihatlah adik-adiknya yang sama-sama sudah bugil tanpa sehelai benang pun. Lalu Mbak Hanny bicara,<br />Eehh.. adik-adikku ini bandel sekali yah..!!<br />Setelah dia tahu bahwa aku berhenti karena ada adik-adiknya yang sama sudah telanjang bulat. Heyy.. kenapa kalian ikut-ikutan telanjang? kata Mbak Hanny.<br />Kak aku ingin ngerasain dientot yah? tanya Shelly sama kakaknya.<br />Iyah nih Kakak kok pelit sih.. aku juga sama Kak Shelly ingin juga ngerasain penisnya Mas Dewa, timbal poppy.<br />Iyah kan Kak? tanya poppy pada Shelly.<br />Iyah nih.. Gimana sih..? timbal Shelly.<br />Please dong Kak? Rengek kedua anak tersebut? terus mungkin sudah terlanjur mereka berdua melihat kakaknya ngentot dan sudah pada bugil semuanya, maka Kak Hanny membolehkannya.<br />Iyah deh kamu berdua sudah telanjur bugil dan lihat kakak lagi dientot vaginanya sama penis Dewa?<br />Sini jangan ribut.. kata Kakaknya lagi, Tunggu kakak keluar, yah.. entar kamu juga bakal kebagian adikku manis Tanya kakaknya.<br />Dewa cepetan kocokannya yang lebih keras lagi.. Kasihan vagina kedua adikku ini sudah pada basah.. tuhh..<br />Akhirnya aku dan Mbak Hanny pun mempercepat ngentotnya kayak dikejar-kejar hantu. Dan akhirnya orgasme secara bersamaan.<br />Aaarrgh.. Oohh.. Mmhh.. Aarrgghh.. Enak.. Sekalii.. cintaa? Aku sudah keluar Dewa..? erangan Mbak Hanny.<br />Aku juga sama Mbakk.. Rasanya penisku hangat sekali<br />Setelah berhenti beberapa menit, lalu kedua anak abg ini mulai membangkitkan lagi gairahku, Shelly kakaknya lagi asyik mengocok penisku dalam mulut dan bibirnya yang sexy sedangkan Poppy mencium bibirku habis-habisan sampai kedua lidah kami saling bertautan dan aku pun tak tinggal diam, aku mulai meremas-remas toketnya yang sedang seger-segernya seperti buah yang baru matang.<br />Akhirnya kembali lagi aku ngentotin vagina adiknya yang masih perawan. Yang pertama kuentot vaginanya sherly yang kelas 1 SMU. Aku sangat kesulitan memasukan penisku karena vaginanya masih sempit dan perawan lagi.<br />Benar nih, vagina kamu mau aku masukin? tanyaku dengan penuh kelembutan, perhatian dan kasih sayang.<br />Mau sekali Kak..? jawabnya.<br />Aku dari tadi sudah kepengen banget, ingin ngerasain gimana sih kalau vagina aku dimasukin penis Mas dewa? Kelihatannya Kak Hanny enak dan nikmat banget, waktu Kakak lagi ngentotin dia? jawab polosnya.<br />Lalu aku suruh dia diatas aku dibawah dan akhirnya dia memasukan juga. Bles.. Bless.. Bbleess..<br />Aw.. Aahh.. Ohh.. Kak.. sudah.. Masuk belumm..? sambil dia mengedangah ke atas, bibir bawahnya digigit lalu kedua payudaranya dia remas-remas sendiri sambil dia menekan pantatnya kebawah.<br />Tekan lagi cinta masih kepalanya yang masuk?<br />Akhirnya dengan dibantu aku memegang pantatnya kebawah, akhirnya masuklah semuanya.<br />Aahh.. oohh.. yeeahh.. masuk semuanya yah kak? katanya.<br />Iyah Shelly sayang, gimana enak kan? tanyaku sambil aku mencoba menggenjotnya.<br />Enak.. sekali.. Kak Dewa..<br />Ini belum seberapa Selly. Ntar kamu akan lebih nikmat lagi? lalu aku kocok vaginanya dan akhirnya dia orgasme duluan. Creett.. Creett.. Ccroott..<br />Aakk.. saayyaanngg.. aa.. kuu.. mau.. keluar nihh.. eranganya.<br />Sambil memelukku erat-erat dan pantatnya ditahan ke belakang karena dia ada diatas, lalu aku pun sama menghentakkan pantatku ke depan, arah yang berlawanan supaya dia benar-benar menikmatinya, penisku tertekan lebih dalam lagi ke lubang vaginanya. Dia langsung lemes sementara aku belum orgasme dan kulihat Poppy sedang dioral vaginanya sama kakaknya, Mbak Hanny.<br />Sudah dong kak..? kataku pada Mbak Hanny.<br />Kasihan tuhh.. vagina Poppy sudah ingin banget ngerasain di tusuk sama penisku ini? kataku lagi<br />Iyah Kak Hanny, sudah dong kak? kata Poppy.<br />Aku sudah enggak tahan sekali dari tadi lihat Kak Shelly dientot sama penisnya Dewa, sepertinya nikmat dan enak sekali? katanya memohon agar Kak Hanny melepaskan oralnya di dalam vaginanya.<br />Akhirnya kami berempat mulai perang lagi, aku mau masukin penisku ke vaginanya Poppy sambil nungging (doggy style) kemudian Poppy menjilat vaginanya Mbak Hanny dan Mbak Hanny menjilat vaginanya Shelly yang sudah seger lagi.<br />Wah.. seretnya bukan main nih vaginanya Poppy, dia masih kelas 1 SMP jadi lebih sempit dibanding kakak-kakaknya dan cengkramannya pun sangat kuat sekali.<br />Bleess.. Bless.. Bleess..<br />Awww.. Awww.. Ooohh.. Ooohh.. Poppy menjerit lagi setiap aku mau memasukkan lagi penisku.<br />Sakit yah? tanyaku sambil aku meremas-remas payudaranya.<br />Ii.. Iyah.. kak.., Tapi kok enak banget sih? terusin aja Kak Dewa.. Vagina poppy rasanya ada yang mengganjal dan rasanya hangat dan berdenyut-denyut, katanya.<br />Sambil merem melek karena aku mulai menggenjot vaginanya.<br />Oohh.. terruuss.. aakk.. saayyaang.. p.. vaginanya Poppy yah.. ceracaunya.<br />Dan rasanya dia mulai juga menggoyangkan pinggulnya.<br />Tenang cinta.. aku.. akan.. berusaha.. muasin vaginanya dik.. Poppy.. Yah..<br />Dan akhirnya aku ngentot vagina keempatnya. Lalu aku dengar dia berkata,<br />Aku mau keluar nih?<br />Sabar taahann.. duu.. Luu.. Yah..<br />Namun baru sekali ini vaginanya dientot dia tak bisa nahan dan..<br />Crott.. Croott..<br />Aarhhgg, eemmhh.. oohh.. yeeaass..nikmat banget aakh..? eranganya.<br />Makasih.. Yah kak..? sambil dia tersenyum.<br />Aku.. pipisnya kok.. enggak biasanya, tapi enak banget sih.<br />Aku mau keluar nih, dimana sayang? tanyaku.<br />Aakkh.. didalam vaginaku aja yah.. Aku ingin ngerasain.. Gimana di siram air mani penis..<br />Ccrroott.. Crroott.. Crott..<br />Akhirnya aku tumpahkan ke dalam lobang vaginanya dan sebagian lagi kuberikan sama Kak Hanny dan Shelly.<br />Gile.. Benerr.. sekali ngentot dapat empat vagina, yaitu vaginanya anak SMP, anak SMU, mahasiswi dan Tante-Tante.dery_boledhttp://www.blogger.com/profile/10242059087321130258noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6417611402379692210.post-48491406169637161872009-08-29T06:14:00.000-07:002009-08-29T06:22:46.702-07:00Berawal dari Nyedot Toket Meitanama gw radit gw masih kuliah di salah satu PTS di jakarta. gw orangnya biasa aja… tapi banyak yang bilang badan gw gagah… tinggi gw 175…. dulu di SMU gw termasuk salah satu cowo yang di PUJA” sama wanita… dari Kelas 1 sampai kelas 3. <p>Cerita ini berawal pas gw duduk di SMU.. pertama kali gw masuk kelas 3.. gw pindahan dari surabaya.. SMP gw di jakarta cuma sampai kelas 2 semester 1.. kelas 2 SMP.. selanjutnya gw terusin di surabaya.. maklum bonyok pindah kerja melulu… terpaksa gw ikut juga……<br /><span id="more-324"></span><br />waktu itu hari pertama gw masuk kelas 3.. gw di kenalin di salah satu kelas kalu nggak salah 3 IPA… gw orang pinter wajar masuk IPA… hauahahhauah!!.. gw di kenalin sama guru gw n kepsek di kelas… udah gitu gw di suruh duduk di samping cewe yang langsung gw kenal namanya meita tingginya sebahy gw.. badannya sintel banget payudaranya yang selalu buat gw ndisir melulu klo deket dya…. gw sempet tuker-tukeran no. hp sama dya… setelah gw tau dya kaya’ gimana… gw coba aja jadian sama dya…</p> <p>Gw jalan sama dya masih sampai sekarang… dya klo deket gw rada” binal… Napsuan… bersyukur banget gw dapet cewek macem gitu… waktu itu pelajaran biologi, kebetulan gurunya nggak masuk… gw sama meita ngobrol aja dipojok kelas.. maklum tempat duduk gw sama dya di taro di pojok sama walas… pertama gw sich nggak berani ngapangapain dya di kelas tapi klo udah masuk ke mobil gw abis tuch cewe…. waktu itu gw liat temen gw lagi cipokan di depan kelas…. balakng meja guru… tiba” aja cewe gw ngomong gini</p> <p>“tuch rido aja berani.. masa’ kamu kalah sama dya??”<br />“ha? aku kalah……</p> <p>belum sempet selesai bibir gw di lahap sama meita… di bales aja dengan ciuman n sedotan yang bikin dya ampun”an sama gw… meita sempet ngasih lidahnya ke gw.. tapi gw lepas ciumannya “kenapa??” gw bilang aja begini “aku nggak mau maen lidah di kelas.. takut kelewatan”… “y udah.. maen biasa aja”… gw lanjutin ciuman gw di bawah.. bangku meja gw gw dorong ke depan supaya lebih luas gw ngelakuin ciuman demi ciuman……”ahhhhhh…. ahhhh…… dittttt..” kata” itu selalu keluar dari mulutnya…. setelah gw puas ciumin tuch bibir… gw turun ke bawah ke lehernya dya yang makin membuat dya kewalahan… dan tangan gw ngeremes” payudara dya.. yang ukurannya gw taksir 35 tau A B C D.. cuz setiap gw tanya dya g pernah mau jawab…. gw remes tuch dadanya sampe dya kelojotan… setelah gw nandain tanda merah di lehernya… dya ngeremes remes kontol gw… yang membuat ni “ADEK” kagak kuat lagi buat nahan di dalam kancut…. maupun masih make baju seragam n gw ngelakuin di dalam kelas… gw tetep nggak gentar…. gw bukan resleting seragam gw… n gw keluarin tuch siADEK.. dan si meita udah siap dengan mulutnya yang menganga…. gw sempet nutupin dya pake jaket gw… sehingga misalnya temen gw nanya gw bilang aja lagi sakit…..</p> <p>jilatan demi jilatan dya beri untuk gw….. isapan dya bikin gw nggak kuat lagi buat nahan keluarnya mani gw….. lidahnya bergoyang” di ADEK gw…. “akhhhhhhh………. crotttttt…… croooootttt crotttttttttttt….” keluar mani gw….. meita membersihkannya dengan mulutnya… dan di kocok” trus di ADEK gw…….. selesai itu gw bersiin mulutnya dya pake tissue yang ada di kantongnya…. gw sama meita kembali berciuman… freenc kiss,,, lidahnya dya ber gelugit” di dalam mulut gw……</p> <p>jam 12.00 gw balik sekolah…. sebelum gw gas mobil gw ke rumah gw di bilangan bekasi.. nggak jauh dari rumahnya meita.. gw bermain dadanya meita dolo di mobil gw…. gw buka kancing seragam pelan” di bantu meita… dengan napsu yang ganas… meita ngerti maksud gw and dya nge buka tali BHNya dan 2 buah gunung merapi yang bakal mengeluarkan volcano gara isapan gw muncul di depan gw….. dengan napsu di ujung rambut gw isap puting susunya tangan kiri gw megangin kepala belakang dya.. and tangan kanan gw ngeremes” dada yang satu lagi…. “ahhhhh…….. radit…… pelan” donkkk……. meita udah nggak bisa nahannnnn lagiiiii nehhhhhhhh”….. puting meita yang berwarna merah ke merah” mudaan tertelan abis oleh mulut gw and tiba” aja tubuhhhhh meita mejelijang seperti cacing kepanasan……. gw sedot trus dada meita…. sampai puting itu terasa keras banget di mulut gw…. meita cuma diam dan terkulai lemas di mobil gw…. gw liat parkiran mobil di sekolahan gw udah sepi…. meita mengancingi baju seragamnya satu gw bantu supaya cepet….</p> <p>selama perjalanan pulang meita tetap lemas dan memejamkan matanya… gw kecup keningnya sesampai di rumah gw….</p> <p>meita bangun dan dya pengen ke kamar kecil… gw suruh dy ganti seragam dengan baju kaos yang dya bawa dari rumah sebelum berangkat kesekolah…. selesai dari kamar mandi gw liat meita nyopot BHnya…. terlihat jelas putingnya dan bongkahan susu sebesar melon itu…..</p> <p>belum sempat masukin baju ke tasnya dya… dya gw dorong gw tempat tidur… dan gw lahap bibirnya dan dya membalas nya dengan penuh hot panas bercampur dengan napsu… gw yang cuma make bokser doank… ke walahan tangan dy bermain” di selangakangan gw….. gw bermain di leher dya dan gw buat cap merah lagi di lehernya…. gw sibak SMA negeri yang hanya sampai lutut itu dy cuma make CD G string… dengan perlahan” dya nurunin roknya dan dy hanya menggunakan CDnya… gw copot dan gw jilatin vaginanya….. ” ahhhhhhhhhhhhhhhhhh……….. . dit…………………..ahhh hhhhhhh” cuma kata” itu yang keluar daru mulutnya….. gw rasain vagina meita semakin keras… dan gw gigit kelentitnya dya terik semakin kencang untung di rumah cuma da pembantu gw….. “dit…….. puasin gwwww dunkkkkkkk.”…… nggak pake cing cong gw jilat n gw sodok” tuch vagina pake telunjuk gw… ” dittttttttttttttttt……….. .. gw keluarrrrrrrrrrrrrrrr……..” vagina meita basah ketika di depan mata gw……… di sedot sampai bersih tuch vagina…… udah gitu gw liat dya memegang bantal dengan keras……. gw deketin dya dan gw cium bibir dya……. ternyata dya blum lemas….. dy bangkit dan memegang kontol gw dan di kocokinnya sampe si ADEK mengacung sangat keras….. kontol gw di masukin ke mulutnya meita…. di masukan di keuarkan…. sampai” di sedot….uhhhhhhhhh….. nikmat banget yang sekarang dari pada yang di kelas tadi……. biji zakar gw juga nggak lupa ikut ke sedot….. pass biji gw di sedot rasanya gw pengen FLY……. kocokin meita semakin panas dan hisapannya semakin nggak manusiawi lagi…… wajahnya tambah maniss kalo dya sambil horny begini…….. ahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh….. …. crottttttttttttttttttttttttttt tt many gw tumpah semua ke lantai kamar gw…. yang sisanya di jilatin meita sampai bersuh…………………… …… gw bangkit dan menarik tangan meita… gw ciumin dadanya gw kenyot”lagi putingnya sampai merah……….. gw cupang di sebelah putingnya…. manis banget susunya……. membuat gw semakin napsu sama dya……………</p> <p>“meitaku sayang…. masukinnn sekarang yach??”<br />“ya udahhhh cepetannn aku dari tadi Nungggu kamu…..”</p> <p>gw bertukar posisi meita di bawah…. dan gw di atas… sebelum gw masukan gw gesek” dolo di depan vaginanya… belum gw masukin aja meita udah meringis”…. gw dorong perlan”… “Dit… pelan” sakit. nee”….. di bantu dengan tangannya dya perlahan” kontol gw masuk…. baru seperempatnya masukkk gw cabut lagi dannn gw sodok lagi…. dan akhirnya masuk semua….. gw lihat meita sangat menderita…… tapi sepertinya dya seneng banget……. udah semuanya masuk gw goyangin… gw maju mundurin perlahan lahan….. bokong meita pun ikut bergoyang yang membuatku kewalahan….. setelah beberapa menit gw goyang” tiba” badan meita mengejang semua….. dan akhirnya… meita orgasme untuk ke 3xnya…..</p> <p>gw cabut kembali penisg w dan meita berada di atas gw….. posisi ini membuat gw lebih rileks…. meita memasukannya pelan” di genggamnya penisku dan di masukannya penisku ke vaginanya…. dan blesssss ternanam semua di dalam vaginanya….. badan meita naik turun mengikuti irama…. meita mengambil bantal yang da di sebelahnya dan menarohnya di pala gw…. posisi ini membuat gw bisa ngerasaain 2 gerakan sekaligus… gw emut” kecil putingnya meita dan meremas remasnya….. bokong meita terusss bergoyaanggg…….. ” ahhhhhhhhh…… ahhhhhhhhh…….. isappp teruss dit…………” badan meita mengenjang dan ” radittttttttttttttt akuuu pengen keluar lagi….”….. ” akuuu juga pengennnnn selesaiiiiii metttt……… tahannnn sebentarrrrrrr lagi…….”….. gw dan meita mempercepat permainan dan akhirnya……………”ahhhhh hhhhhhhhhhhhhhhhhhhh hhhhhhhhhh……………….. … gw keluar….. kata” itu yang menngakiri permainan ini..</p> <p>sampaiiii sekarang pun meita tetep bermain sama gw… kami tetap melakukan banyakk hal…. dan gw di tunangin sama meita karena orang tua kami sama” setuju atas hubungan kami…………….</p> - TAMAT -dery_boledhttp://www.blogger.com/profile/10242059087321130258noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6417611402379692210.post-78537181915753310972009-08-29T06:11:00.000-07:002009-08-29T06:13:34.811-07:00Beli Ayam Goreng Bonus Ngentotankisah ini cukup lucu pengalaman si sony, gimana tidak berawal dari keinginan untuk makan ayam goreng yang akhirnya berujung dapat bonus ngentot dengan tante girang yang jual ayam goreng itu dirumahnya. Simak deh cerita berikut ini.<br /><br />Pada waktu itu aku pulang dari kampus sekitar pukul 20:00 karena ada kuliah malam. Sesampainya di tempat kost, perutku minta diisi. Aku langsung saja pergi ke warung tempat langgananku di depan rumah. Warung itu milik Ibu Sari, umurnya 30 tahun. Dia seorang janda ditinggal mati suaminya dan belum punya anak. Orangnya cantik dan bodynya bagus. Aku melihat warungnya masih buka tapi kok kelihatannya sudah sepi. Wah, jangan-jangan makanannya sudah habis, aduh bisa mati kelaparan aku nanti. Lalu aku langsung masuk ke dalam warungnya.<br /><br />“Tante..?”<br />“Eee.. Dik Sony, mau makan ya?”<br />“Eee.. ayam gorengnya masih ada, Tante?”<br />“Aduhh.. udah habis tuch, ini tinggal kepalanya doang.”<br />“Waduhh.. bisa makan nasi tok nich..” kataku memelas.<br />“Kalau Dik Sony mau, ayo ke rumah tante. Di rumah tante ada persediaan ayam goreng. Dik Sony mau nggak?”<br />“Terserah Tante aja dech..”<br />“Tunggu sebentar ya, biar Tante tutup dulu warungnya?”<br />“Mari saya bantu Tante.”<br /><br />Lalu setelah menutup warung itu, saya ikut dengannya pergi ke rumahnya yang tidak jauh dari warung itu. Sesampai di rumahnya..<br />“Dik Sony, tunggu sebentar ya. Oh ya, kalau mau nonton TV nyalakan aja.. ya jangan malu-malu. Tante mau ganti pakaian dulu..”<br />“Ya Tante..” jawabku.<br /><br />Lalu Tante Sari masuk ke kamarnya, terus beberapa saat kemudian dia keluar dari kamar dengan hanya mengenakan kaos dan celana pendek warna putih. Wow keren, bodynya yang sexy terpampang di mataku, puting susunya yang menyembul dari balik kaosnya itu, betapa besar dan menantang susunya itu. Kakinya yang panjang dan jenjang, putih dan mulus serta ditumbuhi bulu-bulu halus.<br /><br />Dia menuju ke dapur, lalu aku meneruskan nonton TV-nya. Setelah beberapa saat.<br />“Dik.. Dik Sony.. coba kemari sebentar?”<br />“Ya Tante.. sebentar..” kataku sambil berlari menuju dapur.<br /><br />Setelah sampai di pintu dapur.<br />“Ada apa Tante?” tanyaku.<br />“E.. Tante cuman mau tanya, Dik Sony suka bagian mana.. dada, sayap atau paha?”<br />“Eee.. bagian paha aja, Tante.” kataku sambil memandang tubuh Tante Sari yang tidak bisa diungkapkan oleh kata-kata. Tubuhnya begitu indah.<br />“Dik Sony suka paha ya.. eehhmm..” katanya sambil menggoreng ayam.<br />“Ya Tante, soalnya bagian paha sangat enak dan gurih.” kataku.<br />“Aduhh Dik.. tolong Dik.. paha Tante gatel.. aduhh.. mungkin ada semut nakal.. aduhh..”<br />Aku kaget sekaligus bingung, kuperiksa paha Tante. Tidak ada apa-apa.<br /><br />“Nggak ada semutnya kok Tante..” kataku sambil memandang paha putih mulus plus bulu-bulu halus yang membuat penisku naik 10%.<br />“Masak sih, coba kamu gosok-gosok pakai tangan biar gatelnya hilang.” pintanya.<br />“Baik Tante..” lalu kugosok-gosok pahanya dengan tanganku. Wow, begitu halus, selembut kain sutera dari China.<br />“Bagaimana Tante, sudah hilang gatelnya?”<br />“Lumayan Dik, aduh terima kasih ya. Dik Sony pintar dech..” katanya membuatku jadi tersanjung.<br />“Sama-sama Tante..” kataku.<br />“Oke, ayamnya sudah siap.. sekarang Dik Sony makan dulu. Sementara Tante mau mandi dulu ya.” katanya.<br />“Baik Tante, terima kasih?” kataku sambil memakan ayam goreng yang lezat itu.<br /><br />Disaat makan, terlintas di pikiranku tubuh Tante Sari yang telanjang. Oh, betapa bahagianya mandi berdua dengannya. Aku tidak bisa konsentrasi dengan makanku. Pikiran kotor itu menyergap lagi, dan tak kuasa aku menolaknya. Tante Sari tidak menyadari kalau mataku terus mengikuti langkahnya menuju kamar mandi. Ketika pintu kamar mandi telah tertutup, aku membayangkan bagaimana tangan Tante Sari mengusap lembut seluruh tubuhnya dengan sabun yang wangi, mulai dari wajahnya yang cantik, lalu pipinya yang mulus, bibirnya yang sensual, lehernya yang jenjang, susunya yang montok, perut dan pusarnya, terus vaginanya, bokongnya yang montok, pahanya yang putih dan mulus itu. Aku lalu langsung saja mengambil sebuah kursi agar bisa mengintip lewat kaca di atas pintu itu. Di situ tampak jelas sekali.<br /><br />Tante Sari tampak mulai mengangkat ujung kaosnya ke atas hingga melampaui kepalanya. Tubuhnya tinggal terbalut celana pendek dan BH, itu pun tak berlangsung lama, karena segera dia melucutinya. Dia melepaskan celana pendek yang dikenakannya, dan dia tidak memakai CD. Kemudian dia melepaskan BH-nya dan meloncatlah susunya yang besar itu. Lalu, dengan diguyur air dia mengolesi seluruh tubuhnya dengan sabun LUX, lalu tangannya meremas kedua susunya dan berputar-putar di ujungnya. Kejantananku seakan turut merasakan pijitannya jadi membesar sekitar 50%. Dengan posisi berdiri sambil bersandar tembok, Tante Sari meneruskan gosokannya di daerah selangkangan, sementara matanya tertutup rapat, mulutnya menyungging.<br /><br />Beberapa saat kemudian..<br />“Ayo, Dik Sony.. masuk saja tak perlu mengintip begitu, kan nggak baik, pintunya nggak dikunci kok!” tiba-tiba terdengar suara dari Tante Sari dari dalam. Seruan itu hampir saja membuatku pingsan dan amat sangat mengejutkan.<br />“Maaf yah Tante. Sony tidak sengaja lho,” sambil pelan-pelan membuka pintu kamar mandi yang memang tidak terkunci. Tetapi setelah pintu terbuka, aku seperti patung menyaksikan pemandangan yang tidak pernah terbayangkan. Tante Sari tersenyum manis sekali dan..<br />“Ayo sini dong temani Tante mandi ya, jangan seperti patung gicu?”<br />“Baik Tante..” kataku sambil menutup pintu.<br />“Dik Sony.. burungnya bangun ya?”<br />“Iya Tante.. ah jadi malu saya.. abis Sony liat Tante telanjang gini mana harum lagi, jadi nafsu saya, Tante..”<br />“Ah nggak pa-pa kok Dik Sony, itu wajar..”<br />“Dik Sony pernah ngesex belum?”<br />“Eee.. belum Tante..”<br />“Jadi, Dik Sony masih perjaka ya, wow ngetop dong..”<br />“Akhh.. Tante jadi malu, Sony.”<br /><br />Waktu itu bentuk celanaku sudah berubah 70%, agak kembung, rupanya Tante Sari juga memperhatikan.<br />“Dik Sony, burungnya masih bangun ya?”<br />Aku cuman mengangguk saja, dan diluar dugaanku tiba-tiba Tante Sari mendekat dengan tubuh telanjangnya meraba penisku.<br />“Wow besar juga burungmu, Dik Sony..” sambil terus diraba turun naik, aku mulai merasakan kenikmatan yang belum pernah kurasakan.<br /><br />“Dik Sony.. boleh dong Tante liat burungnya?” belum sempat aku menjawab, Tante Sari sudah menarik ke bawah celana pendekku, praktis tinggal CD-ku yang tertinggal plus kaos T-shirtku.<br />“Oh.. besar sekali dan sampe keluar gini, Dik Sony.” kata Tante sambil mengocok penisku, nikmat sekali dikocok Tante Sari dengan tangannya yang halus mulus dan putih itu. Aku tanpa sadar terus mendesah nikmat, tanpa aku tahu, penisku ternyata sudah digosok-gosokan diantara buah dadanya yang montok dan besar itu. “Ough.. Tante.. nikmat Tante.. ough..” desahku sambil bersandar di dinding.<br /><br />Setelah itu, Tante Sari memasukkan penisku ke bibirnya, dengan buasnya dia mengeluar-masukkan penisku di mulutnya sambil sekali-kali menyedot, kadang-kadang juga dia menjilat dan menyedot habis 2 telur kembarku. Aku kaget, tiba-tiba Tante Sari menghentikan kegiatannya. Dia pegangi penisku sambil berjalan ke arah bak mandi, lalu Tante Sari nungging membelakangiku, sebongkah pantat terpampang jelas di depanku.<br /><br />“Dik Sony.. berbuatlah sesukamu.. kerjain Tante ya?!”<br />Aku melihat pemandangan yang begitu indah, vagina dengan bulu halus yang tidak terlalu lebat. Lalu langsung saja kusosor vaginanya yang harum dan ada lendir asin yang begitu banyak keluar dari vaginanya. Kulahap dengan rakus vagina Tante Sari, aku mainkan lidahku di klitorisnya, sesekali kumasukkan lidahku ke lubang vaginanya.<br /><br />“Ough Sonn.. ough..” desah Tante Sari sambil meremas-remas susunya.<br />“Terus Son.. Sonn..” aku semakin keranjingan, terlebih lagi waktu kumasukkan lidahku ke dalam vaginanya ada rasa hangat dan denyut-denyut kecil semakin membuatku gila.<br /><br />Kemudian Tante Sari tidur terlentang di lantai dengan kedua paha ditekuk ke atas.<br />“Ayo Dik Sony.. Tante udah nggak tahan.. mana burungmu Son?”<br />“Tante udah nggak tahan ya?” kataku sambil melihat pemandangan demikian menantang, vaginanya dengan sedikit rambut lembut, dibasahi cairan harum asin demikian terlihat mengkilat, aku langsung menancapkan penisku di bibir vaginanya.<br />“Aoghh..” teriak Tante Sari.<br />“Kenapa Tante..?” tanyaku kaget.<br />“Nggak.. Nggak apa-apa kok Son.. teruskan.. teruskan..”<br />Aku masukkan kepala penisku di vaginanya.<br />“Sempit sekali Tante.. sempit sekali Tante?”<br />” Nggak pa-pa Son.. terus aja.. soalnya udah lama sich Tante nggak ginian.. ntar juga enak kok..”<br />Yah, aku paksa sedikit demi sedikit, baru setengah dari penisku amblas. Tante Sari sudah seperti cacing kepanasan menggelepar kesana kemari.<br /><br />“Ough.. Son.. ouh.. Son.. enak Son.. terus Son.. oughh..” desah Tante Sari, begitu juga aku walaupun penisku masuk ke vaginanya cuman setengah tapi kempotannya sungguh luar biasa, nikmat sekali. Semakin lama gerakanku semakin cepat, kali ini penisku sudah amblas dimakan vagina Tante Sari. Keringat mulai membasahi badanku dan badan Tante Sari.<br /><br />Tiba-tiba Tante Sari terduduk sambil memelukku dan mencakarku.<br />“Oughh Son.. ough.. luar biasa.. oughh.. Sonn..” katanya sambil merem melek.<br />“Kayaknya aku mau orgasme.. ough..” penisku tetap menancap di vagina Tante Sari.<br />“Dik Sony udah mau keluar ya?”<br />Aku menggeleng, kemudian Tante Sari terlentang kembali. Aku seperti kesetanan menggerakkan badanku maju mundur, aku melirik susunya yang bergelantungan karena gerakanku, aku menunduk, kucium putingnya yang coklat kemerahan. Tante Sari semakin mendesah, “Ough.. Sonn..” tiba-tiba Tante Sari memelukku sedikit agak mencakar punggungku.<br /><br />“Oughh.. Sonn.. aku keluar lagi..”<br />Vaginanya kurasakan semakin licin dan semakin besar, tapi denyutannya semakin kerasa. Aku dibuat terbang rasanya. Ah, rasanya aku sudah mau keluar. Sambil terus goyang, kutanya Tante Sari.<br />“Tante.. aku keluarin di mana Tante..? Di dalam boleh nggak..?”<br />“Terseraahh.. Soonn..” desah Tante Sari.<br />Kupercepat gerakanku, burungku berdenyut keras, ada sesuatu yang akan dimuntahkan oleh penisku. Akhirnya semua terasa enteng, badanku serasa terbang, ada kenikmatan yang sangat luar biasa. Akhirnya kumuntahkan laharku dalam vagina Tante Sari, masih kugerakkan badanku dan rupanya Tante Sari orgasme kembali lalu dia gigit dadaku, “Oughh..”<br /><br />“Dik Sony.. Sonn.. kamu memang hebat..”<br />Aku kembali mangenakann CD-ku serta celana pendekku. Sementara Tante Sari masih tetap telanjang, terlentang di lantai.<br />“Dik Sony.. kalo mau beli makan malam lagi yah.. jam-jam sekian aja ya..” kata Tante Sari menggodaku sambil memainkan puting dan klitorisnya yang masih nampak bengkak.<br />“Tante ingin Dik Sony sering makan di rumah Tante ya..” kata Tante Sari sambil tersenyum genit.<br />Kemudian aku pulang, aku jadi tertawa sendiri karena kejadian tadi. Ya gimana tidak ketawa cuma gara-gara “Ayam Goreng” aku bisa menikmati indahnya bercinta dengan Tante Sari. Dunia ini memang indah.dery_boledhttp://www.blogger.com/profile/10242059087321130258noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6417611402379692210.post-13499564376195402522009-08-29T06:07:00.000-07:002009-08-29T06:09:42.118-07:00menaklukkan kakak iparAku memang ketagihan bermain cinta dengan wanita setengah baya alias STW. Ada lagi pengalaman nyata yang kualami. Pengalamanku menaklukkan kakak iparku yang pendiam dan agak religius. Entah setan mana yang merasuki diriku karena aku menjerumuskan orang baik-baik kedalam neraka nafsu.<br />Kejadiannya begini, suatu hari rumahku kedatangan tamu dari Padang. Uni Tati kakak tertua istriku. Dia datang ke Jakarta karena tugas kantor ikut seminar di kantor pusat sebuah bank pemerintah.<br /><span id="more-349"></span><br />Uni adalah kepala cabang di Padang, Uni menginap dirumah kami. Dari pada menginap di hotel, mendingan juga uang hotel disimpan buat beli oleh-oleh. Selama seminggu dia tinggal dirumahku. Dari istriku kutau kalau Uni Tati berusia 40 tahun. Suaminya sudah meningal 2 tahun lalu karena kecelakaan. Orangnya cantik, putih, tinggi semampai. Lebih tepatnya kubilang anggun karena orangnya cenderung diam dan sangat religius. Selama di Jakarta, setiap ada kesempatan aku dan istriku mengajak Uni jalan-jalan, maklum ini kunjungan pertamanya ke Jakarta, biasanya ke mal karena waktunya sempit. Kami sudah berencana pas hari Sabtu akan jalan-jalan ke Taman Safari<br />Tiba hari Sabtu, istriku ternyata punya tugas mendadak dari kantor yaitu harus mengawasi pameran di Mangga Dua. Gagal deh rencana jalan-jalan ke Taman Safari. Istriku mengusulkan agar aku tetap mengantar Uni jalan-jalan misalkan ke Ancol saja dan pulangnya bisa jemput istriku di Mangga Dua. Sebetulnya aku agak males kalo nggak ada istriku. Aku merasa risih harus jalan berdua Uni karena orangnya pendiam. Akupun menduga Uni pasti nggak mau. Tapi tanpa dinyata ternyata Uni menyetujui usul istriku.<br />Pagi-pagi banget istriku sudah berangkat naik KRL dari stasiun Pondok Ranji. Rumahku yang didaerah Bintaro cukup jauh dari Mangga Dua dan Ancol. Sementara menunggu Uni yang lagi jalan-jalan pagi aku sendirian dirumah menyeruput kopi dan merokok. Kami berencana jalan jam 10 pagi. Sehabis ngopi dan merokok, aku kembali tidur-tiduran di kamarku menunggu jam. Pikiranku melayang membayangkan kakak istriku ini. Uni Tati sangat menarik perhatianku secara sexual. Jeleknya aku, mulia keluar. Aku tertantang menaklukkan wanita baik-baik, aku tertantang menaklukkan Uni. Mumpung ada kesempatan. Dasar setan selalu mencari kesempatan menggoda. <p>Kuatur jebakan untuk memancing Uni. Aku buru-buru mandi membasuh badan dan keramas. Dengan berlilit handuk aku menunggu kepulangan Uni dari olahraga paginya. Sekitar 10 menit aku menunggu dibalik horden dan kulihat Uni memasuki pagar depan dengan pintu besi yang agak berderit. Sengaja pintu rumah aku tutup tapi dibiarkan tak terkunci. Aku berlalu menuju kamarku dan segera memasang jebakan untuk mengejutkan Uni. Aku masuk kamarku dan segera bertelanjang bulat. Pintu kamar kubuka lebar-lebar, jendela kamar juga kubuka biar isi kamar mendapat penerangan jelas.</p> <p>Kudengar pintu depan berbunyi seperti ditutup. Akupun mulai beraksi. Dengan bertelanjang bulat aku menunggu Uni melewati kamarku dengan harapan dia melihat tubuh dan juniorku yang sedari tadi berdiri tegak membayangkan petualangan ini. Handuk kututupkan ke kepala seolah-olah sedang mengeringkan rambut yang basah sehabis keramas. Aku berpura-pura tidak melihat dan tidak menyadari kehadiran Uni. Dari bakik handuk yang kusibak sedikit, kulihat sepasang sepatu kets melintas kamarku. Aku yakin Uni pasti melihat tubuhku yang polos dengan junior yang tegak berdiri.<br />Nafsuku semakin menggeliat ketika kuamati dari balik handuk sepasang sepatu yang tadinya hampir melewati kamarku kini seperti terpaku berhenti didepan kamar tanpa beranjak. Aku semakin aktif menggosok-gosok rambutku dan berpura-pura tak tau kalo ada orang. Beberapa detik aku berbuat begitu dan aku merencanakan sensasi berikut. Dengan tiba-tiba kuturunkan handuk dan menengok ke arah pintu kamar. Aku pura-pura kaget menyadari ada orang. “E..eee…maaf Uni, aku kira nggak ada orang,” kataku seraya mendekati pintu seolah-olah ingin menutup pintu. Aku tidak berusaha menutup kemaluanku yang menantang. Malah kubiarkan Uni terdiam memandangi tubuhku yang polos mendekat kearahnya.</p> <p>Dengan tenagnya seolah aku berpakaian lengkap kudekati Uni dan sekali lagi memohon maaf.</p> <p>“Maaf ya Uni, aku terbiasa seperti ini. Aku nggak sadar kalau ada tamu dirumha ini,” kataku sambil berdiri didepan pintu mau menutup daun pintu.<br />Tiba-tiba seperti tersadar Uni bergegas meninggalkanku sambil berkata “i…i…iya , tidak apa-apa…..”. Dia langsung masuk ke kamar belakang yang diperuntukkan kepadanya selama tingal dirumahku. Aku kemudian memakai celana pendek tanpa CD dan mengenakan kaos oblong lantas smengetok pintu kamar Uni. “Ada apa Andy,” ujar Uni setelah membuka pintu. Kulihat dia tidak berani menatapku. Mungkin malu. Membaca situasi seperti itu, aku tidak menyiakan kesempatan. “Uni, maafkan Andy ya…aku lupa kalau ada tamu dirumah ini,” kataku merangkai obrolan biar nyambung.<br />“Nggap apa-apa, cuma Uni malu hati, sungguh Uni malu melihat kamu telanjang tadi,” balasnya tanpa mau menatap aku. “Kenapa musti malu? Kan nggak sengaja, apa lagi Uni kan sudah pernah menikah jadi sudah biasa melihat yang tegak-tegak seperti itu,” kataku memancing reaksinya.</p> <p>“Sejujurnya Uni tadi kaget setengah mati melihat kamu begitu. Yang Uni malu, tanpa sadar Uni terpaku didepan kamarmu. Jujur aja Uni sudah lama tidak melihat seperti itu jadi Uni seperti terpana,” katanya sambil berlari ketempat tidurnya dan mulai sesenggukan. Aku jadi ngak tega. Kudekati Uni dan kuberanikan memegang pundaknua seraya menenangkannya.<br />“Sudalah nggak usah malu, kan cuma kita berdua yang tau.” Melihat reaksinya yang diam saja, aku mulai berani duduk disampingnya dan merangkul pundaknya. Kuusap-usap rambutnya agak lama tanpa berkata apa-apa. Ketika kurasa sudah agak tenang kusarankan untuk mandi aja. Kutuntun tangannya dan sekonyong-konyong setan mendorongku untuk memeluk saat Uni sudah berdiri didepanku. Lama kupeluk erat, Uni diam saja. Mukanya diselusupkan didadaku. Payudaranya yang masih kencang serasa menempel didadaku. Sangat terasa debar jantungnya. Perlahan tangaku kuselusupkan ke balik kaos bagian belakang berbarengan dengan ciumanku yang mendarat dibibirnya.<br />“Jangan Ndy…dosa,” katanya sambil melepaskan diri dari pelukanku. Namun pelukanku tidak mau melepaskan tubuh sintal yang sedang didekapnya. Daam usaha kedua Uni sudah menyerah. Bibirnya dibiarkan kulumat walau masih tanpa perlawanan. Ucoba lagi menyelusupkan tangan dibalik kaosnya, kali ini bagian depan. Tangan kanan yang menggerayang langsung pada sasaran…putting susu sebelah kiri. Uni menggeliat.<br />Pilinan jariku di payudaranya membuat nafsunya naik. Aku tau dari desiran nafasnya yang mulai memburu. Aku heran juga dengan wanita ini, tetap diam tanpa perlawanan. Mungkin ini style wanita baik-baik. Bagusnya, semua apa yang kulakukan tidak ada penolakan. Seperti dicocok hidungnya Uni menurut saja dengan apa yang kulakukan terhadapnya.<br />Perlahan kubuka kaosnya, kubukan celana panjang trainings pack-nya, kubuka Bh nya, kubuka CD-nya , Uni diam saja. Kubopong tubuhnya ketempat tidur. Kubuka kaosku, kubuka celana pendekku……..Uni masih diam.<br />Lidahku mulai bermain disekujur tubuhnya. Dari ujung kepala, turun ke telinga, ke bibir, ke leher…perlahan kusapu dadanya, payudaranya kulumat dengan gigitan kecil…turun lagi kebawah, pusarnya kukorek dengan lidahku….turun lagi ke sekumpulan rambut dan kedua pahanya hujilat-jilat terus sampai keujung jempol kaki. Aku tidak merasa jijik karena tubuh Uni yang putih bersih sangat membangkitkan gairah.<br />Kukangkangkan kakinya, uni masih diam saja. Tapi kuamati matanya terpejam menikmati sentuhan tiap jengkal ditubuhnya. Baru ketika kudaratkan sapuan lidahku di bibuir vagina dan klitorisnya Uni tiba-tiba berteriak ,” Ahhhhhhhh……..”<br />“Kenapa Uni….Sakit?,” tanyaku. Uni hanya menggeleng. Dan aktifitas jilat menjilat vagina itu kulanjutkan. Uni menggelinjang dahsyat dan tiba-tiba dia meraung..”Andyyyyyyy… ayo Andy….jangan siksa aku dengan nikmat…ayo Andy tuntaskan….Uni udah nggak tahan,” katanya.</p> <p>Aku tidak mau berlama-lama. Tanpa banyak variasi lagi langsung kunaiki kedua pahanya dan kutusukkan juniorku kelobah surganya yang sudah basah kuyup. Dengan sekali sentak semua batangku yang panjang melesak kedalam. Agak seret kurasakan, mungkin karena sudah dua tahun nganggur dari aktifitas. Kugenjot pantatku dengan irama tetap, keluar dan masuk. Uni semakin menggelinjang.<br />Aku pikir nggak usah lama-lama bersensasi, tuntaskan saja. Lain waktu baru lama. Melihat reaksinya pertanda mau orgasme , gerakan pantatku semakin cepat dan kencang. Uni meronta-ronta , menarik segala apa yang bisa ditariknya, bantal, sepre. Tubuhku tak luput dari tarikannya. Semua itu dilakukan dengan lebih banyak diam. Dan tiba-tiba tubuhnya mengejang, “Ahhhhhhhhhhhhhhhh…….,” lolongan panjangnya menandakan dia mencapai puncak. Aku mempercepat kocokanku diatas tubuhnya. Tiba-tiba aku didikejutkan dengan hentakan tubuhnya dibarengi tanganya yang mendorong tubuhku. “Jangan keluarin didalam ….aku lagi subur,” suaranya tresengal-sengal ditengah gelombang kenikmatan yang belum mereda.<br />Kekagetanku hilang setelah tau reaksinya. “Baik Uni cantik, Andy keluarin diluar ya,” balasku sambil kembali memasukkan Junior ku yang sempat terlepas dari vaginanya karena dorongan yang cukup keras. Kembali kupompa pinggulku. Aku rasa kali ini Uni agak rileks. Tapi tetap dengan diam tanpa banyak reaksi Uni menerima enjotanku. Hanya wajahnya yang kadang-kadang meringis keenakan.<br />Dan sampailah saatnya, ketika punyaku terasa mulai berkedut-kedut, cepat-cepat kucabut dari vagina Uni dan kugencet batang juniorku sambil menyemprotkan sperma. Kuhitung ada lima kali juniorku meludah. Sekujur tubuh Uni yang mulus ketumpahan spermaku. Bahkan wajahnyapun belepotan cairan putih kental. Dan aku terkulai lemas penuh kenikmatan. Kulihat Uni bagkit mengambil tisu dan meneyka badan serta mukanya.<br />“Andy…kamu sudah memberikan apa yang belum pernah Uni rasakan,” kata wanita cantik itu sambil rebahan disampingku.<br />Dengan persetujuan Uni, kami menelpon istriku mengabarkan kalau batal ke Ancol karena Uni nggak enak badan. Padahal kami melanjutkan skenario cinta yang menyesatkan. Kami masih tiga kali lagi melakukan persetubuhan. Dalam dua sessi berikut sangat kelihatan perkembangan yang terjadi sama Uni. Kalo permainan pertama dia banyak diam, permainan kedua mulai melawan, permainan ketiga menjadi dominan, permainan keempat menjadi buas….buas…sangat buas. Aku sempat memakai kondom biar bisa dengan leluasa menumpahkan sperma saat punyaku ada didalam vaginanya.<br />“Aku sadar ini dosa, tapi aku juga menikmati apa yang belum pernah aku rasakan selama bersuami. Suamiku itu adalah pilihan orang tua dan selisih 20 tahun dengan Uni. Sampai Uda meninggal, Uni tidak pernah merasakan kenikmatan sexual seperti ini. Sebetulnya Uni masih kepengen nikah lagi tapi tidak pernah ketemu orang yang tepat. Mungkin posisi Uni sebagai kepala bagian membuat banyak pria menjauh.” Cerita Uni sebelum kami sama-sama tertidur pulas.</p> TAMATdery_boledhttp://www.blogger.com/profile/10242059087321130258noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6417611402379692210.post-82501710243252305852009-08-29T06:04:00.000-07:002009-08-29T06:06:47.189-07:00Ga Sengaja Gituin NyokapJean, adik perempuan mamanya, tiba di rumah Sabtu pagi.<br />“Hallo Sweety,” dia berkata. Rick tidak marah, ini memang nama julukan yang dia berikan ketika Rick dilahirkan. Tantenya berpikir bahwa nama julukan tersebut sangat cute Mereka sangat dekat melebihi hubungan keponakan dan tante, dengan gayanya berpikir seperti anak muda, dia bisa menyesuaikan diri untuk dapat lebih memperhatikannya Rick <p>“Hallo Jean,” mamanya dan ia berkata bersamaan. “Ada apa?” mamanya menambahkan.</p> <p>“Tidakkah kalian berdua ingat? Kalian berjanji untuk membantuku untuk memindahkan beberapa mebel dari gudang di tanah pertanian kakek? Apakah kamu juga lupa Terri?”<br /><span id="more-343"></span><br />“Oh, aku benar-benar lupa sama sekali, tetapi tidak jadi soal sebab semua sudah di tata di balik kamar tidur.” Dia beralih ke putra nya. “Dapatkah kamu menolong Rick?”</p> <p>“Yah,” Rick berkata. “Aku tidak mempunyai rencana apapun hari ini. Tod keluar kota dan Jeff sedang sakit, jadi aku tidak masalah”</p> <p>Seperti apa yang dikatakan oleh Rick, banyak pekerjaan yang harus dilakukan, memuat tempat tidur, peti dan kotak-kotak dari rumah tantenya lalu memuatnya ke dalam pickup. Akhirnya setelah dua jam mereka adalah siap untuk pergi. Rick menutup muatan, karena kelihatannya mau hujan dan bahkan mereka harus memindahkan beberapa kotak-kotak di dalam kabin truck untuk memberikan tempat duduk buat Jean.</p> <p>“Kamu sepertinya terpaksa duduk di pangkuan Rick,” Jean berkata kepada Terri, “Disini tidak ada cukup tempat untuk duduk.”</p> <p>“Apa tidak masalah Rick?” mamanya berkata.</p> <p>“Well, Selama berat mama tidak ada satu ton, dan membebani salah satu sisi dari truk,” Rick berkata sambil tertawa.</p> <p>Walaupun mamanya telah berusia 36 tahun, tetapi tubuhnya masih seperti anak-anak SMU, dengan tubuhnya yang masih kencang dan seksi, buah dadanya yang masih membulat sempurna, dan puting susunya yang mungil, serta pantatnya yang padat berisi. Tetapi mama tidak pernah menyombongkan keseksian yang dimilikinya.</p> <p>Ia mulai memanjat ke dalam dan menempatkan duduk di pangkuan anaknya.</p> <p>Mama hanya mengenakan sebuah pakaian musim panas yang tipis dan Rick dapat melihat, mamanya hanya memakai sebuah celana dalam kecil bergaris dan kutang di bawah pakaian luarnya. Rick merasakan panas dari tubuh nya mengalir ke batang penisnya. Rick kembali memusatkan pikiran pada jalan di depannya. Jean mulai bergerak meninggalkan tempat semula, dan tak lama kemudian mereka sudah ada di jalan utama menuju ke kebun, dua puluh mil jauhnya.</p> <p>Jalan tersebut sedang diperbaiki, lebih dari 5 mil, dan truck tersebut mulai berguncang dan begoyang karena melewati gundukan-gundukan tanah di jalanan yang belum terselesaikan.</p> <p>Jean dan mamanya mengobrol tentang hal-hal yang berbau wanita, membiarkan Rick dengan lamunannya sendiri. Pada suatu saat Rick menyadari kalau goncangan itu mulai mempengaruhi, pantat mamanya terasa menggesek-gesek hangat di selakangannya, tanpa sadar penisnya mulai berereksi. Ia merasakan panas dingin ketika penisnya bereaksi. Rick mencoba untuk mengalihkan pikirannya dengan hal-hal lain, tetapi semakin banyak ia mencoba memikirkan hal-hal lain, semakin banyak ia merasakan ereksinya. Secara berangsur-angsur, penisnya menjadi lebih lebih keras dan berereksi penuh, padahal mamanya sedang berada di pangkuannya. Gesekan-gesekan pantat mamanya menjadikan penisnya semakin kaku seperti besi baja. Ia bisa merasakan celah diantara kaki-kaki miliknya mamanya, dan akhirnya, dia dapat merasakan belahan vagina mamanya dibalik celana dalam itu.<br />Tidak mungkin kalau mamanya belum merasakan keganjilan pada penis Rick, tetapi mama hanya diam dan tidak ada gerakan yang mengindikasikan dia merasakan hal itu. Memang, Terri pada mulanya mengabaikan apa yang terjadi pada penis anaknya, Lalu dengan spontan dia menyesuaikan gerakan, hingga penis anaknya berada tepat di vaginanya. Pada permulaannya, dia tidak berpikir bahwa anaknya akan dapat mangalami ereksi ketika dia duduk dipangkuannya. Terri hampir saja tertawa nyaring. Goyangan tersebut membuat celana dalamnya tersingkap, hingga tanpa sengaja vaginanya tidak terlindungi lagi oleh celana dalamnya.</p> <p>Lalu suatu benturan mendadak menggesek penis Rick di belahan vaginanya.</p> <p>Satu menit kemudian, berpikir tentang yang barusan terjadi, Terri mengetahui bahwa secara teknis, untuk sekejap , penis anaknya tadi sempat masuk di dalam vaginanya. Benar, walaupun hanya ujungnya saja, dan masih tertutup oleh kain celana tipis, tetapi apa bedanya dengan penis yang terbungkus kondom? Gambaran erotis itu semakin membuat vaginanya makin basah.</p> <p>Sama sekali belum pernah terlintas dipikirannya untuk menjadikan anaknya sendiri sebagai pasangan seksualnya, perkawinan dengan suaminya telah membuat ia bahagia, walaupun 3 bulan yang lalu ayah Rick telah divonis oleh dokter terkena serangan Stroke, dan harus berhenti berhubungan seksual selama 6 bulan, tetapi ia sama sekali tidak keberatan.Jari-jari suaminya dan dengan bantuan vibrator telah membantu dia mengatasi nafsu birahinya.</p> <p>Satu lonjakan kendaraan, membuat penis Rick kembali membelah bibir vaginanya secara perlahan, menyadarkan dia kembali. Terri berusaha untuk merapatkan kedua pantatnya, untuk menutup belahan vaginanya, tetapi tindakan itu semakin berefek kebalikannya. Mengingatkan dia bahwa penis anaknya rick, yang kini sudah berusia 18 tahun, semakin menggosok belahan bibiir vaginanya.</p> <p>Terri sesaat tergoda untuk membiarkan penis anaknya memasui liang vaginanya. Sesaat dia merasakan kemarahan di dirinya sendiri, kenapa Rick seakan-akan sengaja melakukan itu. Walaupun dalam hatinya dia juga mengharapkan hal tersebut.</p> <p>Semenit kemudian truck mulai berbelok memasuki lahan pertanian mereka. terri menghela nafas penuh kelegaan. Berhasil menghidari sutu perbuatan yang bisa menghancurkan kehidupan mereka kelak.</p> <p>Jalan itu ternyata juga semakin buruk keadaannya. Kendaraan bergoncang ke kiri dan ke kanan menghindari beberapa lubang. Sesaat, gesekan antara kedua selakangan ibu dan anak itu membuat Rick semakin panas dingin. Walaupun belum disebut berhubungan intim, tetapi dia merasakan gesekan-gesekan tersebut hampir membuat dia ber-ejakulasi. Sesaat sebelum itu terjadi, truck ternyata sudah berhenti di lahan pertanian.</p> <p>“Nah, itu dia” Jean berkata, “Tidak begitu buruk kan?”</p> <p>“Aku rasa itu sempurna” mamanya berkata. Dia memutar pinggulnya lalu bergeser diatas batang penis Rick yang masih mengeras, lalu bergeser ke samping dan meloncat ke bawah. Gerakan tersebut membuat pakaiannya bagian bawah tersingkap keastas sehingga celana dalam mamanya terlihat.</p> <p>“Aku rasa Rick masih berpikir tentang hal lain.” Dia berkata begitu sambil mengedipkan mata ke anaknya</p> <p>Rick tidak mempercayai apa yang didengar dari bibir mamanya.</p> <p>“Ah tidak, aku setuju denganmu ma, ini sangat sempurna” ia berkata.</p> <p>“Bagus kalau begitu” Jean berkata. “Ayo masuk dan bertanya kepada ayah dimana barang-barang ini dimasukkan.”</p> <p>“Rick” mamanya berkata, “Kenapa kamu tidak menunggu disini saja sambil membuka penutup lalu menurunkan beberapa barang?” Matanya melirik ke selakangan Rick dan kembali ke muka nya. Muka Rick kontan memerah, ketika dia menyadari betapa sulitnya menyembunyikan penisnya yang masih berereksi di dalam calana pendek itu.</p> <p>“Setujui, aku akan mengurusnya” ia tersipumelanggar.com/.com</p> <p>Dia tersenyum dan berjalan mengelilingi truk itu untuk bergabung dengan Jean diperjalanannya menuju ke dalam rumah. Dua puluh menit kemudian, muatan itu sudah ada didalam rumah, dan mereka sudah siap untuk memulai membongkarnya. Tetapi seperti biasanya ketika mereka mengunjungi nenek, dia mendesak mereka membawa beberapa buah kalengan, sehingga mereka mendapatkan dengan tiga karton yang besar penuh. Sama seperti mereka sedang memuat barang-barang tadi, hujan mulai turun.</p> <p>Kakek mengusulkan kita menaruhnya di kabin truk itu agar kotak karton tidak basah, maka seperti tadi, kotak-kotak tersebut akhirnya ditaruh tepat dipertengahan tempat duduk truk dan Terri harus berada pangkuan Rick lagi.</p> <p>Belum begitu lama, di dalam perjalanan, penis Rick kembali ereksi penuh dan menggosok-gosok belahan vaginanya. Ada keraguan kecil di dirinya ketika secara tidak sengaja penis anaknya yang masih berada di dalam celana, kembali menggosok-gosok klitorisnya setiap kali truk itu bergoncang melalui jalan berlubang.</p> <p>Sebenarnya, Teri tanpa sengaja menggeser posisinya hingga demikian. Kemudian meski dia bimbang jika itu tadinya semua adalah ketidak sengajaan, posisi kakinya dia tempatkan dibawah, dan dia sengaja menggerakkan pantatnya sedikit naik dan turun. Menghasilkan hilangnya keseimbangan pada pantatnya, sehingga kini dia bertumpu penuh pada penis Rick yang sedang tegak ber-ereksi, dan mulai membelah bibir vaginanya.</p> <p>Perjalanan pulang terasa lebih lambat karena hujan dan berkabut. Mamanya menyesuaikan posisi pantatnya, sehingga penisnya tepat berada diantara belahan selakang mamanya penisnya kini menempel erat di vagina mamanya.<br />Sangat sulit dibayangkan, betapa sentakan-sentakan kecil akibat goyangan truck itu terus-menerus membuat penisnya menggosok-gosok lembut belahan vagina mamanya. Sesekali dia menyesuaikan diri dengan goncangan truck sehingga penisnya menyodok lembut belahan vagina mamanya. Kadang-kadang Rick takut ketahuan, bahwa dia dengan sengaja menodok-nyodokan penisnya sendiri di vagina mamanya. Tetapi setelah beberapa saat, Rick menyadari kalau mamanya juga sengaja menyesuaikan diri terhadap sodokan penisnya.</p> <p>Pertama kalinya Rick takut kalau gerakan-gerakan tidak wajarnya akan disadari oleh mamanya, tetapi dia menyadari satu gerakan kecil mama yang mendorong pantatnya ke bawah. Sesaat Rick merasa bersalah, tetapi dengan segera ia merasakan satu dorongan kecil oleh mamanya. Ia menjawab dengan suatu daya dorong yang kuat terhadap vaginanya. ternyata mamanya juga menanggapi sentakan itu, dalam sekejab mereka sudah melakukan petting.</p> <p>Beberapa kotak-kotak diantara tante dengan dia dan mamanya mencegah tantenya mengetahui apa yang mereka lakukan. Pinggul-pinggul mereka tetap memainkan irama yang sama.Rick yang pertama kali menempatkan kedua tangan di pinggul mamanya, lalu bergeser ke paha mamanya.</p> <p>Terri menarik menarik nafas pendek, tetapi dia tetap meneruskan menggesek-gesekkan vaginanya di penis Rick, seakan-akan, tangannya sendiri yang sedang mengocok penis Rick. Rick mulai pelan-pelan menarik tepian rok mamanya keatas. Ia berharap dapat menyentuh celana dalam mamanya. Hampir saja Rick mencapai ejakulasi, mereka telah sampai kembali di rumahnya. Terri kembali lagi berputar di atas penis anaknya lalu turun dari truck, seperti tadi, entah sengaja atau tidak, celana dalamnya kembali terkespos di depan Rick.</p> <p>Rick mengikutinya keluar dari kabin, lalu mamanya meraih salah satu diantara kotak-kotak itu dan mengangsurkannya kepada Rick.</p> <p>“Ini sayang, tolong letakkan ini di dalam dapur. Senyum mamanya seakan memberi perlindungan agar penisnya yang sedang ereksi tertutup oleh kotak itu.</p> <p>“Terima kasih untuk semua bantuan kalian berdua,” Jean berkata sambil tertawa.</p> <p>“Hey, tidak masalah kok, kita menyukainya, sangat menyenangkan malah” Terri berkata. “Aku pikir Rick juga sangat menyukai perjalanan tadi.”<br />“Yah, Tante Jean, aku benar-benar menyukai pergi ke luar, ke pertanian. Itu adalah kesenangan tersendiri, maksudku lain untuk membandingkan naik truck dan naik mobil. Bergoyang-goyang seperti wahana di Disney Land!”</p> <p>“Jika benar kalau naik truck tadi seperti yang ada di Disney Land,” mamanya berkata, “Aku akan senang ke sana beberapa waktu yang lalu.</p> <p>“Ah, mama tahu maksudku lah, seperti uji nyali seumur hidup” Rick berkata.</p> <p>“Yup, mama setuju sekali” dia berkata. Terri tahu pasti, bahwa kenyataannya itu memang benar-benar menguji nyalinya.</p> <p>Rick membawa kotak di dalam dan meletakkannya di meja dapur, lalu memasuki ruang keluarga dan mengambil remote. Ia memencet tombol dua kali dan suara keras MTV langsung terdengar dari pesawat Televisinya. Ia memilih suatu kursi yang lurus, karena ia mengetahui mamanya akan marah jika ia duduk di sofa dengan celana pendek yang kotor. Terri mengikuti dia ke dalam ruangan. Dia berhenti disebelah anaknya.</p> <p>“Kamu tidak keberatan jika mama kembali duduk di pangkuan?”<br />“Tidak, ma. Seperti aku katakan tadi kepada tante Jean, perjalanan itu adalah ujian nyali seumur hidup.”</p> <p>“Dan berat badanku tidak mengganggu kan?”</p> <p>“Mam, mama sungguh tidak berat, aku sanggup menahannya dan itu tidak berarti sama sekali bagiku.”</p> <p>“Benarkah? berarti kamu tidak keberatan untuk sekali lagi memangku mama?”</p> <p>Rick dengan cepat memandang padanya. “Aku… Aku tidak tahu…tapi sungguh tidak apa-apa.”</p> <p>Terri terbelalak untuk sekejab. Ya Tuhan, apa yang sedang saya yang lakukan. Ini adalah anakku. Jika aku duduk dalam pangkuan nya, bisa menjadi tak terkendali. Tetapi hati kecilnya meyakinkan kalau dia sudah cukup tua dan bisa mengendalikannya, ini hanyalah gurauan antara mama dan anaknya. Matanya memandang Rick sebentar lalu dia menempatkan posisi di depan dari Rick, dan duduk di pangkuannya. Tetapi kaki-kakinya sekarang berada di sisi luar kaki Rick dan lebih terbuka lebar. Rick tidak percaya bahwa mamanya baru saja mengangkangi dirinya dan duduk dalam pangkuannya. dalam sekejab dia langsung ereksi. Berhadapan langsung dengan vagina mamanya, hanya dibatasi oleh secarik kain tipis celana dalam mamanya dan celananya sendiri. Sebentar kemudian, mamanya kembali melakukan gerakan yang sama, menekan-nekan penisnya, seperti di dalam truck tadi. Rick mendorong dirinya ke belakang. Membuat berpura-pura kecil mendorong penisnya ke vagina mamanya.<br />Mamanya kembali menggesek penis Rick dengan vaginanya. Sekarang mereka tidak berpura-pura lagi, mereka sedang melakukan petting. Rick meletakkan tangannya di paha mamanya. Mama hanya memandang dirinya tetapi tidak berkata apa-apa. Dia sedang terengah, karena sensasi yang ditimbulkan karena gesekan alat kelamin keduanya. Rick pelan-pelan mulai menyingkapkan rok mamanya menuju ke pangkal paha mamanya. Terri sedang berkonsentrasi pada penis anaknya yang keras menekan di bibir vaginanya.</p> <p>Akhirnya celana dalamnya terlihat, dan pakaiannya disibakkan oleh Rick hingga pada pinggangnya. rick menurunkan tangannya dan mengelus paha mamanya dengan jari-jarinya hingga hampir menyentuh vagina mamanya. Terri membelalak, tetapi tidak berkata apapun. Pelan-pelan tangan-tangannya dinaikkan, dan dia meneguk ludah ketika mereka menjamah gundukan di celana dalamnya. Rick menggosok vagina mamanya dan membuat cairan vagiannya belepotan hingga membasahi celana dalam dan belahan paha mamanya. Jari-jarinya menelusuri ‘celah’ yang terbentuk di celana dalam itu dan yang merupakan bibir vagina mamanya, jarinya menelusur membelah ‘celah’ dari pangkal yang bawah hingga menuju ke klitoris, yang secara langsung terlihat tembus pandang karena kainnya yang basah.</p> <p>Ia mempermainkan jari-jarinya di situ, dan Terri mengerang. Rick melepaskan celana dalam mamanya dengan satu tangan, ia menyelipkan lainnya di karet celana dalam yang di perut lalu menarik kebawah melalaui vagina mamanya. Terri mengangkat sedikit pantatnya ketika celana dalam melewati pantatnya dan terus meluncur hingga kelututnya. Rick mengembalikan tangan-tangannya ke vagina mamanya, Terri mengamati dengan perasaan kagum melihat putra nya menyelinapkan jari-jarinya di celah bibir vaginanya, membukanya dan pelan-pelan menyisipkan dua jari-jari nya ke dalam liang vaginanya. Dengan segera Terri mengalami orgasme, dia mengerang hebat.</p> <p>“Ya Tuhan, mama orgasme di jari-jarimu. Oh Tuhan, apa yang sudah kita lakukan?”</p> <p>Rick tidak menantikan satu jawaban, ia mengangkat pinggul mamanya, memaksanya sebelum mamanya sadar, Rick telah melolosi celananya sendiri, membebaskan penisnya yang besar. Dengan sedikit usaha, dia menarik keluar penisnya sendiri, dan tiba-tiba di sana di bawah Terri, berdiri sepanjang 21 cm dari daging, berambut merah dan berdenyut. Terri tidak menyadari semua tindakan yang dilakukan oleh anaknya, dia masih belum lepas dari intensitas orgasmenya, dan hampir tidak mampu berdiri, Rick memeganginya. Secara perlahan Rick menurunkan pinggul mamanya. Ketika mamanya duduk Rick memposisikan penisnya secara langsung liang basah vagina mamanya. Terri berpikir jari-jari anaknya yang menguak liang vaginanya, tetapi semakin lama liang vaginanya semakin melebar. Akhirnya Terri menyadari keadaan yang akan terjadi. Dia berteriak mencegah, “Rick, jangan! Jangan dimasukkan!”</p> <p>Rick melepaskan pegangan pada pinggul mamanya. Dengan dilepaskan pegangan, maka secara otomatis pinggul mamanya turun dan penis Rick perlahan-lahan memasuki liang vaginanya.</p> <p>“Ohhhh, Ohh ya Tuhan. Rick, ohh Tuhan, penismu sangat besar. Ohh kamu seharusnya tidak memasukkan penismu, aku adalah mamamu.” Terri sudah benar-benar menduduki penis Rick sepenuhnya. Vaginanya penuh sesak dipenuhi penis gemuk milik anaknya.</p> <p>“Unhh,” Terri mengerang. Rick dengan segera mengangkat pinggul mamanya sedikit lalu menjatuhkannya lagi di penisnya. Menenggelamkan dalam-dalam penisnya di dalam liang vagina mamanya. Lalu lagi; kembali, dan lagi begitu seterusnya.</p> <p>Beberapa saat kemudian, Terri menggerakkan dirinya sendiri mengikuti irama sodokan anaknya sendiri. Beberapa sodokan kemudian, Terri mulai menggosok-gosok klitorisnya sendiri.<br />“Ya Tuhan Ricky, kamu benar-benar perkasa.”</p> <p>“Mam, rasanya aku akan keluar, benar-benar akan keluar maaaa…..”</p> <p>Terri meletakkan kepalanya dibahu Rick. “Aku juga, sayang. Mama juga. Penismu membikin mama akan orgasme lagi. Semprotkan di dalam vagina mama, sayang, keluarkan di dalam vagina mamamu!”</p> <p>“Ohhh, Mommmmmm.” penisnya benar-benar menyemburkan cairan kental di liang vagina mamanya.</p> <p>“Yah….yah…begitu sayang….semprotkan di dalam vagina mamamu….! Penuhi vagina mamamu….!”</p> <p>“Ya Tuhan, apa yang kalian lakukan?,” Jean menjerit. “Rick, kamu benar-benar menyetubuhi mamamu sendiri!”</p> <p>Terri hanya memutar punggungnya, sementara penis Ricky masih terbenam di vaginanya setelah mereka mengalami orgasme yang hebat itu. Dia memutar kepalanya melihat asal suara yang terdengar dari pintu dapur.<br />“Tidak benar-benar, Dik,” dia berkata. “Kita memang sedang bersetubuh, dan jika kamu berpikir kalau aku akan membiarkan penisnya keluar dari tubuhku hanya karena kamu memergoki kami, kamu salah! Kamu dapat menonton kami bersetubuh, lalu bermasturbasi dengan jari-jarimu atau kalau tidak suka, silahkan palingkan kepalamu ke arah lain!”</p> <p>Terri memutar tubuhnya kembali berhadapan dengan anaknya, Rick, lalu dia mencium dengan mesra bibir anaknya itu, lidahnya meluncur masuk ke dalam mulut Rick. “Penismu masih terasa keras sayang, Setubuhi mamamu lagi! Kita selesaikan masalah ini nanti, setelah kamu menyetubuhi mamamu hingga lepas tulang belulangmu! Kecuali jika tidak mau melakukan ini lagi?”</p> ENDcdery_boledhttp://www.blogger.com/profile/10242059087321130258noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6417611402379692210.post-86304170421723839432009-08-29T06:02:00.000-07:002009-08-29T06:03:31.722-07:00Mulusnya pacar kakak<p>Siang itu, ponselku berbunyi, dan suara merdu dari seberang sana memanggil.</p> <p>“Di, kamu ke rumahku duluan deh sana, saya masih meeting. Dari pada kamu kena macet di jalan, mendingan jalan sekarang gih sana.”<br />“Oke deh, saya menuju rumah kamu sekarang. Kamu meeting sampai jam berapa?”<br />“Yah, sore sudah pulang deh, tunggu aja di rumah.”</p> <p>Meluncurlah aku dengan motor Honda ke sebuah rumah di salah satu kompleks di Jakarta. Vina memang kariernya sedang naik daun, dan dia banyak melakukan meeting akhir-akhir ini. Aku sih sudah punya posisi lumayan di kantor. Hanya saja, kemacetan di kota ini begitu parah, jadi lebih baik beli motor saja dari pada beli mobil. Vina pun tak keberatan mengarungi pelosok-pelosok kota dengan motor bersamaku.</p> <p>Kebetulan, pekerjaanku di sebuah biro iklan membuat aku bisa pulang di tengah hari, tapi bisa juga sampai menginap di kantor jika ada proyek yang harus digarap habis-habisan. Vina, pacarku, mendapat fasilitas antar jemput dari kantornya. Jadi, aku bisa tenang saja pergi ke rumahnya tanpa perlu menjemputnya terlebih dulu.</p> <p>Sesampai di rumahnya, pagar rumah masih tertutup walau tidak terkunci. Aku mengetok pagar, dan keluarlah Marta, kakak Vina, untuk membuka pintu.</p> <p>“Loh, enggak kerja?” tanyaku.<br />“Nggak, aku izin dari kantor mau ngurus paspor,” jawabnya sambil membuka pintu pagarnya yang berbentuk rolling door lebar-lebar agar motorku masuk ke dalam.<br />“Nyokap ke mana?” tanyaku lagi.<br />“Oh, dia lagi ke rumah temannya tuh, ngurusin arisan,” kata Marta, “Kamu mau duduk di mana Dodi? Di dalam nonton tv juga boleh, atau kalau mau di teras ya enggak apa juga. Bentar yah, saya ambilin minum.”</p> <p>Setelah motor parkir di dalam pekarangan rumah, kututup pagar rumahnya. Aku memang akrab dengan kakak Vina ini, umurnya hanya sekitar dua tahun dari umurku. Yah, aku menunggu di teras sajalah, canggung juga rasanya duduk nonton tv bersama Marta, apalagi dia sedang pakai celana pendek dan kaos oblong.</p> <p>Setelah beberapa lama menunggu Vina di teras rumah, aku celingukan juga tak tahu mau bikin apa. Iseng, aku melongok ke ruang tamu, hendak melihat acara televisi. Wah, ternyata mataku malah terpana pada paha yang putih mulus dengan kaki menjulur ke depan. Kaki Marta ternyata sangat mulus, kulitnya putih menguning.</p> <p>Marta memang sedang menonton tv di lantai dengan kaki berjelonjor ke depan. Kadang dia duduk bersila. Baju kaosnya yang tipis khas kaos rumah menampakkan tali-tali BH yang bisa kutebak berwarna putih. Aku hanya berani sekali-kali mengintip dari pintu yang membatasi teras depan dengan ruang tamu, setelah itu barulah ruang nonton tv. Kalau aku melongokkan kepalaku semua, yah langsung terlihatlah wajahku.</p> <p>Tapi rasanya ada keinginan untuk melihat dari dekat paha itu, biar hanya sepintas. Aku berdiri.</p> <p>“Ta, ada koran enggak yah,” kataku sambil berdiri memasuki ruang tamu.<br />“Lihat aja di bawah meja,” katanya sambil lalu.</p> <p>Saat mencari-cari koran itulah kugunakan waktu untuk melihat paha dan postur tubuhnya dari dekat. Ah, putih mulus semua. Buah dada yang pas dengan tubuhnya. Tingginya sekitar 160 cm dengan tubuh langsing terawat, dan buah dadanya kukuh melekat di tubuh dengan pasnya.</p> <p>“Aku ingin dada itu,” kataku membatin. Aku membayangkan Marta dalam keadaan telanjang. Ah, ‘adikku’ bergerak melawan arah gravitasi.</p> <p>“Heh! Kok kamu ngeliatin saya kayak gitu?! Saya bilangin Vina lho!,” Marta menghardik.</p> <p>Dan aku hanya terbengong-bengong mendengar hardikannya. Aku tak sanggup berucap walau hanya untuk membantah. Bibirku membeku, malu, takut Marta akan mengatakan ini semua ke Vina.</p> <p>“Apa kamu melotot begitu, mau ngancem?! Hah!”<br />“Astaga, Marta, kamu.. kamu salah sangka,” kataku tergagap. Jawabanku yang penuh kegamangan itu malah membuat Marta makin naik pitam.<br />“Saya bilangin kamu ke Vina, pasti saya bilangin!” katanya setengah berteriak. Tiba-tiba saja Marta berubah menjadi sangar. Kekalemannya seperti hilang dan barangkali dia merasa harga dirinya dilecehkan. Perasaan yang wajar kupikir-pikir.<br />“Marta, maaf, maaf. Benar-benar enggak sengaja saya. saya enggak bermaksud apa-apa,” aku sedikit memohon.<br />“Ta, tolong dong, jangan bilang Vina, kan cuma ngeliatin doang, itu juga enggak sengaja. Pas saya lagi mau ngambil koran di bawah meja, baru saya liat elu,” kataku mengiba sambil mendekatinya.</p> <p>Marta malah tambah marah bercampur panik saat aku mendekatinya.</p> <p>“Kamu ngapain nyamperin saya?! Mau ngancem? Keluar kamu!,” katanya garang. Situasi yang mencekam ini rupanya membuatku secara tidak sengaja mendekatinya ke ruang tamu, dan itu malah membuatnya panik.<br />“Duh, Ta, maaf banget nih. Saya enggak ada maksud apa-apa, beneran,” kataku.</p> <p>Namun, situasi telah berubah, Marta malah menganggapku sedang mengancamnya. Ia mendorong dadaku dengan keras. Aku kehilangan keseimbangan, aku tak ingin terjatuh ke belakang, kuraih tangannya yang masih tergapai saat mendorongku. Raihan tangan kananku rupanya mencengkeram erat di pergelangan tangan kirinya. Tubuhnya terbawa ke arahku tapi tak sampai terjatuh, aku pun berhasil menjaga keseimbangan. Namun, keadaan makin runyam.</p> <p>“Eh! kamu kok malah tangkep tangan saya! Mau ngapain kamu? Lepasin enggak!!,” kata Marta.</p> <p>Entah mengapa, tangan kananku tidak melepaskan tangan kirinya. Mungkin aku belum sempat menyadari situasinya. Merasa terancam, Marta malah sekuat tenaga melayangkan tangan kanannya ke arah mukaku, hendak menampar. Aku lebih cekatan. Kutangkap tangan kanan itu, kedua tangannya sudah kupegang tanpa sengaja. Kudorong dia dengan tubuhku ke arah sofa di belakangnya, maksudku hanya berusaha untuk menenangkan dia agar tak mengasariku lagi. Tak sengaja, aku justru menindih tubuh halus itu.</p> <p>Marta terduduk di sofa, sementara aku terjerembab di atasnya. Untung saja lututku masih mampu menahan pinggulku, namun tanganku tak bisa menahan bagian atas tubuhku karena masih mencengkeram dan menekan kedua tangannya ke sofa. Jadilah aku menindihnya dengan mukaku menempel di pipinya. Tercium aroma wangi dari wajahnya, dan tak tertahankan, sepersekian detik bibirku mengecup pipinya dengan lembut.</p> <p>Tak ayal, sepersekian detik itu pula Marta meronta-ronta. Marta berteriak, “Lepasin! Lepasin!” dengan paraunya. Waduh, runyam banget kalau terdengar tetangga. Yang aku lakukan hanya refleks menutup mulutnya dengan tangan kananku. Marta berusaha vaginaik, namun tak bisa. Yang terdengar hanya, “Hmmm!” saja. Namun, tangannya sebelah kiri yang terbebas dari cengkeramanku justru bergerak liar, ingin menggapai wajahku.</p> <p>Hah! Tak terpikir, posisiku ini benar-benar seperti berniat memperkosa Marta. Dan, Marta sepertinya pantas untuk diperkosa. Separuh tubuhnya telah kutindih. Dia terduduk di sofa, aku di atasnya dengan posisi mendudukinya namun berhadapan. Kakinya hanya bisa meronta namun tak akan bisa mengusir tubuhku dari pinggangnya yang telah kududuki. Tangan kanannya masih dalam kondisi tercengkeram dan ditekan ke sofa, tangan kirinya hanya mampu menggapai-gapai wajahku tanpa bisa mengenainya, mulutnya tersekap.</p> <p>Tubuh yang putih itu dengan lehernya yang jenjang dan sedikit muncul urat-urat karena usaha Marta untuk vaginaik, benar-benar membuatku dilanda nafsu tak kepalang. Aku berpikir bagaimana memperkosanya tanpa harus melakukan berbagai kekerasan seperti memukul atau merobek-robek bajunya. Dasar otak keparat, diserang nafsu, dua tiga detik kemudian aku mendapatkan caranya.</p> <p>Tanpa diduga Marta, secepat kilat kulepas cengkeraman tanganku dari tangan dan mulutnya, namun belum sempat Marta bereaksi, kedua tanganku sudah mencengkeram erat lingkaran celana pendeknya dari sisi kiri dan kanan, tubuhku meloncat mundur ke belakang.</p> <p>Kaki Marta yang meronta-ronta terus ternyata mempermudah usahaku, kutarik sekeras-kerasnya dan secepat-cepatnya celana pendek itu beserta celana dalam pinknya. Karena kakinya meronta terus, tak sengaja dia telah mengangkat pantatnya saat aku meloncat mundur. Celana pendek dan celana dalam pink itu pun lolos dengan mudahnya sampai melewat dengkul Marta.</p> <p>Astaga! Berhasil!</p> <p>Marta jadi setengah bugil. Satu dua detik Marta pun sempat terkejut dan terdiam melihat situasi ini. Kugunakan kelengahan itu untuk meloloskan sekalian celana pendek dan celana dalamnya dari kakinya, dan kulempar jauh-jauh. Marta sadar, dia hendak vaginaik dan meronta lagi, namun aku telah siap. Kali ini kubekap lagi mulutnya, dan kususupkan tubuhku di antara kakinya. Posisi kaki Marta jadi menjepit tubuhku, karena dia sudah tak bercelana, aku bisa melihat vaginanya dengan kelentit yang cukup jelas. Jembutnya hanya menutupi bagian atas vagina. Marta ternyata rajin merawat alat genitalnya.</p> <p>Pekikan Marta berhasil kutahan. Sambil kutekan kepalanya di sandaran sofa, aku berbisik,</p> <p>“Marta, kamu sudah kayak gini, kalau kamu teriak-teriak dan orang-orang dateng, percaya enggak orang-orang kalau kamu lagi saya perkosa?”</p> <p>Marta tiba-tiba melemas. Dia menyadari keadaan yang saat ini berbalik tak menguntungkan buatnya. Kemudian dia hanya menangis terisak. Kubuka bekapanku di mulutnya, Marta cuma berujar sambil mengisak,</p> <p>“Dodi, please… Jangan diapa-apain saya. Ampun, Di. saya enggak akan bilang Vina. Beneran.”</p> <p>Namun, keadaan sudah kepalang basah, syahwatku pun sudah di ujung tanduk rasanya. Aku menjawabnya dengan berusaha mencium bibirnya, namun dia memalingkan mukanya. Tangan kananku langsung saja menelusup ke selangkangannya. Marta tak bisa mengelak.<br />Ketika tanganku menyentuh halus permukaan vaginanya, saat itulah titik balik segalanya. Marta seperti terhipnotis, tak lagi bergerak, hanya menegang kaku, kemudian mendesis halus tertahan. Dia pun pasti tak sengaja mendesah.</p> <p>Seperti mendapat angin, aku permainkan jari tengah dan telunjukku di vaginanya. Aku permainkan kelentitnya dengan ujung-ujung jari tengahku. Marta berusaha berontak, namun setiap jariku bergerak dia mendesah. Desahannya makin sulit ditutupi saat jari tengahku masuk untuk pertama kali ke dalam vaginanya. Kukocokkan perlahan vaginanya dengan jari tengahku, sambil kucoba untuk mencumbu lehernya.</p> <p>“Jangan Dod,” pintanya, namun dia tetap mendesah, lalu memejamkan mata, dan menengadahkan kepalanya ke langit-langit, membuatku leluasa mencumbui lehernya. Dia tak meronta lagi, tangannya hanya terkulai lemas. Sambil kukocok vaginanya dan mencumbui lehernya, aku membuka resleting celanaku. “Adik”-ku ini memang sudah menegang sempurna sedari tadi, namun tak sempat kuperlakukan dengan selayaknya. Karena tubuhku telah berada di antara kakinya, mudah bagiku untuk mengarahkan penisku ke vaginanya.</p> <p>Marta sebetulnya masih dalam pergulatan batin. Dia tak bisa mengelak terjangan-terjangan nafsunya saat vaginanya dipermainkan, namun ia juga tak ingin kehilangan harga diri. Jadilah dia sedikit meronta, menangis, namun juga mendesah-desah tak karuan. Aku bisa membaca situasi ini karena dia tetap berusaha memberontak, namun vaginanya malah makin basah. Ini tanda dia tak mampu mengalahkan rangsangan.</p> <p>Penisku mengarah ke vaginanya yang telah becek, saat kepala penis bersentuhan dengan vagina, Marta masih sempat berusaha berkelit. Namun, itu semua sia-sia karena tanganku langsung memegangi pinggulnya. Dan, kepala penisku pun masuk perlahan. Vagina Marta seperti berkontraksi. Marta tersadar,</p> <p>“Jangan…” teriaknya atau terdengar seperti rintihan.</p> <p>Rasa hangat langsung menyusupi kepala penisku. Kutekan sedikit lebih keras, Marta sedikit menjerit, setengah penisku telah masuk. Dan satu sentakan berikutnya, seluruh penisku telah ada di dalam vaginanya. Marta hanya memejamkan mata dan menengadahkan muka saja. Ia sedang mengalami kenikmatan tiada tara sekaligus perlawanan batin tak berujung. Kugoyangkan perlahan pinggulku, penisku keluar masuk dengan lancarnya. Terasa vagina Marta mengencang beberapa saat lalu mengendur lagi.</p> <p>Tanganku mulai bergerilya ke arah buah dadanya. Marta masih mengenakan kaos rumah. Tak apa, toh tanganku bisa menyusup ke dalam kaosnya dan menyelinap di balik BH dan mendapati onggokan daging yang begitu kenyal dengan kulit yang terasa begitu halus. Payudara Marta begitu pas di tanganku, tidak terlalu besar tapi tidak juga bisa dibilang kecil. Kuremas perlahan, seirama dengan genjotan penisku di vaginanya. Marta hanya menoleh ke kanan dan ke kiri, tak mampu melakukan perlawanan. Pinggulnya ternyata mulai mengikuti goyangan pinggulku.</p> <p>Aku buka kaos Marta, kemudian BH-nya, Marta menurut. Pemandangan setelah itu begitu indah. Kulit Marta putih menguning langsat dengan payudara yang kencang dan lingkaran di sekitar pentilnya berwarna merah jambu Pentil itu sendiri berwarna merah kecokelatan. Tak menunggu lama, kubuka kemejaku. Aktivitas ini kulakukan sambil tetap menggoyang lembut pinggulku, membiarkan penisku merasai seluruh relung vagina Marta.</p> <p>Sambil aku bergoyang, aku mengulum pentil di payudaranya dengan lembut. Kumainkan pentil payudara sebelah kanannya dengan lidahku, namun seluruh permukaan bibirku membentuk huruf O dan melekat di payudaranya. Ini semua membuat Marta mendesah lepas, tak tertahan lagi.</p> <p>Aku mulai mengencangkan goyanganku. Marta mulai makin sering menegang, dan mengeluarkan rintihan, “Ah… ah…”</p> <p>Dalam goyangan yang begitu cepat dan intens, tiba-tiba kedua tangan Marta yang sedang mencengkeram jok kursi malah menjambak kepalaku.”Aaahhh,” lenguhan panjang dan dalam keluar dari mulut mungil Marta. Ia sampai pada puncaknya. Lalu tangan-tangan yang menjambak rambutku itu pun terkulai lemas di pundakku. Aku makin intens menggoyang pinggulku. Kurasakan penisku berdenyut makin keras dan sering.</p> <p>Bibir Marta yang tak bisa menutup karena menahan kenikmatan itu pun kulumat, dan tidak seperti sebelum-sebelumnya, kali ini Marta membalasnya dengan lumatan juga. Kami saling berpagut mesra sambil bergoyang. Tangan kananku tetap berada di payudaranya, meremas-remas, dan sesekali mempermainkan putingnya.</p> <p>Vagina Marta kali ini cukup terasa mencengkeram penisku, sementara denyut di penisku pun semakin hebat.</p> <p>“Uhhh,” aku mengejang. Satu pelukan erat, dan sentakan keras, penisku menghujam keras ke dalam vaginanya, mengiringi muncratnya spermaku ke dalam liang rahimnya.</p> <p>Tepat saat itu juga Marta memelukku erat sekali, mengejang, dan menjerit, “Aahhh”. Kemudian pelukannya melemas. Dia mengalami ejakulasi untuk kedua kalinya, namun kali ini berbarengan dengan ejakulasiku. Marta terkulai di sofa, dan aku pun tidur telentang di karpet. Aku telah memperkosanya. Marta awalnya tak terima, namun sisi sensitif yang membangkitkan libidonya tak sengaja kudapatkan, yaitu usapan di vaginanya.</p> <p>Ternyata, dia sudah pernah bercinta dengan kekasihnya terdahulu. Dia hanya tak menyangka, aku-pacar adiknya malah menjadi orang kedua yang menyetubuhinya.</p> <p>Grrreeekkk. Suara pagar dibuka. Vina datang! Astaga! aku dan Marta masih bugil di ruang tamu, dengan baju dan celana yang terlempar berserakan ….</p>dery_boledhttp://www.blogger.com/profile/10242059087321130258noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6417611402379692210.post-14448812219047790752009-08-29T05:58:00.000-07:002009-08-29T06:01:24.893-07:00di foto dan di setubuhi keponakankuNamaku Ida. Usiaku di tahun 2007 ini adalah 34 tahun. Walaupun aku bukan termasuk cewek yang cantik, teman-temanku sering mengatakan kalau aku ini termasuk cewek yang menarik. Rambutku lurus berwarna hitam dengan panjang mencapai punggungku. Tubuhku yang sedikit berisi menyebabkan payudaraku menyesuaikan diri sehingga aku mengenakan bra nomor 36B untuk membungkus kedua payudaraku itu. Vaginaku dihiasi oleh bulu-bulu yang indah walaupun jumlahnya tidak terlalu banyak. Aku tinggal sendirian di rumahku yang terletak di kota Surabaya ini karena sampai saat ini aku masih belum menikah. Walaupun demikian, kehidupan seks yang aku jalani sangat indah karena aku selalu mendapatkan cara untuk memuaskan hasratku.<br /><span id="more-346"></span><br />Pada suatu hari Minggu siang minggu ke tiga bulan September 2007, aku di telepon oleh keponakanku yang bernama Alex saat aku sedang membaca email yang masuk di da_kulthida@yahoo.com milikku.. Usianya 16 tahun dan berwajah lumayan tampan.<br />“Halo, tante Ida .. ?”, katanya dari seberang telepon.<br />“Iya, siapa ini .. ?, tanyaku.<br />“Alex, tante ..”<br />“Oh.. kenapa, Lex ?”<br />“Tante, kalau boleh Alex mau minta bantuan tante.”<br />“Bantuan apa ?”<br />“Boleh tidak kalau tante jadi model untuk Alex foto ?”<br />“Buat apa kamu foto-foto tante ?”<br />“Cuma iseng aja kok ..”<br />Aku mengerti dengan keinginannya ini. Alex sedang menekuni hobi fotografi sehingga tentu saja dia mencari-cari apa saja yang bisa di foto olehnya.<br />“Boleh saja..”, kataku.<br />“Terima kasih tante. Saya akan datang sebentar lagi. Kira-kira 10 menit lagi sampai. Kita foto-foto di rumah tante saja.”<br />“Oke, kalau gitu. Tante tunggu, ya …” <p>Aku menutup telepon itu dan segera menuju ke kamar tidurku untuk mengambil pakaian agar aku dapat menutupi tubuhku yang saat ini hanya sedang memakai celana dalam berwarna putih saja. Jika aku sendirian di rumah, aku memang biasanya selalu dalam keadaan setengah telanjang atau telanjang bulat. Bila ada yang hendak datang, baru aku mencari pakaian untuk menutupi tubuhku itu. Kebiasaan ini sudah berlangsung sejak aku berumur 27 tahun yaitu sejak aku tinggal sendirian di rumah itu. Di dalam kamar tidurku, aku tidak langsung menuju lemari pakaian. Aku memutuskan untuk membubuhkan sedikit make up ke wajahku sebab Alex akan memakaiku sebagai model untuk fotonya dan aku ingin tampil sedikit menarik di depan kameranya. Setelah selesai memakai make up, dari dalam lemari pakaian aku mengambil sebuah rok terusan tanpa lengan berwarna putih dengan strip biru yang panjangnya sedikit di atas lututku. Tanpa memakai bra lagi, aku segera memakai rok itu dan merapikannya sebelum akhirnya aku mengikatkan ikat pinggang putih yang menjadi bagian dari rok itu.</p> <p>Baru saja saat aku selesai mengenakan pakaianku, aku mendengar bel pintu berbunyi. Dengan melangkah sedikit cepat, aku keluar dari kamar tidurku dan segera menuju pintu depan untuk membuka pintu. Rupanya Alex sudah tiba di rumahku.<br />“Halo tante.. Tante kelihatan cantik“, katanya sambil tersenyum.<br />“Tentu saja. Kan mau jadi model.. ayo, masuk.. ”, kataku sambil tersenyum pula.<br />Alex segera melangkah masuk ke rumahku. Aku segera menutup pintu depan dan kemudian mengajaknya ke ruang tengah. Sesampainya kami di ruang itu, Alex berkata,<br />“Kita bisa mulai tante ?”<br />“Oh, bisa saja .. kamu mau di mana ?”, tanyaku.<br />“Bagaimana kalau di teman belakang rumah tante ?”<br />“Ok..”<br />Kami kemudian menuju ke taman belakang rumahku. Taman belakang rumahku termasuk cukup luas dan memiliki tatanan yang cukup bagus serta dikelilingi oleh pagar tembok yang cukup tinggi sehingga tidak ada orang yang bisa melihat ke dalam tamanku ini. Sesampainya kami di taman ini, Alex mulai mengeluarkan kamera digitalnya dan memulai kegiatannya. Alex bertindak sebagai fotografer sekaligus pengarah gaya. Setelah beberapa lama, akhirnya kami hampir selesai.<br />“Tante, ini foto yang terakhir. Aku minta tante berdiri membelakangiku. Saat aku memberikan aba-aba, tolong tante berputar menghadapku. Tolong jangan berputar terlalu cepat. Biasa saja.. “, katanya.<br />Aku melakukan apa yang seperti dia katakan dan dia menjepretku. Akhirnya kegiatan kami sudah selesai dan kami tinggal melihat hasilnya. Alex segera memindahkan foto-foto tersebut dari memory card ke dalam laptop yang dibawanya. Setelah selesai, aku dan Alex bersama-sama memeriksa hasil fotonya. Foto yang terakhir membuatku agak terkejut, sebab di dalam foto itu terlihat bahwa ternyata saat aku berputar, rokku tersibak dan celana dalamku yang berwarna putih terlihat dengan jelas. Selain itu, tanpa aku sadari ternyata bagian dada dari bajuku menjadi longgar karena beberapa kali bergaya sehingga sebagian payudaraku terlihat tidak tertutup, bahkan puting payudaraku telihat samar-samar dari baliknya. Saat aku melihat keponakanku, wajahnya terlihat datar saja. Rupanya dia sudah tahu kalau hasilnya bakal begini.<br />“Foto ini paling bagus”, katanya.<br />“Tapi celana dalam tante kelihatan ..”, kataku.<br />“Justru di sini bagusnya. Tante kelihatan seksi sekali..”<br />Aku tersenyum saja. Walaupun sedikit merasa malu, aku menyukai fotoku yang terakhir itu juga.<br />“Lex, tante minta copy dari file gambar yang terakhir ini..”, kataku<br />“Oke..”, katanya.</p> <p>Setelah kegiatan kami berakhir, Alex tidak langsung pulang. Kami kembali ke ruang tengah dan duduk di sofa untuk berbincang-bincang. Selama berbincang-bincang, Alex terus menatap bagian dadaku yang sejak tadi menampakan sebagian payudaraku seperti di dalam foto karena aku lupa untuk membetulkannya. Saat aku menyadari hal itu, aku tidak berusaha untuk menutupinya. Ada perasaan senang yang menjalari tubuhku. Setelah beberapa lama, akhirnya aku berkata,<br />“Lex, kenapa melihat dada tante terus ?”<br />Alex sedikit terkejut. Dia menoleh ke tempat lain sambil menjawab,<br />“Ngak ada apa-apa, kok tante..”<br />Aku tersenyum melihat tingkahnya. Aku sangat suka kalau dia melihatku seperti itu.<br />“Lex, kalau kamu suka, kamu boleh melihatnya lagi kok”, kataku.<br />Tanpa menunggu tanggapan dari Alex, aku melebarkan bagian dada bajuku sehingga kali ini kedua payudaraku dapat terlihat dengan jelas. Alex yang mendapat pemandangan seperti itu segera saja melotot dan melahap kedua payudaraku dengan pandangan yang penuh minat. Aku yang melihatnya seperti itu tersenyum dan membiarkan Alex untuk menjelajahi dadaku dengan pandangannya.</p> <p>Akhirnya Alex menjadi tidak tahan. Dia bertanya kepadaku,<br />“Tante, bolehkah Alex memegangnya ?”<br />Aku mengangguk sambil tersenyum.Tanpa membuang waktu lagi, Alex segera menggapai kedua payudaraku dengan tangannya dan mulai meremas-remas serta mempermainkan putingnya. Kontan saja aku menjadi terangsang. Kubaringkan tubuhku ke atas sofa dan kupejamkan mataku untuk menikmati sensasinya. Setelah agak lama, tanpa permisi lagi Alex mulai menciumi dan menjilati kedua payudaraku. Aku terus saja memejamkan mata dan menikmati setiap rangsangan di payudaraku. Tubuhku ikut memberikan reaksi terhadap rangsangan itu. Aku merasakan cairan kewanitaanku mulai mengalir dan membasahi vaginaku. Setelah beberapa lama, tanganku mulai membuka pakaian Alex. Sambil terus menciumi dan menjilati kedua payudaraku, Alex membantuku membuka bajunya sehingga dalam sekejab Alex berada dalam keadaan telanjang bulat. Penisnya terlihat berdiri tegak karena sudah pasti dia juga dalam keadaan terangsang. Untuk sementara, dia melampiaskan nafsunya kepada kedua payudaraku. Aku tidak mau ketinggalan. Kujulurkan tanganku untuk menggapai penisnya. Setelah penisnya berada di dalam genggamanku, aku mulai memainkan penisnya pula.</p> <p>Setelah beberapa saat lamanya, Alex melepaskan bibirnya dari payudaraku dan berkata,<br />“Tante, kalau boleh aku juga ingin melihat memek tante”<br />Mendengar permintaannya ini aku segera berdiri dan mengangkat rokku dengan tanganku sehingga sekali lagi aku memamerkan celana dalam putihku kepadanya.<br />“Kamu buka sendiri celana dalam tante”, kataku.<br />Alex segera berjongkok di depanku dan dengan tangan yang agak gemetar meraih celana dalamku. Dengan perlahan-lahan namun pasti, celana dalamku melorot turun dan sedikit demi sedikit memperlihatkan rambut vaginaku sampai akhirnya keseluruhan vaginaku tidak lagi ditutupi oleh celana dalam putihku. Vaginaku terlihat sedikit basah oleh karena cairan kewanitaaanku. Alex membiarkan celana dalam putihku tersangkut di bagian lututku dan mulai meraba vaginaku.<br />“Tante, ini indah sekali”, katanya sambil membelai rambut vaginaku dengan lembut.<br />Aku diam saja dan kembali merasakan rangsangan yang kali ini berpindah dari payudara ke vaginaku. Dengan jarinya, Alex menyodok-nyodok liang vaginaku sehingga jarinya dibasahi oleh cairan kewanitaanku. Setelah Alex menjilati jari-jarinya itu sampai semua cairan kewanitaanku yang menempel di jarinya habis, dia kembali menyodok-nyodokan jarinya di liang vaginaku lagi. Dia melakukan hal itu berkali-kali . Kelihatannya dia sangat menikmati cairan kewanitaanku. Sambil menusuk-nusuk liang vaginaku, jari-jarinya yang lain memainkan klitorisku. Rangsangan yang aku rasakan menjadi semakin hebat. Di saat aku merasakan tubuhku menjadi semakin lemas, aku segera membaringkan diriku di atas sofa karena rangsangan menjadi semakin kuat. Tak henti-hentinya mulutku mendesah-desah karena merasa nikmat. Setelah puas meraba vaginaku, Alex mulai menciumi dan menjilati vaginaku. Kali ini rangsangan terasa semakin dashyat. Aku tidak bisa berbuat apa-apa kecuali mendesah dan meremas-remas kedua payudaraku sendiri sementara Alex terus saja menciumi dan menjilati vaginaku.</p> <p>Aku yang sudah dalam keadaan sangat terangsang akhirnya mulai tidak tahan.<br />“Lex, buka pakaian tante sampai tante telanjang bulat ..”, kataku sambil mendesah-desah.<br />Alex tidak menjawab, tetapi tangannya mulai membuka ikat pinggang rokku dan tidak lama kemudian aku sudah berada dalam keadaan telanjang. Tidak lupa Alex meloloskan celana dalam putihku yang dari tadi tergantung di kedua lututku sehingga tidak ada selembar benangpun yang tersisa di tubuhku. Alex terdiam sejenak dan memandangi tubuhku yang dalam keadaan polos tanpa pakaian.<br />“Tante cantik sekali. Tubuh tante bagus dan sexy”, katanya.<br />Aku tersenyum dan berkata,<br />“Kalau kamu suka, kamu boleh menyetubuhi tante. Tante mau berhubungan intim dengan kamu, kok..”<br />Dengan tersenyum, Alex kemudian membuka kedua kakiku dan memposisikan penisnya di depan vaginaku. Dengan satu hentakan lembut, seluruh penisnya terbenam ke dalam vaginaku yang diikuti oleh teriakan tertahanku karena merasakan kenikmatan. Setelah itu, Alex mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur sehingga penisnya menyodok-nyodok di dalam lubang vaginaku. Cairan kewanitaanku turut memberikan andil dalam membantu penis Alex agar meluncur maju mundur dengan mudah dalam liang vaginaku ini. Kami berdua mendesah-desah karena nikmat. Dalam posisi ini, aku mengalami orgasme berkali-kali sambil diiringi erangan-erangan dari bibirku.</p> <p>Setelah beberapa saat, Alex menarik penisnya dan memberikan isyarat agar aku menungging. Aku menurut saja. Kuputar badanku dan kutunggingkan pantatku di depannya. Sedetik kemudian, aku merasakan penisnya masuk kembali ke dalam liang vaginaku dan mulai menyodok-nyodok lagi. Rupanya Alex melakukan doggy style kali ini. Sekali lagi aku terjebak dalam dashyatnya kenikmatan berhubungan intim. Beberapa kali aku merasakan orgasme yang luar biasa sebelum akhirnya aku mendengar erangan kenikmatan dari bibir Alex yang disertai dengan semburan spermanya di dalam rahimku yang menandakan bahwa akhirnya Alex telah mencapai kenikmatan puncak pula. Sperma Alex terasa hangat di dalam rahimku. Setelah menyemburkan spermanya, Alex mencabut penisnya. Aku merasa bahwa ada sedikit sperma yang meleleh keluar dari liang vaginaku dan membasahi vaginaku bagian luar saat penisnya tercabut. Segera saja aku menjulurkan jari-jariku ke vaginaku dan mengambil lelehan sperma yang mengalir turun. Setelah jari-jariku berlumuran sperma Alex, aku membersihkan jari-jariku dengan menjilat-jilat sperma yang melekatinya. Rasa sperma yang khas selalu membuat aku senang. Setelah itu, Aku membalikkan badanku yang dalam keadaan telanjang menghadapnya terlentang. Sisa sperma Alex yang sudah tinggal sedikit masih terlihat menempel di vaginaku bagian luar. Alex kemudian merebahkan dirinya di atas badanku dan memelukku. Aku segera membalas pelukannya. Sambil berpelukan dalam keadaan telajang bulat, kami saling berciuman bibir dengan mesra untuk beberapa saat lamanya. Perasaan yang nikmat masih tersisa di antara kami.</p> <p>Akhirnya setelah beberapa saat, kami memperoleh kekuatan kami kembali. Kami segera bangkit dari pembaringan dan mulai memunguti pakaian kami yang tercecer di mana-mana. Aku segera mengenakan kembali celana dalam putih dan rokku. Setelah selesai berpakaian, kami kembali duduk di sofa dan berbincang.<br />“Tante, tadi enak sekali. Tante memang nikmat”, katanya.<br />Aku tersenyum saja dan lalu berkata,<br />“Kamu juga hebat. Kamu belajar dari mana ? Usiamu kan baru 16 tahun, tapi kok kayaknya kamu sudah sering melakukan hubungan seks ?”<br />“Ah, tante. Alex ini sudah sering melakukannya sama mama di rumah..”<br />Aku sangat terkejut mendengarnya. Rupanya selain aku, kakakku juga melakukan incest dengan anaknya sendiri. Tapi hal ini membuat aku sedikit lega sebab setidaknya kakakku tidak akan mempermasalahkan hubungan seksku dengan anaknya bila dia sendiri juga melakukannya.<br />“Terus, mana yang lebih enak ? Mamamu atau tante ini ?”<br />Alex tersenyum sambil berkata,<br />“Kalian berdua sama-sama enak, kok.. tapi kalau disuruh memilih, Alex masih lebih suka melakukannya dengan tante soalnya tante lebih cantik dari mama, sih..”<br />“Apa kamu sering melakukan dengan mamamu ?”<br />“Kalau papa ngak ada di rumah aja”<br />Aku diam saja kali ini. Beberapa saat kemudian Alex berkata,<br />“Tante, Alex mau pamit.”<br />“Sudah mau pulang ?”<br />“Iya, tante.”<br />“Ya, sudah kalau gitu. Hati-hati di jalan, ya..”<br />“Ok.. Oh ya, lain kali Alex masih boleh memotret tante ?”<br />Aku mengangguk sambil tersenyum.<br />“Tentu saja, kalau mau pose yang agak nakal tante bersedia kok”, kataku.<br />“Bayarannya pakai ‘itu’ ya ..”<br />Kali ini aku tertawa.<br />“Apa saja, deh..”<br />Alex melangkah pergi sambil melambaikan tangannya. Aku membalas lambaiannya dan memandang dia mengendarai mobilnya sampai menghilang dari pandanganku sebelum akhirnya aku menutup pintu rumahku dan menguncinya. Hari ini merupakan hari yang sungguh menggembirakan bagiku karena aku memperoleh satu cara lagi untuk memuaskan hasratku.</p> TAMATdery_boledhttp://www.blogger.com/profile/10242059087321130258noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6417611402379692210.post-28766759358041252002009-08-26T01:47:00.000-07:002009-08-26T01:48:26.751-07:00MITSUKO KAJIMURA (2) - THE PASSION<span><span style="font-size:100%;"><pre> Akhirnya aku merebahkan tubuhku di antara dua gadis cantik<br />dengan kecantikan yang sulit dikatakan siapa lebih cantik di antara<br />mereka berdua. Aku bisa mencium bau harum dari rambut Jeanne yang<br />berada di sebelah kananku dan rambut Mitsuko yang berada di sebelah<br />kiriku. Jeanne memeluk badanku yang terlentang dan menyandarkan<br />kepalanya di dada kananku.<br /> "Honey..." bisik Jeanne sambil memainkan rambut di dadaku.<br /> "Hmm..."<br /> "What do you think if... if you can also give the support, I<br />mean the warm feeling that you have to me for Mitsuko? Don't you think<br />she also wants to be hugged like the one you are doing to me right<br />now?"<br /> "Mitsuko... come closer if you don't mind." Kataku menjawab<br />permintaan Jeanne. Hatiku berdentang lebih keras. Belum pernah aku<br />mengalami hal seperti ini. Inilah pertama kali aku diminta oleh cewek<br />yang aku pacari untuk memeluk perempuan lain yang juga cantik! Mitsuko<br />menggeser tubuhnya dan memelukku. Dia menyandarkan kepalanya di dada<br />kiriku. Dada kiriku terasa hangat. Hey... Mitsuko menangis! Kuelus<br />tangan mulusnya yang memeluk tubuhku dengan tangan kiriku.<br /> "What's the matter?" tanyaku sambil mengecup keningnya. Jeanne<br />tidak bereaksi. Mitsuko memejamkan matanya.<br /> "Frank... I'm happy. I don't know what or how is my feeling<br />now, but I can feel the warm and secure that you give to me. I hope<br />this feeling can last long." Kulirik Jeanne tersenyum ke arah Mitsuko.<br />Tangan kanannya mengusap air mata Mitsuko. Aku tidak tahu, permainan<br />apa yang sedang dilakukan Jeanne terhadapku, yang jelas, aku sama<br />sekali tidak keberatan asal semua senang dan tidak keberatan. Mitsuko<br />mengecup lembut pipiku. Jeanne juga tidak mau kalah. Tangan Jeanne<br />"menuntun" tangan Mitsuko untuk menjelajahi dada dan perutku. Ada<br />sensasi aneh menjalari tubuhku. Aku rasakan batang kelelakianku<br />bangun.<br /> "Honey... As I mentioned it to you, I have a little secret<br />that I want to share it with you," bisik Jeanne di telingaku. Aku diam<br />saja, hanya memandang dia seolah-olah berkata, "teruskan..."<br /> "Mitsuko and I are best friends since we were kids. For some<br />reasons most likely business reasons, our fathers are also good<br />friends to each other. One day, we had a crazy little deal to each<br />other. That crazy little deal was whoever found the perfect man, she<br />had to share him with her if that perfect man also didn't mind to do<br />it. Now, I've found my perfect man, and that crazy little deal came up<br />in the perfect time and perfect situation. By accident, Mitsuko and I<br />met each other in Hiroko's party. You did something that made me proud<br />and made her fell in love to you. In fact, she just broke up with her<br />boyfriend last month..." sebelum Jeanne selesai dengan kata-katanya,<br />Mitsuko menyambung kalimat Jeanne.<br /> "Frank, the first time I saw you, my heart was beating harder.<br />You can say it that I was falling in love to you in the first sight.<br />The moment I knew that you are Jeanne's special friend, I felt that my<br />heart was broken. But Jeanne brought that subject about our crazy<br />little deal and told me that you are in fact her perfect man. I<br />thought it was a little unbelievable in that time, but honestly I was<br />happy to hear that. The way you stood up in front of me and protected<br />me with your life really turned me on..."<br /> Aku tidak membiarkan Mitsuko menyelesaikan kalimatnya.<br />Kusergap lembut mulut dia. Dia sedikit terkejut karena tidak siap<br />dengan sikapku. Perlahan kukulum bibirnya. Dia membalas ciumanku. Ada<br />desahan Mitsuko yang keluar dari sela-sela ciuman kami. Badannya<br />menggeliat di pelukanku. Sementara aku berciuman dengan Mitsuko,<br />Jeanne menciumi dan sesekali menjilati belakang telinga kananku.<br />Batang kelelakianku perlahan menegang dan membesar. Perlahan kusudahi<br />ciumanku dengan Mitsuko. Aku sekarang mengalihkan perhatianku ke wajah<br />Jeanne. Dia tersenyum. Kukecup bibirnya, kemudian bibir kami saling<br />memagut dan mengulum. Jeanne mendesah. Tangan kanan Jeanne mengelus-<br />elus pipi kiriku saat kami berciuman. Kedua tanganku juga sibuk<br />mengelus-elus punggung kedua perempuan cantik yang ada di dekapanku.<br />Seperti yang Jeanne lakukan sewaktu aku berciuman dengan Mitsuko,<br />Mitsuko juga menciumi belakang telinga kiriku dengan sesekali<br />menjilatinya. Mitsuko merapatkan tubuhnya dan menggeser-geser tubuhnya<br />ke tubuhku. Kimono yang dikenakannya agak tersingkap. Aku merasakan<br />kulit yang terasa hangat dan kurasakan ada sesuatu yang mengganjal di<br />dekat tulang rusuk kiriku. Sesuatu yang lembut yang makin lama terasa<br />makin mengeras.<br /> Pelan-pelan, kulepaskan ciuman Jeanne dan kukecup kening<br />Mitsuko supaya menghentikan serangannya di belakang telingaku.<br />Sebenarnya aku ingin sekali "mencoba" Mitsuko, tapi badanku letih<br />sekali. Takutnya malah nanti bakalan kebobolan, PE (premature<br />ejaculation) alias "peltu" (nempel metu) atau "STMJ" (sekali tekan<br />muncrat jauh). Aku pengin serangan pertama akan membekas dengan<br />positif, seperti yang kulakukan kepada Jeanne pertama kali.<br /> "Girls... I'm tired. I love to do it now, but I'm afraid it<br />would not be perfect for all of us. Let us go take a rest and we can<br />have fun in the morning. How about that?"<br /> Secara bersamaan Mitsuko dan Jeanne mencium pipiku, kiri-<br />kanan. Mereka tersenyum.<br /> "Good night, Honey..." kata Jeanne lalu memelukku dan<br />memejamkan mata, mencium dadaku. Kukecup keningnya.<br /> "Good night, Sweety..."<br /> "Good night, Frank..." Kata Mitsuko sambil memelukku erat lalu<br />memegang tangan Jeanne. Ia mendongakkan kepalanya.<br /> "Good night, Sweetheart..." kataku. Kemudian kukecup bibir<br />Mitsuko. Aku memejamkan mata, berusaha untuk rileks dan tidur. Ada<br />kedamaian malam itu di dadaku. Tak lama kemudian kami bertiga lelap<br />tertidur pulas.<br /><br />------<br /><br /> Dar...dar...dar... Aku terkejut dari tidurku dan nyaris<br />melompat dari tempat tidur ketika kudengar pintu depan apartemen<br />Jeanne digedor orang. Kulihat Jeanne menggeliat juga terbangun gara-<br />gara gedoran itu. Mitsuko terbangun juga, di wajahnya tergambar<br />kecemasan. Kulirik jam dinding di kamar Jeanne. Hampir pukul sembilan.<br />Pulas juga tidur kami semalam, pikirku.<br /> Aku bergegas mengenakan kimonoku yang kuambil dari lemari<br />pakaian Jeanne. Kukeluarkan juga pistol Baretta beserta sebuah klip<br />magazinnya, kumasukkan magazin peluru itu ke dalam lubangnya di bawah<br />gagang pistol, kukokang dan kupindahkan kunci pemicu dari "titik<br />berwarna hijau" ke "titik berwarna merah". Kuselipkan pistol yang<br />terisi dan siap ditembakkan itu di pinggang belakangku. Kusempatkan<br />untuk mencuci muka ala kadarnya dan berkumur dengan obat kumur. Aku<br />bergegas menuju ke arah pintu depan.<br /> Dar...dar...dar... Kembali orang itu menggedor pintu, kali ini<br />lebih keras lagi.<br /> "Just a second... I'm coming..." kataku agak berteriak.<br /> Sebelum kubuka pintu apartemen Jeanne, aku mengintip dari<br />lubang intip (peep hole) di pintu. Kulihat Benny Chang, kakak Jeanne,<br />bersama dua orang yang belum kukenal di belakangnya. Entah mereka<br />berdua itu adalah temannya, anak buahnya di kantor, atau pengawalnya.<br />Kubukakan pintu untuk mereka.<br /> "Hi Ben... Come on in!" sapaku kepada Benny. Benny segera<br />masuk disusul kedua orang di belakangnya.<br /> "How's my sister, Frank? Where is she?" tanya Benny begitu dia<br />mendaratkan pantatnya di sofa.<br /> "She's sleeping now, in her bedroom." Jawabku. Tadinya Benny<br />Chang ini agak tidak menyetujui hubunganku dengan adiknya, tapi lama<br />kelamaan dia bisa menerima setelah aku bersikap sangat bersahabat<br />dengannya dan sekarang malah kami berdua seperti dua orang sahabat.<br />Aku pikir, itu hal yang wajar dari seorang kakak laki-laki terhadap<br />adik perempuannya. Aku percaya hal itu timbul karena Benny sangat<br />menyayangi adiknya dan kuatir bahwa aku akan menyakiti hati adiknya.<br />Aku berjalan menuju ke arah dapur.<br /> "Do you want something to drink? Coffee... tea... maybe?"<br />tawarku.<br /> "No thanks, Frank. I just want to know what the hell was going<br />on last night." Aku terkejut juga mendengar pertanyaannya. Bagaimana<br />dia bisa tahu kejadian tadi malam kalau kami tidak pernah bicara<br />dengannya dan tiba-tiba pagi ini dia ingin tahu cerita itu dari<br />mulutku sendiri? Tapi pikiranku dengan cepat berubah dan maklum. Orang<br />seperti Benny Chang ini mempunyai banyak "mata" dan "telinga". Aku<br />tidak tahu pasti, tapi aku mendengar dari selentingan kabar kalau<br />keluarga Chang yang kukenal ini adalah anggota Triad (mafia Cina) dari<br />Taiwan. Jelas aku tidak akan dengan gilanya berani menanyakan hal ini<br />kepada Benny atau Jeanne, apalagi ayah mereka! Bukan karena takut,<br />tapi aku memang tidak mau cari masalah, toh mereka selama ini baik<br />terhadapku dan itu bukan urusanku.<br /> Aku tidak segera menjawab pertanyaan Benny, malah menawarkan<br />kedua orang itu untuk minum. Tentu saja mereka menolak dengan halus<br />karena Benny juga tidak mau minum. Ah, sepertinya aku maklum kira-kira<br />siapa kedua itu. Aku membatalkan niatku menuju dapur. Kududuk di sofa<br />panjang yang bersikuan dengan sofa loveseat yang diduduki Benny. Kedua<br />orang itu hanya berdiri saja di belakang Benny.<br /> "Well... Sh*t happened last night. Your sister and I went to<br />our friend's birthday party and so sudden out of nowhere came in bunch<br />of people, arrogant people, threaten the guests. Their leader tried to<br />do something to one of the guests, who was Jeanne's best friend..."<br />aku mencoba untuk menarik napas sejenak, rupanya Benny tidak sabar.<br /> "So...???" tanya Benny sambil memajukan badannya dan menopang<br />kedua sikutnya di atas kedua pahanya.<br /> "I basically did not let them to be a bully. Not in front of<br />me at least. I don't like that kind of attitude."<br /> "I've heard that you kicked their asses..."<br /> "I tried... I wasn't thinking that time. But later on LAPD<br />took care of the case and let us go home."<br /> "Are you all right? I believe this will not end up last<br />night."<br /> "I guess... I'm still here... Yes, I believe so. I believe<br />they will come back, take some kind of revenge, at least to me."<br />kataku sambil tersenyum.<br /> Pintu kamar tidur Jeanne terbuka. Kami semua otomatis melihat<br />ke arah sana. Jeanne keluar dari kamar tidurnya, paling tidak dia<br />sudah mencuci mukanya. Wajahnya tampak segar kemerahan. Dia memeluk<br />leher kakaknya dari belakang dan mencium pipi Benny.<br /> "Ta ke..." katanya yang artinya "kakak". Benny menjawabnya<br />dalam Bahasa Cina (Mandarin? Cantonese? Aku tidak tahu.) Mereka<br />bercakap-cakap dalam Bahasa Cina. Jeanne duduk di sampingku.<br />Sepertinya Benny menguatirkan keselamatan Jeanne dan Jeanne meyakinkan<br />kakaknya bahwa dia tidak apa-apa. Lalu Benny berdiri dari duduknya dan<br />mengulurkan tangannya, mengajakku untuk berjabat tangan. Aku juga<br />berdiri.<br /> "Well... Frank, I have to go now. Thank you for everything.<br />Please take care of my little sister. If you need help or any<br />assistance, don't hesitate to call me directly. Anytime!" kata Benny<br />sambil menjabat tanganku dan menepuk pundakku.<br /> "Thanks Ben... I will do my best."<br /> Jeanne memeluk kakaknya sebelum pergi.<br /> "You be good Sis! Give me a call if you need me."<br /> "You be careful too. Don't work too hard!" balas Jeanne.<br /> Benny dan kedua "temannya" segera meninggalkan apartemen<br />Jeanne setelah kedua orang itu memohon diri kepada kami. Aku menutup<br />pintu apartemen Jeanne. Jeanne memelukku dari belakang dan mencium<br />tengkukku.<br /> "What do you want for breakfast Honey?" tanya Jeanne sambil<br />menuju ke dapur.<br /> "Anything is fine with me. How's Mitsuko?"<br /> "I think she's still in bed."<br /> Aku menuju kamar tidur Jeanne untuk mengembalikan pistol yang<br />masih "hidup" yang ada di pinggang belakangku. Saat kumasuk ke kamar<br />Jeanne, kulihat Mitsuko sudah bangun tapi masih tiduran di atas tempat<br />tidur. Kimononya agak tersingkap di dadanya, menampakkan kulit dada<br />yang putih mulus dengan tonjolan kedua bukit dadanya yang nyaris<br />terlihat. Aku merasakan batang kelelakianku bergerak bangun.<br /> "Frank..." desah Mitsuko sambil membuka lebar-lebar kedua<br />lengannya memintaku untuk memeluknya. Kuhampiri dia. Kupeluk dia dari<br />pinggir tempat tidur. Perlahan, kukecup dahinya. Mitsuko memejamkan<br />matanya. Perlahan bibirku menyusuri antara kedua matanya, cuping<br />hidungnya, dan terakhir mendarat di bibirnya. Kukulum lembut bibir<br />Mitsuko yang merah merekah. Dia membalas. Kami melakukan "french kiss"<br />dengan penuh perasaan. Ada sedikit rasa mint di lidahku. Rupanya<br />Mitsuko sempat bangun dan ke kamar mandi, mencuci muka dan menggosok<br />gigi. Tangan kiriku mengelus rambutnya, kemudian dengan jari-jariku<br />kususuri pipi kanannya, leher, belakang telinga kanannya dan terakhir<br />mendarat di dada kanannya. Kususupkan jemari tanganku ke dalam kimono<br />Mitsuko. Dia mendesah ketika jemari tanganku memainkan bukit dada<br />kanannya. Dengan lembut dan penuh perasaan, kuremas bukit dada kanan<br />Mitsuko dan sesekali kupilin-pilin ujung bukit dada itu. Aku merasakan<br />bukit yang tadinya lunak menjadi makin lama makin mengeras. Batang<br />kelelakianku menjadi tegang kaku dan menonjol di balik celana<br />pendekku.<br /> "Aaaaggghh... Frank... akimochi... it feels sooo good!"<br />Mitsuko mencengkeram dan menggeser-geser tangannya di punggungku.<br />Ketika dia sampai di pinggangku, tangannya menyentuh pistol yang ada<br />di situ. Aku baru sadar kalau aku masih membawa pistol "hidup".<br />Perlahan kulepaskan pelukan Mitsuko.<br /> "Sweetheart... wait a moment. Let me take this off and put it<br />back where it belongs." Kataku sambil menuju ke lemari pakaian Jeanne.<br />Kukeluarkan kotak penyimpanan pistol Beretta yang ada di tanganku.<br />Kukembalikan kunci pengaman picu dari "titik merah" ke "titik hijau",<br />kukeluarkan magazin pelurunya dari bawah gagang pistol dan kukokang<br />untuk mengeluarkan satu peluru yang tertinggal. Masing-masing<br />kumasukkan kembali ke tempatnya di dalam kotak penyimpanan dengan tak<br />lupa kumasukkan kembali satu peluru yang tersisa ke dalam magazin.<br /> Belum sempat aku kembali ke arah Mitsuko, Jeanne membuka pintu<br />kamar dan berdiri di depannya.<br /> "Breakfast's ready..." katanya.<br /> "Let's go..." aku mengajak Mitsuko untuk menikmati sarapan.<br />Mitsuko menggeliat sebentar, lalu merapikan kimononya dan dengan malas<br />dia beranjak dari tempat tidur, menyusulku dan Jeanne.<br /> Di meja makan telah terhidang nasi goreng dengan telur mata<br />sapi serta beberapa potong tomat dan ketimun. Di kursiku, telah<br />tersedia secangkir kopi panas sementara ada sepoci teh panas terhidang<br />di tengah meja. Jeanne memang pandai memasak, terutama masakan Cina,<br />dan dia pandai sekali memelihara "rumah" tempat tinggal dia. Kami<br />bertiga makan dengan lahap sambil bercakap-cakap ke sana-ke mari.<br /> "So, who were those guys who came in this morning?" tanya<br />Mitsuko.<br /> "Oh, it's just my brother and two of his friends." Jawab<br />Jeanne.<br /> "Wow! How's Benny doing nowadays? It has been a long time<br />since we met each other last time. He used to call me little girl and<br />sometimes pinched my nose. I hated that when he did it to me."<br />Pikiranku melayang. Apa kata Benny kalau dia tahu Mitsuko ada di<br />apartemen ini dan dia tidur sekamar dengan Jeanne dan aku!<br /> "He's doing good with his business in export-import. He didn't<br />know, I guess, that it was you who got trouble last night. I bet if he<br />knew what was really happened last night, he'd be pissed off big time.<br />He's still the same, hot temperamental and short fuse." Jeanne berkata<br />sambil mengiris potongan tomat.<br /> Kami makan bertiga sambil mengobrol panjang lebar tentang apa<br />saja. Lebih tepatnya aku lebih banyak sebagai pendengar, karena Jeanne<br />dan Mitsuko lebih banyak saling bertukar cerita tentang pengalaman<br />mereka masing-masing selama berpisah satu sama lain.<br /> Kulirik jam dinding di ruang makan. Tak terasa sudah pukul<br />sepuluh lebih. Kami semua sudah selesai sarapan.<br /> "Just leave the dishes. I'll wash them." Tawarku.<br /> "Let me do it!" kata Mitsuko.<br /> "You don't have to. You are my guest here. Let him do the<br />dishes." Cegah Jeanne sambil tersenyum.<br /> Mereka berdua segera masuk kembali ke dalam kamar tidur<br />Jeanne, mungkin berberes. Aku sendiri beranjak dari tempat dudukku dan<br />mulai mengangkati piring kotor dan mencuci piring-piring itu.<br /> Sekitar 15-20 menit kemudian aku masuk ke dalam kamar tidur<br />Jeanne. Kulihat kedua gadis cantik itu sedang merias diri di depan<br />meja rias Jeanne. Ada wangi harum lembut menyergap hidungku. Pikiranku<br />bekerja cepat. Dalam waktu 15-20 menit, bagaimana kedua orang gadis<br />cantik itu bisa selesai mandi dalam waktu yang begitu singkat?<br />Kemungkinan besar mereka mandi berdua! Pikiranku melayang membayangkan<br />tubuh mulus mereka berdua di bawah pancuran shower. Aaah... aku<br />menggelengkan kepala mencoba mengusir pikiran nakalku. Aku tersenyum<br />ke arah mereka berdua.<br /> "You two look great!" pujiku buat mereka berdua. Jeanne tetap<br />mengenakan "seragam" rumahnya, yaitu celana jins pendek dengan t-<br />shirt, menampakkan kakinya yang putih mulus dan jenjang. Mitsuko<br />mengenakan sebuah kemeja berwarna kuning lembut milik Jeanne dan<br />celana panjang santai. Tubuh Mitsuko dan Jeanne hampir sama bentuk<br />posturnya, hanya Mitsuko lebih tinggi sedikit dibandingkan Jeanne.<br />Mereka hanya tersenyum kepadaku. Sebelum mereka berkata lebih lanjut,<br />aku sudah buru-buru masuk kamar mandi untuk mandi pagi, membersihkan<br />badan. Pagi ini memang kami semua tidak punya rencana apa-apa selain<br />tinggal di apartemen. Mungkin kami akan pergi makan siang bersama<br />nanti. Aku pikir, Mitsuko tentunya masih sedikit trauma dengan<br />kejadian tadi malam di pesta ulang tahun Hiroko.<br /> Aku mandi di bawah pancuran air hangat yang menyemprot dengan<br />tekanan yang cukup kuat bagaikan memijat bahu, tengkuk dan belikatku.<br />Kurasakan otot-otot tubuhku terasa agak kaku gara-gara kejadian tadi<br />malam. Badanku terasa segar setelah selesai mandi. Aku lupa mengambil<br />pakaian bersih dari lemari, jadi aku keluar dari kamar mandi hanya<br />dengan tubuh telanjang berlilitkan handuk menuju ke lemari pakaian<br />yang berada di samping meja rias Jeanne.<br /> Mitsuko memandangku dengan pandangan mata yang kurasakan lain.<br />Ia menyapu pandangan matanya ke arah otot-otot perutku yang tercetak<br />dengan kencang dan padat (dan mungkin ke arah selangkanganku yang agak<br />menonjol di balik lilitan handuk).<br /> "Hey... Honey... come here for a second!" kata Jeanne sambil<br />menarik tanganku yang hendak membuka pintu lemari pakaian. Dengan<br />perlahan, Jeanne melingkarkan tangannya ke tengkukku dan menarik<br />kepalaku ke arah bibirnya. Dengan lembut Jeanne mencium dan mengulum<br />bibirku. Aku membalasnya. Bibir kami saling mengulum. Kami saling<br />memagut. Entah bagaimana dengan Mitsuko yang melihat adegan itu.<br />Jeanne mendesah saat kuraba dada kanannya dengan tangan kiriku.<br />Kupeluk Jeanne sambil mengelus punggung dia. Jeanne menarik tangan<br />Mitsuko dan menuntun Mitsuko dan "mengajak"ku ke arah tempat tidurnya.<br /> Jeanne merebahkan punggungnya di tempat tidur, sementara aku<br />masih mengulum bibirnya dan berada di atas Jeanne. Tangan Mitsuko<br />dituntun Jeanne untuk meraba dan mengelus punggungku. Kusingkapkan t-<br />shirs Jeanne ke atas. Terpampanglah kedua bukit dadanya yang tidak<br />mengenakan bra. Perlahan, kususuri leher jenjang Jeanne dengan<br />lidahku. Jeanne mengerang perlahan. Ia menggeser-geserkan pinggulnya<br />sehingga jinsnya menggeser-geser handuk yang melilit di pinggangku<br />tepat di selangkanganku. Perlahan tapi pasti batang kelelakianku<br />bangun. Tegak, kencang. Akhirnya lidahku sampai pada bukit dada Jeanne<br />yang sebelah kanan. Kujilati dan kuisap perlahan putingnya yang sudah<br />mengeras. Sementara Mitsuko sibuk menciumi tengkukku dan memelukku<br />dari belakang. Tangannya meraba-raba dadaku dan sesekali meraba-raba<br />perut Jeanne.<br /> Aku merasakan geli yang nikmat saat Mitsuko menjilati punggung<br />pada tulang punggungku dengan ujung lidahnya. Menyusurinya dari<br />tengkuk hingga ke pinggang, berhenti di sana karena terhalang handuk.<br />Jeanne mendorong tubuhku hingga aku terlentang di tempat tidur.<br />Direnggutnya handuk yang melilit pinggangku. Batang kelelakianku<br />tersembul tegak mengacung dengan tegangnya saat handuk itu terlepas.<br />Mitsuko terperanjat melihat batang kelelakianku yang relatif besar<br />buat ukuran cowok Asia.<br /> "Woooww... Frank...!" seru Mitsuko. Jeanne hanya tersenyum<br />simpul mendengar seruan Mitsuko. Kutarik tengkuk Mitsuko, mengarahkan<br />bibir merahnya ke arah bibirku. Kami berciuman dengan saling pagut dan<br />saling kulum. Aku merasakan geli yang amat sangat saat Jeanne mengulum<br />batang kelelakianku, menjilati dari pangkal hingga ujungnya. Syaraf-<br />syarafku meremang merasakan desiran-desiran di sekujur tubuhku.<br />Mitsuko mengerang dan melenguh saat bukit dada kirinya kuisap dan<br />kujilati dengan rakusnya (tentu saja kemeja yang dikenakan Mitsuko<br />sudah kubuka terlebih dahulu). Entah bagaimana ceritanya, kami bertiga<br />sudah bertelanjang bulat. Aku kagum dengan tubuh putih mulus Mitsuko.<br />Rambut-rambut pubisnya lembut dan dicukur rapi. Jeanne dan Mitsuko<br />memiliki dua kecantikan yang tidak bisa dibandingkan. Masing-masing<br />mempunyai daya tarik sendiri-sendiri. Aku sungguh sangat beruntung<br />bisa mendapatkan keduanya.<br /> Mitsuko mengerang seperti orang yang sedang menangis saat<br />gerbang kewanitaannya aku jilati dengan ujung lidahku. Ia<br />mengangkangkan selangkangannya di depan mulutku yang dengan sigap<br />menyergap gerbang kewanitaannya yang menebarkan wangi yang khas. Aku<br />tidak tahu, beberapa temanku mengatakan bahwa gerbang kewanitaan<br />seorang wanita ada yang baunya sangat menyengat, tapi setahuku, selama<br />ini aku belum pernah menemukan yang seperti itu. Apa aku memang<br />beruntung? Aku tidak tahu. Mitsuko adalah perempuan ketiga yang pernah<br />aku cium gerbang kewanitaannya.<br /> Sementara aku sibuk menjilati dan menikmati gerbang kewanitaan<br />Mitsuko yang terhidang di hadapanku, Jeanne sibuk dengan serangan-<br />serangannya terhadap batang kelelakianku. Yang jelas, kami bertiga<br />sudah sangat terangsang. Aku bisa merasakan cairan kewanitaan yang<br />keluar dari gerbang kewanitaan Mitsuko. Jeanne sendiri semakin lama<br />semakin bernafsu untuk mengulum, mengocok dan mengisap batang<br />kelelakianku. Aku merasakan nikmat yang luar biasa saat Jeanne<br />mengulum dan memutar-mutar ujung lidahnya pada ujung batang<br />kelelakianku. Tangan kiriku meremas-remas sambil terkadang memilin-<br />milin payudara kanan Mitsuko dan tanganku yang kanan berkarya di<br />payudara Jeanne.<br /> "Aaaagggghhh... Frank... Frank...!!!" erang Mitsuko sambil<br />memejamkan matanya dan meremas-remas kedua payudaranya sendiri (tangan<br />kanannya "membantu" tangan kiriku melakukan tugasnya). Aku tahu bahwa<br />Mitsuko sedang "berperang" dengan rasa nikmat yang menjalari tubuhnya.<br /> Batang kelelakianku sudah tegak tegang siap tempur dengan<br />tonjolan urat-urat yang membayang. Kurebahkan Mitsuko di tempat tidur<br />hingga dia terlentang. Perlahan, kugeser-geserkan batang kelelakianku<br />yang sudah siap tempur itu ke belahan bukit gerbang kewanitaan<br />Mitsuko. Gerbang yang berwarna merah jambu itu telah basah oleh cairan<br />kewanitaannya dan telah siap menerima batang kelelakianku yang keras<br />dan besar seperti mentimun.<br /> "Ooooouuuugggghhhh... Slowly Frank... aaaaaagggghhh...."<br />Mitsuko mengerang, entah kesakitan entah keenakan saat batang<br />kelelakianku dengan pelan-pelan memasuki gerbang kewanitaannya.<br />Penisku hanya memasuki kira-kira sepertiganya. Mitsuko mendekapku<br />erat, mungkin merasakan nikmat yang luar biasa. Perlahan, kuputar<br />panggulku sehingga penisku seperti mengebor vagina Mitsuko.<br /> "Oooooooougggghhhhhh.... Hmmmmppppphhhh...." Mitsuko terus<br />melenguh, mengerang, dan seperti menangis. Aku mulai mengayunkan<br />pinggulku dan menghujamkan penisku dengan agak menyentak ke dalam<br />vagina Mitsuko. Penisku seperti dijepit. Wuuuuaaaah.... nikmat sekali<br />rasanya. Ada sensasi yang menjalari seluruh tubuhku, rasa geli, rasa<br />nikmat. Penisku sepertinya mentok hingga ke vagina Mitsuko yang<br />terdalam, menyisakan kira-kira seperempat bagian. Aku memompa dengan<br />gerakan-gerakan 9 kali dalam dan 3 kali dangkal, ilmu yang aku<br />pelajari dari sebuah buku tentang hubungan seks ala taoist. Akibatnya,<br />Mitsuko semakin merasa melayang tembus dan semakin kehilangan kontrol.<br /> Tiba-tiba aku merasakan geli dari pangkal penisku saat Jeanne<br />dari bawah tubuhku dan Mitsuko menjilati pangkal penisku dan sesekali<br />mengulum kantung penisku. Apalagi saat Jeanne dengan ujung lidahnya<br />memainkan dan menyapu dengan memutar-mutar titik "huiyin" (di antara<br />anus dan kantung penis). Gila....!!! Rasanya luar biasa. Ada semacam<br />energi yang mulai bangkit dari pinggangku, dari titik "ming-men".<br /> Kutarik tubuh Mitsuko yang masih bersatu dengan tubuhku ke<br />ujung tempat tidur. Perlahan, kubalikkan tubuhnya. Dengan bertumpu<br />pada kedua tangannya di pinggir tempat tidur, aku menusuk dan menikam<br />vagina Mitsuko dari belakang. Mitsuko melenguh dan dengan napas<br />tersengal-sengal dia menyebut-nyebut namaku dan bergumam dalam Bahasa<br />Jepang yang tak kumengerti. Aku memompa Mitsuko dengan gerakan pelan<br />dan cepat dalam kombinasi 6 pelan dan 3 cepat. Tanganku menyusuri<br />kepalanya di antara rambutnya yang panjang dan hitam berkilat. Kuelus<br />dan kumainkan dengan jari-jariku kepala, telinga, bahu dan punggung<br />putih mulus Mitsuko. Mungkin Mitsuko sudah semakin kehilangan<br />kesadaran atas seranganku yang bertubi-tubi dan terus menerus.<br />Kepalanya berulang kali menengadah dan menunduk mengikuti irama<br />sensasi yang menjalari tubuhnya. Sesekali aku juga meremas-remas bukit<br />dada Mitsuko yang menggantung keras.<br /> Rasanya penisku semakin erat dicengkeram vagina Mitsuko. Aku<br />merasakan denyutan-denyutan halus pada penisku. Hmmm... sepertinya<br />sebentar lagi Mitsuko akan segera mencapai orgasmenya yang pertama<br />denganku.<br /> "Ooooooh Frank.... I'm almost coming..." Mitsuko berseru<br />sambil mencengkeram tanganku yang sedang meremas-remas pantatnya yang<br />padat dan bulat. Aku berkonsentrasi. Kusalurkan energi yang meledak-<br />ledak dan nyaris membobolkan pertahananku ke seluruh tubuhku. Aku<br />merasakan ada semacam aliran listrik statis yang mulai menjalari<br />tubuhku. Mitsuko seperti tersentak dan melenguh panjang saat dia<br />mencapai orgasmenya. Otot-otot vaginanya seperti tegang kaku<br />mencengkeram erat penisku.<br /> "Aaaaaaaaaaaggggghhhhh...." tubuh Mitsuko yang tadinya<br />melengkung sambil menahan rasa nikmat yang terakhir, akhirnya lemas<br />lunglai di atas tempat tidur. Aku masih memainkan penisku keluar masuk<br />ke dalam vagina Mitsuko yang sepertinya sudah pasrah. Kulirik jam<br />dinding di kamar Jeanne. Wow, sekitar 25 menit untuk Mitsuko, yang<br />pertama. Biasanya, perempuan yang bisa multi orgasme akan segera<br />mengalami rentetan orgasme yang susul menyusul tak lama setelah<br />orgasmenya yang pertama. Paling tidak, itu yang aku tahu dari Jeanne.<br /> Kubalikkan tubuh Mitsuko dan kuangkat tubuhnya lalu kudekap.<br />Penisku masih ada di dalam vaginanya. Mitsuko sudah pasrah dan tidak<br />bertenaga lagi. Aku duduk di pinggir tempat tidur dan mendekap Mitsuko<br />dalam pangkuanku. Penisku berdenyut-denyut di dalam vagina Mitsuko.<br /> "Mitsuko... Sweetheart..." bisikku di telinga Mitsuko sambil<br />perlahan meniup telinga Mitsuko. Mitsuko memelukku semakin kencang. Di<br />antara desahan dan erangannya, dia berkata, "Frank... ooohhh...<br />Frank... I love you..."<br />Kukulum bibir Mitsuko. Dia melenguh... Kami saling bersatu. Perlahan,<br />kusalurkan energiku ke tubuh Mitsuko. Sensasi dalam bentuk aliran<br />listrik statis bergerak dari pinggangku ke penisku dan kusalurkan ke<br />vagina Mitsuko. Aku merasakan denyutan-denyutan vagina Mitsuko kembali<br />mengencang dan mengeras. Tak lama kemudian, aku merasakan ada tenaga<br />yang luar biasa yang mencoba untuk membobol pertahananku. Aku mencoba<br />untuk bertahan. Kuputar dan kualihkan tenaga itu dengan konsentrasi<br />penuh. Aku merasakan nikmat yang luar biasa sekali. Akhirnya, Mitsuko<br />tidak kuat lagi menahan gelombang orgasme yang datang silih berganti.<br />Dia kehabisan tenaga dan mencabut vaginanya dari penisku secara<br />perlahan. Dengan lemas dia menjatuhkan dirinya ke dalam pelukanku.<br />"Ooohhh... Frank... You're great! You are killing me..."<br />Kukecup perlahan bibirnya dengan penuh kelembutan, dan kurebahkan<br />tubuhnya ke tempat tidur. Mitsuko tergeletak dengan wajah menampakkan<br />kepuasaan yang sangat dengan sisa-sisa bara birahinya.<br /> Jeanne dengan bernafsu memeluk dan menciumi wajahku. Aku<br />membalas perlakuannya dengan nafsu yang sama besarnya. Batang<br />kelelakianku masih tegak tegang dan mengangguk-angguk, basah oleh<br />cairan kewanitaan Mitsuko. Aku menidurkan Jeanne di sebelah tubuh<br />telanjang Mitsuko yang terlentang tanpa daya dengan senyum bahagia di<br />wajahnya. Kuciumi leher putih mulus milik Jeanne. Tanganku berkarya<br />dengan menjawil-jawil payudaranya dan sekali-sekali memilin-milin<br />putingnya.<br /> "Honnneeeeyyy.... hhhmmmmppp...." Jeanne menghujamkan jari-<br />jarinya di punggungku saat kuisap dan kumainkan puting payudaranya<br />dengan lidah dan bibirku. Kususuri dada dan perut Jeanne dengan ujung<br />lidahku yang kuputar-putar. Jeanne menggelinjang kegelian dan<br />menikmati permainanku. Tangan Jeanne tidak tinggal diam. Dia memegang<br />batang kelelakianku dengan tangan kirinya dan mengocoknya dengan<br />lembut. Hmmpp... aku merasakan geli bercampur nikmat kembali merambati<br />susunan syarafku, apalagi saat Jeanne memutar-mutar ujung kepala<br />batang kelelakianku dengan jemarinya yang lentik.<br /> "Hssssh... Sweety... I want to come together with you, My<br />Love... I love you, Sweety..." bisikku di telinga Jeanne. Mendengar<br />bisikanku, Jeanne menyergap bibirku dan melumatnya dengan sangat<br />bernafsu.<br /> Kubalikkan tubuh Jeanne sehingga dia tertelungkup. Kuciumi<br />tengkuk dan belakang telinganya dengan kombinasi jilatan-jilatan ujung<br />lidahku. Jeanne mencengkeram seprei tempat tidurnya. Ujung lidahku<br />menyapu seluruh punggung dan samping badannya. Ada titik-titik kecil<br />bermunculan di sekujur tubuh Jeanne. Dia merinding saat aku menyapu<br />seluruh punggung putih mulusnya dengan ujung lidahku. Kuremas-remas<br />pantat Jeanne yang kencang. Kusibakkan kedua kakinya pelan-pelan.<br />Tampak bukit gerbang kewanitaannya yang sepertinya sudah basah oleh<br />cairan kewanitaannya. Kujilati paha dalam Jeanne, kiri dan kanan<br />dengan secara iseng aku mampir di gerbang kewanitaannya. Dia menjadi<br />gemas dan geram dengan permainan lidahku. Akhirnya, kudaratkan lidahku<br />di antara lubang pembuangan dan gerbang kewanitaannya. Kuputar-putar<br />lidahku di sana. Jeanne tersentak, saat secara bersamaan dengan<br />putaran lidahku, aku memasukkan sebuah jariku perlahan ke dalam<br />gerbang kewanitaannya. Kuputar-putar jariku di dalam gerbang<br />kewanitaan Jeanne yang sudah sangat basah dengan lembut. Jeanne<br />mendesis.... Kususul sebuah jari lagi memasuki gerbang yang lembab<br />itu. Jeanne mencengkeram seprei semakin keras saat jari-jariku main-<br />main di sebuah titik yang dinamakan orang G-spot.<br /> "Uuuuuggggghhhh... Hooonnnn.... Let's do it now... I want you<br />now...!" pinta Jeanne untuk segera memulai permainan kami yang<br />sesungguhnya. Batang kelelakianku yang belum kering dari cairan<br />kewanitaan Mitsuko secara perlahan kuarahkan ke gerbang kewanitaan<br />Jeanne. Kugeser-geserkan batang kelelakianku di belahan selangkangan<br />Jeanne untuk mencari arah sasarannya. Setelah tepat, perlahan,<br />kudorong untuk memasuki vagina Jeanne.<br /> "Aaaaaah.... Frankkkk...!!!"<br /> "Like it Sweety?"<br /> "Uuughh... uuughhh... get busy inside!"<br /> Aku hanya tersenyum. Kupenuhi permintaan Jeanne untuk "get<br />busy inside". Aku mulai memaju-mundurkan pinggulku dan mengeluar-<br />masukkan penisku dalam vagina Jeanne. Aku tidak menyalahkan Jeanne<br />yang ingin segera memulai permainan yang sesungguhnya. Mungkin dia<br />jadi sangat bernafsu saat melihat aku dan Mitsuko saling bersatu dan<br />menerbangkan Mitsuko ke alam kenikmatan.<br /> Entah karena kebetulan, atau memang karena secara alami memang<br />demikian, Jeanne dan Mitsuko rupanya sama-sama sangat suka dengan<br />posisi "rear entry" (doggy style) ini. Aku bermain di dalam vagina<br />Jeanne dengan jurus yang sama yang kugunakan pada Mitsuko. Tanganku<br />dengan tidak tinggal diam juga berkarya di sekujur tubuh Jeanne.<br /> Jeanne membalikkan badannya setelah sekitar 10-15 menit aku<br />beraksi di dalam vagina Jeanne dari belakang. Dia menyuruhku untuk<br />berdiri dan mengangkatnya. Ya... Jeanne juga suka sekali dengan posisi<br />bersenggama seperti ini, walaupun terkadang bisa melelahkan aku karena<br />aku harus menyangga beban tubuh Jeanne. Tapi dengan posisi begini,<br />biasanya Jeanne cepat bisa meraih orgasmenya. Jeanne merangkulkan<br />kedua tangannya di leherku, mencium dan melumat bibirku dengan sangat<br />bernafsu, sementara aku mengayunkan pantat Jeanne yang kusangga,<br />sehingga terdengar suara berkecipakan yang dihasilkan dari gesekan<br />penisku dengan vagina Jeanne.<br /> "Oooooohhhh.... Hoooonnnnnn.... Hold on.... I'm<br />cooooommmminnggghhhh.... Hmmmppphhh...." Jeanne mendesah sambil<br />kemudian mengisap lidahku. Aku merasakan ada aliran listrik statis<br />yang mengiringi cengkeraman vagina Jeanne pada penisku. Aku pun segera<br />menerima dan merasakan aliran listrik statis yang berputaran di<br />sekujur tubuhku. Ooooooouuugggghhhh.... aku merasakan sensasi yang<br />luar biasa pada tubuhku. Geli... nikmat... lega... puas... campur aduk<br />tidak karuan. Rasanya lututku hampir tidak kuat menahan beban tubuh<br />Jeanne dan aku. Aku seperti tersengat listrik tegangan rendah. Tubuhku<br />rasanya seperti dijalari ribuan semut. Aku merinding. Kutekuk lidahku<br />dan kutempelkan pada langit-langit mulutku untuk mengalirkan "energi<br />Kundalini" yang terbangkitkan dan bergerak liar di tubuhku. Rasa<br />hangat kemudian menjalari sekujur tubuhku.<br /> Aku berputaran dan berjalan beberapa langkah sambil masih<br />menggendong Jeanne yang masih menggelayut dengan penisku dan vaginanya<br />masih saling bertautan. Gesekan dan hujaman penisku membuat Jeanne<br />merintih-rintih.<br /> Perlahan, kubaringkan tubuh Jeanne di tempat tidur. Kulirik<br />Mitsuko yang rupanya sudah tertidur pulas. Kutahu dari gerakan<br />nafasnya yang lembut, membuat dadanya yang telanjang mulus dihiasi<br />oleh bukit kembar dengan puncak berwarna pink bergerak naik turun<br />dengan irama yang teratur. Jeanne menurut saja saat badannya<br />kumiringkan menghadap ke kanannya. Batang kelelakianku yang tidak<br />sengaja tercabut karena posisi ini masih terlihat perkasa, mengacung<br />tegak tegang kaku, basah dan berdenyut-denyut manggut-manggut.<br />Kuangkat kaki kiri Jeanne ke arah pundakku. Perlahan, kumasukkan<br />kembali penisku ke dalam vagina Jeanne secara menyamping. Bukit dada<br />kiri Jeanne kuremas-remas dengan tangan kiriku, tentu saja dengan<br />variasi pilinan dan pijatan erotis di bukit itu. Tangan kananku tidak<br />tinggal diam. Aku meraba dan menggelitik punggung Jeanne, sambil<br />terkadang meremas-remas pantatnya.<br /> "Oooouggghhh... Hooonnneeeyyy... I'm ready for my next<br />pleasure... It's soooo... hmmmppphh..." Jeanne tidak dapat melanjutkan<br />kata-katanya karena penisku menghujam keras hingga menyentuh dinding<br />terdalam dari vaginanya. Kaki mulus yang melingkar di pundakku tidak<br />kusia-siakan. Dengan kumisku, kugelitiki paha dalamnya kuselingi<br />dengan jilatan-jilatan ujung lidahku.<br /> Tak berapa lama kemudian, aku kembali merasakan denyutan-<br />denyutan keras otot-otot vagina Jeanne. Ada sesuatu yang membanjiri<br />penisku yang memenuhi vaginanya. Aku pun hampir kembali merasakan<br />orgasmeku yang kedua. Uuuuuuggghhhh.... kembali rasa geli yang amat<br />sangat menyerangku, seperti ada sesuatu yang mencari jalan untuk<br />keluar melalui penisku.<br /> Kudekap erat Jeanne setelah meletakkan kakinya melingkar di<br />pinggangku. Kugigit daun telinga kiri Jeanne dengan bibirku sambil<br />kutiup telinganya. Aku memejamkan mataku. Desakan pada penisku kucoba<br />untuk bisa kutarik dan kualirkan ke seluruh tubuhku. Jeanne sudah<br />menyalurkan getaran-getaran listrik statis yang kuterima dengan baik.<br />Rasanya aku nyaris tidak berhasil. Kubantu dengan menekan titik<br />"huiyin" dengan 2 jari tangan kananku. Aku berhasil. Perlahan, aku<br />bisa menguasai energi itu dan kemudian secara sinkron bersatu dengan<br />energi Jeanne. Hmmmmpppphhh....<br /> "Jeannnn.... I'mmmpphh coooommminnggghhhh...." bisikku. Otot<br />perutku mengencang, saluran pembuanganku kututup. Kutarik dan kusedot<br />energi Jeanne.<br /> "Hooonnn.... hang on... meeee toooo... uuugggghhhh..."<br /> Seperti ada sebuah cahaya yang terang sekali dalam pandangan<br />mataku yang terpejam yang kemudian disusul dengan pandangan yang gelap<br />dan terkadang ada pola-pola berwarna hijau/kuning fosfor dalam<br />pandanganku. Rasanya damai sekali. Jeanne memeluk tanganku yang sedang<br />memeluknya dari samping. Dia menicumi wajahku dan kemudian melumat<br />lembut bibirku.<br /> "Honey... It's another great one! Thanks..."<br /> "Hssstt... It's my pleasure too... Thanks to you too...<br />Sweety.."<br /> "I love you Hon..." Jeanne kemudian menciumku kembali, tidak<br />memberikan kesempatan kepadaku untuk mengatakan bahwa aku juga<br />mencintainya. Tubuh kami yang tadinya merinding karena sergapan<br />orgasme untuk kedua kalinya ini kini terasa hangat. Titik-titik<br />keringat yang membasahi tubuh kami seakan menjadi saksi atas<br />"pertempuran" yang baru saja terjadi. Aku masih mendekap Jeanne dengan<br />penisku masih berada di dalam vagina Jeanne. Baik penisku maupun<br />vagina Jeanne masih terasa saling berdenyut. Aku merasakan ada sesuatu<br />yang mengaliri kulit ari penisku. Cairan kewanitaan Jeanne yang<br />membanjir!<br /> Perlahan kulepaskan batang kelelakianku dari gerbang<br />kewanitaan Jeanne. Batang kelelakianku masih tegak tegang walaupun<br />sudah tidak maksimum lagi. Basah! Tapi bukan dari sari kejantananku.<br />Jeanne membalikkan badannya sehingga terlentang. Aku mengangkangi<br />wajahnya dengan selangkanganku dalam posisi 69 dan aku berada di atas.<br />Jeanne segera menangkap batang kelelakianku yang masih basah, kemudian<br />mengulum dan menjilatinya. Aku agak merintih menahan geli yang<br />menyergap hingga ke ubun-ubun tembus. Kujilati gerbang kewanitaan<br />Jeanne yang basah oleh cairan kewanitaannya yang membanjir hingga<br />keluar. Kuisap dan kujilati hingga bersih.<br /> Setelah "senjata"ku dan "sarung senjata" milik Jeanne bersih,<br />aku menarik tubuh Jeanne untuk sejajar dengan tubuh Mitsuko,<br />menyisakan sedikit ruang untukku berbaring di tengah mereka. Aku<br />merebahkan tubuh telanjangku di tengah-tengah Mitsuko (sebelah<br />kananku) yang telah pulas dan Jeanne yang segera merangkulku. Kutarik<br />selimut untuk menyelimuti kami bertiga. Tangan kananku menyusup ke<br />bawah leher Mitsuko untuk merangkulnya. Secara tak sadar, Mitsuko<br />balas merangkulku. Kucium kening Mitsuko dan Jeanne bergantian. Dadaku<br />perlahan kembali teratur. Ada rasa puas yang tak terkira yang<br />kurasakan. Damai... Kulirik jam dinding di kamar Mitsuko. Not bad...<br />pikirku. Sudah lewat pukul dua, dan kami bertiga masih berada di atas<br />tempat tidur... telanjang... berangkulan....<br /><br />Bersambung?<br /></pre></span></span>dery_boledhttp://www.blogger.com/profile/10242059087321130258noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6417611402379692210.post-4045039551806363372009-08-26T01:46:00.000-07:002009-08-26T01:47:04.956-07:00MITSUKO KAJIMURA (1) - The Beginning<span><span style="font-size:100%;"><pre> Seingatku, saat itu adalah akhir liburan musim panas dan<br />hampir memasuki masa kuliah musim gugur. Aku berjalan keluar dari<br />gedung perpustakaan "The Powell Library" milik kampus UCLA yang<br />bercorak seperti gabungan dari gereja St. Sepolcro di Italia dan<br />gereja San Zenova yang juga di Italia. Gedung perpustakaan ini<br />merupakan salah satu dari empat gedung tertua di lingkungan kampus<br />UCLA. Aku mempercepat langkahku sambil melirik jam tanganku. Hmm. aku<br />terlambat lima menit nih janjian dengan Jeanne di depan Ackerman Union<br />Building (Student Activities Center).<br /> Tak berapa lama, aku hampir sampai di depan Ackerman Union dan<br />kulihat Jeanne sudah menungguku di anak tangga di sebelah pintu masuk.<br />Aku berlari kecil.<br /> "Sorry I'm late, Sweety." kataku sambil mengecup keningnya.<br /> "It's OK. So, let's go. I guess most of our friends are<br />already there." Jawab Jeanne sambil melingkarkan tangannya ke<br />pinggangku. Hari itu adalah kira-kira 2 bulan sejak Jeanne dan aku<br />terlibat hubungan yang intim. Kebetulan, pada hari yang sama, salah<br />seorang teman kami, dia orang Jepang (namanya Hiroko Watanabe),<br />berulang tahun dan mengundang kami untuk merayakan ulang tahunnya di<br />sebuah restoran Jepang di daerah Hyperion Avenue.<br /> Kami berdua bergegas menuju tempat parkir mobil sambil<br />bergandengan tangan. Kali ini kami menggunakan mobil Jeanne, BMW 325i<br />M3 warna merah metalik, dan Jeanne yang mengendarai. Dengan gesit<br />Jeanne mengemudikan mobilnya di sela-sela keramaian jalan-jalan di Los<br />Angeles diwaktu senja menjelang malam.<br /> Kami banyak terdiam saja selama dalam perjalanan ini. Musik<br />yang dilantunkan oleh James Ingram mengiringi laju kendaraan kami.<br />Kulirik Jeanne. Betapa cantiknya dia. Kulitnya yang putih mulus sangat<br />kontras dengan gaun malam berwarna hitam yang mencetak bentuk tubuhnya<br />yang seksi. Dia tidak mengenakan make up yang tebal, hanya bedak tipis<br />dengan lipgloss di bibir. Aku memang tidak ingin dia memakai lipstick,<br />karena tanpa lipstick pun bibir Jeanne sudah merah merekah dan<br />sepertinya selalu tampak basah segar. Rambutnya yang panjang hingga<br />sepinggang digelungnya seperti membentuk stupa dan ditusuk dengan<br />hiasan tusuk konde dari jade berbentuk burung hong. Sebuah kalung emas<br />berliontin berlian menghias lehernya yang putih jenjang. Aku pernah<br />becanda ke dia bahwa aku bisa melihat cappucino yang dia minum lewat<br />lehernya karena saking putihnya.<br /> Akhirnya kami sampai juga ke restoran yang kami tuju. Jeanne<br />memarkir mobilnya di tempat parkir yang sudah mulai penuh. Restoran<br />ini berlantai dua. Lantai dasar adalah untuk tamu biasa dan lantai dua<br />adalah untuk pengunjung privat dan dalam jumlah banyak. Kami berdua<br />segera menaiki tangga menuju lantai dua. Suasana di situ sudah ramai<br />sekali. Tentu saja sebagian besar tamu yang diundang adalah orang<br />Jepang. Aku melihat ada beberapa orang yang aku kenal. Si Ram Mukerjee<br />dari India yang lagi naksir berat sama Hiroko tapi dicuekin, Paolo<br />Garibaldi yang dijuluki "Mafia Kecil" karena dia dari Italia dan<br />memang bertubuh kecil dan pendek untuk ukuran orang Italia, Takeshi<br />Komori yang dijuluki orang sebagai seorang pesumo karena badannya yang<br />super tambun, dan Leifeng Tu, seorang Cina dari Hong Kong, anak salah<br />seorang taipan Hong Kong. Di meja lain, aku melihat si Kembar John dan<br />Peter Guttenberg yang pandai sekali memainkan biola. Mereka sedang<br />asyik becanda dengan pacar mereka masing-masing, yang juga kembar! Di<br />sudut ruangan, ada empat perempuan Jepang sedang memainkan alat musik<br />Yutaka (semacam kecapi Jepang) sebagai hiburan pengantar santap malam.<br /> Hiroko menyambut kami berdua dengan wajah tampak sangat<br />gembira. Jeanne dan Hiroko saling peluk dan saling menempelkan pipi.<br />Jeanne mengeluarkan sebuah kotak kecil dari tas tangannya dan<br />diberikan kepada Hiroko. Hiroko menerimanya dengan mengucapkan terima<br />kasih. Aku mengucapkan selamat ulang tahun kepada Hiroko dengan<br />menyalaminya dan mengecup kedua pipinya. Hiroko adalah salah seorang<br />temanku dan teman Jeanne bahkan sebelum aku dan Jeanne saling kenal.<br />Hiroko tampak manis dengan pakaian tradisional Jepang berwarna biru<br />dan putih yang dikenakannya, sangat kontras dengan sekelilingnya yang<br />kebanyakan memakai pakaian berwarna gelap. Hiroko adalah putri tunggal<br />Katsuo Watanabe yang terkenal sebagai salah satu konglomerat Jepang.<br />Ini adalah pesta ulang tahunnya yang ke-21, umur yang dianggap dewasa<br />di negeri Paman Sam ini. Aku agak terkejut sewaktu Hiroko membuka<br />hadiah dari Jeanne. Seuntai kalung dengan liontin bertuliskan "Hiroko"<br />bertatahkan berlian! Aku tidak menyalahkan Hiroko yang juga terkejut<br />dan diekspresikan dengan wajahnya yang terbelalak dan kemudian memeluk<br />Jeanne erat-erat sambil berulang kali mengucapkan terima kasih.<br /> Kami berdua dipersilakan duduk satu meja dengan Hiroko (ini<br />memang karena sebelumnya sudah diatur demikian atau karena Jeanne<br />memberi hadiah kalung berlian, aku tidak tahu). Jeanne dan Hiroko<br />kemudian tampak ngobrol dengan akrabnya yang diselingi dengan tawa<br />keduanya. Aku cuma basa-basi dengan orang-orang di sekitarku yang satu<br />meja denganku, kemudian menikmati appetizer sup miso sambil mencoba<br />menikmati dentingan yutaka yang mulai kalah suaranya dengan keramaian<br />pesta. Aku melirik jam tanganku, masih sekitar 10 menit lagi, pikirku.<br />Resminya, pesta akan dimulai pukul 07:30 pm.<br /> Kira-kira lima menit kemudian mataku tiba-tiba menatap seorang<br />perempuan cantik, tinggi dan berkulit putih, kemungkinan besar Jepang,<br />yang baru saja masuk ke ruangan pesta. Dia memakai gaun malam berwarna<br />merah marun, berjalan anggun menuju ke arah meja kami setelah melihat-<br />lihat ke kiri dan ke kanan seperti orang yang sedang mencari sesuatu.<br />Tiba-tiba Hiroko dan Jeanne berteriak histeris ketika melihat<br />perempuan itu menghampiri mereka, "MITSUKO-CHANG!!!!" dan mereka<br />berdua bergegas menghampiri perempuan cantik itu. Mereka tertawa dan<br />sepertinya larut dalam kegembiraan bagaikan sahabat yang sudah lama<br />tak pernah bertemu. Gila. siapa nih cewek kece? Pikirku bertanya-tanya<br />dalam hati. Rencananya aku akan tanyakan kepada Jeanne nanti.<br /> "Frank. I would like you to meet Mitsuko. Mitsuko Kajimura,<br />one of my best friends and long lost friend." Jeanne mengenalkan<br />perempuan cantik itu, yang rupanya bernama Mitsuko Kajimura. Aku<br />mengulurkan tanganku untuk menjabat tangannya.<br /> "Mitsuko, this is Frankie, my special friend." Kata Jeanne<br />sambil menekankan kata "special friend". Mitsuko tersenyum. Manis<br />sekali!<br /> "Hi. How do you do?" kataku sambil menjabat tangannya. Terasa<br />lembut dan halus. Ada getar-getar aneh terasa menjalari dadaku. Apa-<br />apaan ini, pikirku.<br /> "I'm fine. Thank you. It's nice to see you." Jawabnya.<br /> Kemudian Hiroko dan Jeanne mengajaknya duduk di antara mereka.<br />Jeanne menyuruhku bergeser tempat duduk yang kebetulan memang masih<br />kosong. Terus terang, aku sering sekali mencuri pandang ke arah gadis<br />itu. Pikiranku sibuk terbang mencari-cari wajah yang familiar yang<br />sepertinya aku kenal. Wajah imut-imut dan cantik manis. Akhirnya,<br />setelah berusaha keras, aku tersenyum sendiri. Ternyata Mitsuko mirip<br />sekali dengan Chiasa Aonuma! (buat yang doyan browsing gambar seru<br />pasti kenal dengan dia) Hanya bedanya, Mitsuko mempunyai sebuah tahi<br />lalat kecil di bawah bibirnya, yang menambah manis wajahnya.<br /> Pesta dimulai tepat pukul 07:30 pm. MC-nya seorang Jepang<br />dengan aksennya yang kental mengumumkan dalam Bahasa Inggris bahwa<br />acara akan segera dimulai dan meminta Hiroko untuk berbicara. Hiroko<br />pada dasarnya mengatakan bahwa dia berbahagia dan berterima kasih atas<br />kedatangan kami semua, disertai basa-basi dan sedikit jokes. Setelah<br />Hiroko selesai berbicara, dari arah dapur keluar seorang pelayan<br />sambil mendorong meja yang di atasnya ada sebuah kue ulang tahun yang<br />tinggi dengan hiasan lilin berangka "21". Kami serentak menyanyikan<br />lagu "Happy Birthday" buat Hiroko.<br /> Belum sempat Hiroko memotong kuenya setelah meniup lilin, kami<br />semua dikejutkan oleh kedatangan orang-orang "berseragam" dan bergegas<br />menuju arah Hiroko. Mereka semua sepertinya orang-orang Jepang, berjas<br />hitam dengan dasi hitam, berambut pendek, jumlahnya sekitar selusin.<br />Sebagian dari mereka mengenakan kacamata hitam. Rupanya mereka<br />dipimpin oleh seorang Jepang yang bertubuh cukup tinggi dan berwajah<br />persegi.<br /> "I apologize to interrupt this party, Ladies and Gentlemen,"<br />kata si Jepang tadi. "We have a little business here with one of the<br />guests." lanjutnya. Anak buahnya sudah dalam posisi mengepung meja<br />kami. Kemudian ia melanjutkan kata-katanya dalam Bahasa Jepang yang<br />tak kumengerti. Gila. apa-apaan ini, pikirku. Salah seorang dari teman<br />Hiroko mencoba untuk berbicara, atau kelihatannya seperti memaki dalam<br />Bahasa Jepang, tapi tiba-tiba si Jepang tinggi itu melancarkan sebuah<br />pukulan yang telak bersarang di rahang teman Hiroko. Akibatnya, teman<br />Hiroko itu jatuh tersungkur. Situasi tempat pesta menjadi panik.<br /> "BE QUITE!!!" teriak si Jepang tinggi itu. Suasana menjadi<br />hening. Si Jepang tinggi itu menghampiri Hiroko dan bercakap-cakap<br />dalam Bahasa Jepang. Hiroko tampak marah. Kulihat Mitsuko tampaknya<br />seperti ketakutan. Ia menggenggam erat jemari Jeanne yang juga berdiri<br />di sebelahnya. Kemudian si Jepang tinggi tadi mengalihkan pandangannya<br />ke arah Mitsuko. Dia berkata-kata dalam Bahasa Jepang kepada Mitsuko,<br />tapi Mitsuko tidak membalas.<br /> Aku bergerak dari tempatku berdiri, ke arah Mitsuko dan<br />mengajaknya pindah tempat. Ku isyaratkan Jeanne supaya agak menepi<br />bersama Mitsuko, biarpun masih dalam kepungan orang-orang berseragam<br />itu.<br /> "What the f*ck are you doing in here? You better leave or we<br />call the police!" kataku sambil berdiri menantang si Jepang tinggi.<br />Dia hanya tersenyum.<br /> "So. You want to be a hero, huh?" selesai berkata demikian,<br />dia melancarkan sebuah pukulan "mawashi tsuki" (swing) kanan ke arah<br />rahangku. Aku sudah siaga dari awal. Dengan teknik "Naga Menyelam<br />sapunjud Tohok Naga" (buat pembaca yang familiar dengan teknik ini,<br />maka akan tahu dari perguruan silat mana saya berasal), aku menggesut<br />sambil meliukkan badan dan kepalaku menghindari pukulan dia kemudian<br />kususul dengan pukulan dari bawah ke atas ke arah dagunya. Karena dia<br />tidak menyangka bahwa aku bisa menghindari serangannya dan balas<br />menyerang, maka dia tidak siap. Pukulanku telak masuk bersarang di<br />dagunya, membuat dia terhenyak ke belakang. Dia memegang dagunya,<br />kemudian memasang kuda-kuda "kamae" (posisi bersedia dalam karate).<br />Rupanya dia seorang karateka.<br /> "Hmm. No wonder you have guts! Let's play!" katanya sambil<br />serentak melancarkan sebuah tendangan "mae geri" (tendangan lurus) ke<br />arah pusar, disusul dengan pukulan "san bon chuki" (3 pukulan<br />berantai).<br /> "Your sh*ts don't work for Indonesian martial art, Punk!"<br />kataku di sela-sela hindaran dan egosan serangan beruntun dia. Orang-<br />orang tambah ketakutan. Otomatis mereka semua berpindah ke tepi<br />ruangan. Beberapa ada penuh rasa ingin tahu malah menonton pertarungan<br />kami. Si Jepang penyerangku terus menyerang tanpa memberiku<br />kesempatan. Serangannya susul menyusul. Aku sengaja masih mencoba<br />untuk melihat peluang. Beberapa meja dan kursi menjadi tak karu-<br />karuan, berantakan diterjang oleh tendangan-tendangannya yang tidak<br />mengenai sasaran.<br /> Akhirnya, setelah kurasa cukup mengenal pola serangan dia, aku<br />mulai balas menyerang. Sebuah tendangan "jodan mawashi geri"<br />(tendangan melingkar ke arah kepala) mengarah ke arah kepalaku.<br />Kusalurkan sedikit tenaga dalamku ke tangan kiriku. Begitu tendangan<br />itu hampir mengenai sasarannya, kutangkis tendangan tadi dengan teknik<br />"Tolak Luar Garuda" dan kuhantam tulang keringnya dengan pinggiran<br />telapak tanganku. Terdengar suara berderak. Dia meringis menahan<br />sakit. Tangkisanku kususul dalam tempo sepersekian detik dengan teknik<br />"Slosor sapunjud Kuntul". Dia tidak menyangka serangan tiba-tiba yang<br />memang tidak lazim ini. Aku menyerang dengan tendangan mengayun ke<br />arah selangkangannya sambil kuteruskan dengan pukulan buku-buku jariku<br />ke arah lehernya. Dengan kecepatan kilat, kedua seranganku masuk telak<br />tanpa halangan ke arah sasarannya masing-masing. Dia limbung hendak<br />jatuh KO. Sebelum jatuh mencium tanah, kurenggut kepalanya dengan<br />teknik "Terkam Harimau" dan kuadu dengan lututku. Begitu kulepaskan<br />kepalanya, dia jatuh tak berkutik, terkapar di lantai. Lututku terasa<br />hangat oleh darah yang keluar dari mulut dan hidung lawanku. Sebelum<br />pingsan, dia sempat memerintahkan anak buahnya, "Kill..!!!" dengan<br />suaranya yang terakhir.<br /> Orang-orang berpakaian jas hitam itu serentak masing-masing<br />mengeluarkan sebatang tanto (pisau berbentuk miniatur pedang samurai)<br />dari balik jas mereka. Secara bersamaan, mereka menerjang ke arahku<br />bagaikan air bah. Aku bersedia dan siap menerima setiap serangan. <br />Syaraf-syarafku terasa bergetar. Kurasakan hawa hangat mengalir dari<br />arah dantien-ku, dan tengkukku serasa dirambati ribuan semut. Inilah<br />Ilmu Bayu Sejati yang aktif dikala aku dalam bahaya. Tubuhku terasa<br />ringan dan sekujur tubuhku seperti dialiri listrik statis. <br />Pendengaran, refleks dan gerakanku semakin peka dan cepat.<br /> Aku tidak terlalu kuatir dengan orang-orang yang menyerangku,<br />tapi ketika kulihat salah seorang dari mereka hendak menyerang Mitsuko<br />dan/atau Jeanne, aku menjadi agak terpecah. Aku memekik yang kusertai<br />dengan lambaran ajian "Sengoro Macan" untuk memecah perhatian mereka.<br />Sejenak mereka seperti termangu sekitar 2-3 detik. Tapi itu cukup<br />untuk membuka kepungan dengan menghantam pingsan dengan sekali pukul<br />salah seorang hari mereka dan bersiap menerjang penyerang yang hendak<br />mencelakai Mitsuko dan/atau Jeanne. Aku terkejut dan terbelalak ketika<br />sebelum aku sampai untuk melindungi mereka, Jeanne menyambut<br />penyerangnya. Dengan lemah gemulai, Jeanne menangkis serangan pisau<br />itu dengan telapak tangannya, memutarnya, lalu melancarkan sebuah<br />pukulan tangan terbuka ke arah dada penyerangnya. Itu adalah jurus<br />"Menyisir Surai Kuda" dari Butong Thay Kek Kun! Jeanne tersenyum ke<br />arahku.<br /> "Wudang Taijiquan! Go Girl!" teriakku. Aku sudah tidak kuatir<br />lagi dengan keadaan Jeanne dan Mitsuko. Aku percaya kemampuan Jeanne<br />untuk membela diri ketika kutahu dia menguasai jurus-jurus Butong Thay<br />Kek Kun (Wudang Taijiquan) dari Butongpai yang diciptakan oleh Thio<br />Sam Hong (Chan San Feng). Jurus-jurus itu "hanya" berjumlah 13 jurus,<br />tapi kalau dilatih dengan sungguh-sungguh dan mahir, jarang ada yang<br />bisa mengalahkannya. Jeanne rupanya memberi hajaran yang cukup kuat,<br />soalnya ketika kulirik lawannya yang terkapar dan tak sadarkan diri,<br />dari mulutnya mengalir darah. Luka dalam, entah mati, entah pingsan.<br /> Aku kembali bersiap menghadapi orang-orang Jepang yang masih<br />beringas hendak merajamku dengan tanto mereka masing-masing. Tiba-<br />tiba, kulihat temanku, Takahiro Kawawa, berlari ke arah salah satu<br />penyerangku, menggunakan sebuah kursi sebagai pijakan, dan melancarkan<br />sebuah tendangan "yoko tobi geri" (tendangan loncat ke samping) ke<br />arah kepala disertai sebuah teriakan "kiaiii." panjang. Atas serangan<br />mendadak dan tak terduga dari seorang tamu yang bertubuh relatif kecil<br />dibanding mereka, dia tak siap dan terkejut. Terlambat! Kaki Takahiro<br />(yang sering dipanggil "Tako" atau "gurita" oleh teman-temannya) yang<br />kecil mendarat telak di pelipis kiri. Orang itu langsung jatuh<br />tersungkur. Nantinya baru kuketahui bahwa Takahiro Kawawa ini di<br />negaranya adalah juara nasional Kejuaraan Karate Full Body Contact dan<br />dia adalah pemegang sabuk hitam Dan 2 dari Kyoku-Shin Kai-nya<br />Masutatsu Oyama.<br /> Bantuan dari Takahiro ini sangat berpengaruh dengan jalannya<br />pertarungan keroyokan antara 2 lawan hampir selusin. Aku sudah<br />meloloskan ikat pinggang kulitku dan kujadikan sebagai senjata. Sabuk<br />kulitku melecut-lecut dan menari-nari di antara hujan serangan. <br />Sialan, pada ke mana semua nih polisi? Kalau lagi dibutuhkan pada<br />nggak ada, tapi kalau giliran nilang orang cepet banget! Batinku.<br /> Kejadian itu sebenarnya berlangsung relatif cepat, "hanya"<br />sekitar 15-20 menit, tapi rasanya pada saat itu waktu berjalan sangat<br />lambat. Tiba-tiba salah seorang dari mereka mengkomando dalam Bahasa<br />Jepang untuk mundur (aku pikir), karena mereka semua kemudian kabur<br />dan meninggalkan 4 orang yang terkapar, termasuk pemimpin mereka. Kami<br />semua membiarkan mereka untuk kabur dan tidak mengejar. Kulihat baju<br />Takahiro sobek besar di bagian perut dan darah menghiasi bajunya. Wah,<br />rupanya dia terluka. Aku sendiri tidak terluka, hanya bajuku basah<br />kuyup mandi keringat. Kuhampiri dia.<br /> "Are you all right?" tanyaku sambil menepuk pundaknya dan<br />melihat perutnya. Rupanya luka dia tidak serius, hanya luka<br />terserempet saja, sepanjang kira-kira 5-7 cm.<br /> "I'm fine. Thanks! This is just a scratch." Katanya sambil<br />mengambil lap makan dan menekan perutnya.<br /> Kulihat orang-orang banyak yang bergerombol dan masing-masing<br />sibuk dengan kepanikannya sendiri-sendiri. Banyak juga yang kemudian<br />meninggalkan ruangan dan pulang. Sayup-sayup kudengar suara sirene<br />meraung-raung dari jalan. Baru kutahu kemudian bahwa mereka telah<br />memutus hubungan telefon dan yang melaporkan kepada 911 (nomor darurat<br />di AS) adalah toko yang bersebelahan dengan restoran itu yang<br />mendengar keributan tadi. Pengacau itu juga rupanya menyuruh tamu-tamu<br />yang di lantai bawah untuk pergi meninggalkan restoran dan menyandera<br />pemilik dan pelayan restoran.<br /> Aku berjalan menghampiri Jeanne, Mitsuko dan Hiroko.<br /> "Who the hell are they?" tanyaku ke Mitsuko. Mitsuko tidak<br />menjawab, malah tiba-tiba dia menangis sambil memelukku. Aku kaget dan<br />tidak menyangka. Aku jadi salah tingkah. Kulirik Jeanne. Dia memberi<br />kode untuk membiarkan dan kupikir dia bisa mengerti. Kubalas pelukan<br />Mitsuko. Kuelus punggungnya. Perlahan, kulepaskan pelukan dia dan<br />kuberikan segelas air putih. Setelah selesai minum, dengan<br />sesenggukan, Mitsuko bercerita.<br /> "They are Yakuzas." Paparnya. Aku sudah menyangka. Yang tak<br />kusangka, menurut penuturan Jeanne, Mitsuko ini adalah putri dari<br />Toshio Kajimura, seorang raja kapal Jepang yang namanya bisa<br />disejajarkan dengan Onassis. Rupanya ayah Mitsuko pernah melakukan<br />suatu deal dengan kelompok mafia Jepang ini dan dianggap tidak<br />memenuhi janjinya. Kuhampiri pemimpin mereka yang terkapar tak<br />sadarkan diri. Kulihat orang itu tidak mempunyai jari kelingking kiri,<br />tanda bahwa dia sudah pernah gagal dalam melaksanakan tugas dan masih<br />mendapat pengampunan. Mungkin dengan gagalnya tugas dia kali ini, dia<br />akan kehilangan nyawanya. Entah dengan bunuh diri atau dibunuh oleh<br />rekan-rekannya atas perintah bossnya.<br /> Banyak polisi dan petugas paramedik berdatangan tak lama<br />kemudian. Takahiro telah mendapatkan perawatan seperlunya dan dia<br />menolak untuk dibawa ke rumah sakit. Polisi kemudian menanyai kami<br />satu per satu dan kami harus mengisi berita laporan yang memakan waktu<br />sekitar 45 menit hingga satu jam.<br /> "Honey, I will bring Mitsuko to my apartment and ask her to<br />stay with me for a while. Let somebody take care of her car. She'll<br />go with us." Kata Jeanne setelah polisi selesai dengan kami dan<br />membolehkan kami pulang.<br /> "That's fine with me. Let me drive your car and you can sit<br />with her on the back seat." Jawabku sambil menerima kunci mobil<br />Jeanne. Kami bertiga pamit kepada Hiroko yang masih terlihat pucat<br />setelah yakin bahwa Hiroko tidak apa-apa. Banyak teman kami yang<br />menawarkan bantuan untuk mengantar Hiroko pulang, jadi Jeanne dan aku<br />tidak terlalu kuatir dengan dia.<br /> Singkat cerita, kami sudah sampai dengan selamat di apartemen<br />Jeanne. Perjalanan memakan waktu relatif agak lama dari waktu yang<br />biasanya karena aku harus memastikan bahwa tidak ada yang mengikuti<br />perjalanan kami. Aku mengemudikan mobil Jeanne melalui jalan-jalan<br />yang tidak biasa kulalui, melewati jalan-jalan yang relatif sepi<br />sehingga aku bisa melihat bila ada yang mengikuti kami.<br /> Jeanne mengajak Mitsuko ke kamarnya. Aku ke dapur, menyalakan<br />kompor dan menjerang air. Aku akan membuat teh panas buat kami. Tak<br />berapa lama, air pun mendidih dan kuseduh teh Tikuanyin kesukaan<br />Jeanne ke dalam sebuah teko. Kutunggu mereka di ruang makan.<br /> Jeanne keluar bersama Mitsuko. Aku tercengang melihat Mitsuko<br />dan Jeanne yang baru selesai mandi. Mitsuko mengenakan kimono biru<br />muda milik Jeanne. Kulitnya yang putih mulus tampak segar dengan<br />rambut yang masih basah. Jeanne pun tak kalah cantiknya dengan celana<br />jins pendek kegemarannya dan t-shirt tanpa mengenakan bra. Samar-samar<br />kulihat bukit dadanya yang selalu membuatku tak kuat. Tiba-tiba ada<br />rasa aneh berdesir di dadaku.<br /> "Sweety, I made some tea for us. Let me take a shower first.<br />You can go ahead and don't have to wait for me." Kataku sambil menuju<br />ke kamar Jeanne, mengambil baju ganti (aku seringkali menginap di<br />apartemen Jeanne sejak pertama kali aku berhubungan intim dengan dia),<br />dan kemudian menuju ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku dan<br />menyegarkan badan sehabis "berolah raga" tadi. Air shower kamar mandi<br />terasa menyegarkan badanku.<br /> Setelah selesai mandi, aku mengambil sebuah bantal dari tempat<br />tidur Jeanne dan akan kubawa ke arah sofa. Rencananya aku malam ini<br />hendak tidur di sofa, sekalian "menjaga" mereka berdua.<br /> Jeanne berjalan ke arahku, sementara Mitsuko masih duduk di<br />ruang makan, menikmati tehnya. Jeanne menggamit lenganku, mengajakku<br />ke dalam kamarnya. Aku tak mengerti apa maunya. Kuturuti keinginannya.<br />Dia membuka lemari pakaiannya, mengeluarkan dua buah kotak. Satu<br />berukuran sekitar 25x30 cm dan satu lagi berukuran sekitar 15x75 cm. <br />Diletakkannya kedua kotak itu di atas tempat tidur. Aku terkejut<br />ketika mengetahui isi kotak-kotak itu.<br /> "I hope you can use this." kata Jeanne sambil membuka kotak<br />yang pertama. Isinya adalah sepucuk pistol Beretta 92F kaliber 9 mm<br />berwarna hitam dengan 2 klip magazin berisi penuh.<br /> "And this is actually our family heirloom," lanjut Jeanne<br />sambil membuka kotak kedua, mengeluarkan isinya, sebuah pedang bermata<br />dua yang indah dengan hiasan sebuah bunga teratai dari perak di dekat<br />gagangnya, dengan hiasan rumbai-rumbai kuning-merah di ujung<br />gagangnya.<br /> "My father gave this sword to me after I graduated high<br />school. It is called the Silver Lotus Sword. I believe you can use<br />this more than I do. I let you borrow these stuffs until everything's<br />settled down and back to normal." Jeanne kemudian menyerahkan kedua<br />kotak itu kepadaku.<br /> Kuperhatikan pistol Beretta itu dengan seksama, lalu<br />kumasukkan kembali ke dalam kotaknya. Demikian juga Pedang Teratai<br />Perak milik Jeanne. Kucabut dari sarungnya dan kuperhatikan baik-baik.<br />Pedang yang halus dan indah. Punggung pedangnya berukir dengan<br />kaligrafi huruf-huruf Cina dan mata pedangnya sangat tajam. Ada<br />sebersit rasa yang menggiriskan yang membuat rambut-rambut di<br />tengkukku terasa meremang. Sepertinya pedang ini ada "isinya".<br />Kusarungkan kembali pedang itu dan kumasukkan kembali ke dalam<br />kotaknya. Kedua kotak itu kemudian aku letakkan kembali ke dalam<br />lemari pakaian Jeanne.<br /> Tok.tok.tok. Tiba-tiba Mitsuko sudah berada di depan pintu<br />kamar.<br /> "Am I interrupting something?" tanya Mitsuko.<br /> "No. not at all." kata Jeanne dan aku hampir berbarengan.<br /> Kami akhirnya bersama-sama kembali menuju meja makan,<br />menikmati teh hangat sambil bercakap-cakap. Tak terasa, jarum jam<br />sudah menunjukkan pukul 12 lewat. Terus terang aku merasa capek dan<br />penat.<br /> "I'm sorry Girls, but I'm tired. Would you please excuse me?"<br />tanyaku sambil bangkit untuk menuju ke sofa.<br /> "Hey Frank. Where do you want to sleep" tanya Jeanne. Ada<br />kerling nakal di wajah Jeanne. Dengan langkah-langkah genit, dia<br />menghampiriku.<br /> "Of course in this couch. Why?"<br /> "Well. Would you mind if you sleep in usual place?" aku makin<br />tak mengerti arah pembicaraan Jeanne. Jeanne memelukku dari belakang<br />dan menggelayut dengan manja.<br /> "I mean. Do you want to sleep in the bedroom?" tanya Jeanne<br />lagi sambil bibirnya mencium belakang telingaku.<br /> "What? How about Mitsuko? Where she's gonna sleep?" tanyaku<br />kelihatan tolol.<br /> "My bed is big enough for three of us. What do you think?"<br /> "Is that OK with her? If that is OK with her and with you, of<br />course I wouldn't mind at all!" kataku setengah tidak percaya.<br />Bagaimana tidak? Jeanne menawariku untuk tidur satu ranjang bertiga<br />dengan dia dan Mitsuko! Gila apa kalau aku sampai menolak?<br /> "I'll tell you a little secret later, Honey. So, case closed.<br />Let's go to bed. Mitsuko and I are tired too."<br /> Mitsuko berjalan ke arah kamar mendahului Jeanne dan aku. Dia<br />sempat mengerling dan tersenyum padaku. Agak aneh juga rasanya sewaktu<br />aku beranjak ke tempat tidur. Tadinya aku mengambil tempat di pinggir<br />dan berpikir bahwa Jeanne akan mengambil tempat di tengah, tetapi<br />Jeanne memaksaku untuk tidur di tengah, di antara Mitsuko dan dia!<br />Waduh. mimpi apa aku semalam ya?<br /><br />Bersambung?<br /></pre></span></span>dery_boledhttp://www.blogger.com/profile/10242059087321130258noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6417611402379692210.post-70981859644843481632009-08-26T01:37:00.000-07:002009-08-26T01:40:34.063-07:00<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiBzlFTpT9EGAWgiTuzgQQ9OPdzyajoSeH1zVjHx-AD5DnTX7rYVUXeTyFdKWjIZOB4icLdj4s94oq2-jSlkxDYAEgbY2xMKYGJQrDt80vmzJqLVcXnRJdAp6AkkklAHbTBLveZR3lSi29Y/s1600-h/pelangi.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 240px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiBzlFTpT9EGAWgiTuzgQQ9OPdzyajoSeH1zVjHx-AD5DnTX7rYVUXeTyFdKWjIZOB4icLdj4s94oq2-jSlkxDYAEgbY2xMKYGJQrDt80vmzJqLVcXnRJdAp6AkkklAHbTBLveZR3lSi29Y/s320/pelangi.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5374189421136606626" border="0" /></a><br />Its Me...<br />Buat temen - temen semua...klo ada yang salah dari gw...<br />gw minta maaf...<br />thxdery_boledhttp://www.blogger.com/profile/10242059087321130258noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6417611402379692210.post-13039239230705387312009-08-26T01:12:00.000-07:002009-08-26T01:31:25.012-07:00Waktu Aku SMP<span><span style="font-size:100%;"><pre>ku akan memulai ceritaku ini dimasa masih SMP, tepatnya kelas III<br />SMP. Masa dimana aku masih culun-culunnya dengan celana pendek biru<br />itu. Teman2 memanggilku Eno. Perawakanku waktu itu (mungkin) bisa<br />dibilang tidak termasuk dalam katagori cowo keren; hanya dengan 168 cm<br />& 59 kg, kulit sawo matang (blasteran Jawa-Sunda), rambut belah<br />pinggir (ala Duran Duran) dan tak lupa kumis tipis ciri khas anak yg<br />baru meningkat dewasa.<br />Aku mengenal Reni si Tompel (nick name yang aku berikan buat cewe<br />bertompel di atas bibir sebelah kiri itu) sejak kelas IV SD (sekolah<br />kami dari TK, SD & SMP). Itupun awalnya hanya mengenal wajahnya saja,<br />aku belum pernah berkenalan secara resmi dengan dia waktu itu. Kenapa?<br />Karena dia adalah salah satu dari belasan cewe (dia salah satu anggota<br />cewe dari team Volleyball & Basketball sekolahku) primadona di<br />sekolahku. Dan waktu itu aku hanya anak baru di sekolah itu, aku<br />pindahan dari kota lain/kota kelahiranku (dalam rangka dinasnya<br />bokapku) & aku bisa dibilang agak pemalu waktu itu. Untuk postur Reni<br />(dia kelahiran Indramayu) aku tidak mau terlalu mengeksposenya secara<br />detail (walau bagaimanapun dia adalah cinta monyetku yg<br />pertama ...hehe), yg pasti kulitnya kuning sawo, tingginya sealisku<br />(ampir sama) & emang badannya agak bongsor dan yang pasti dia itu cewe<br />yg seneng olah raga. Dia itu bisa dibilang mirip gabungan antara<br />Cintami Atmanegara dengan Gabriel Sabatini.<br />Dimasa SMP-ku ini, aku dan dia masing2 punya geng sendiri-sendiri,<br />dari 6 cowo geng-ku 4 diantaranya adalah team volley & basket dan<br />gengnya Reni terdiri dari 8 cewe2 cakep (6 diantaranya adalah team<br />volley & basket), tapi dari ke delapannya itu, aku lebih tertarik pada<br />Reni. Aku tahu sejak kelas V SD dia itu sudah gonta ganti pacar, tapi<br />aku tidak perduli ........biasa lah cinta monyet.<br />Waktu aku masuk SMP aku berusaha untuk dapat menjadi anggota OSIS,<br />khususnya seksi dokumentasi & mading (dan itu berhasil sampai kelas<br />III). Karena aku saking tergila-gilanya sama dia, tiap ada<br />pertandingan antar sekolah, pasti aku ambil kesempatan untuk mengambil<br />foto-foto dia waktu tanding volley (tentu dengan kapasitasku sebagai<br />seksi dokumentasi dong). Saking banyaknya foto dia yang kuambil, aku<br />punya koleksi album2 foto dia dikamarku.<br /><br />Hingga pada suatu hari, aku harus minta ijin tidak masuk ke sekolah<br />karena ayah bokapku (alias kakek-ku) meninggal & aku harus melawatnya<br />di kota kelahiranku. Tapi setelah selesai pemakaman beliau, aku harus<br />pulang sendiri ke rumah (jarak ke kota kelahiranku hanya memakan waktu<br />3 jam), karena aku ada ulangan besok harinya (udah deket ma EBTANAS),<br />sedangkan ortu & adik2-ku masih tinggal sampe esoknya.<br />Sekitar jam 5 sore, saat aku lagi duduk-duduk sambil baca buku<br />pelajaran untuk ulangan besok di teras depan kamarku (kamarku ada di<br />lantai 2), kudengar ada yang bunyiin bel,<br />"Siapa sih tamu sore-sore begini.....?!" gerutuku. Aku langsung turun<br />sambil membawa buku cetak/panduanku & membuka pintu ruang tamu........<br />"......loh kok lo-lo pada, tumben pake ngebel segala sih?" rupanya<br />yang dateng itu geng-ku & biasanya kalo mereka dateng langsung<br />nyelonong ke kamarku lewat garasi dan...<br />" ......Re...Reni, sama siapa Ren?" aku terbata ketika kulihat Reni &<br />Fely (salah satu anggota gengnya) pun dateng pula!!!<br />"Ini nih sama si Fely..." belum habis kagetku dengan kehadiran si<br />Tompel ini, tiba2 Budi (salah satu anggota gengku) maju dan<br />menyalamiku,<br />"No, sorry yah. Kita ikut berduka cita atas meninggalnya Bokap<br />lo....." hah...ini kejutan apalagi sih!!!<br />"eh, Bud....hari ini kan bukan tanggal 1 April kan....?!" dan satu<br />persatu mereka mulai menyalamiku; Dedi, Irawan, Deni, Rianto, Unggi,<br />Fely & terakhir Reni.<br />"Tunggu...tunggu dulu dong, enak aja lo pada nyumpahin bokap gua<br />meninggal !!! " teriakku ke arah geng-ku yang lagi pada pasang muka<br />serius.<br />"Loh kan, katanya.....begini No, kita dapet informasi dari wali guru,<br />kalo bokap lo meninggal subuh tadi, trus kita langsung deh kesini<br />seabis latihan volley tadi". si Deni ngejelasin.<br />Akhirnya setelah aku jelasin kalo yang meninggal itu kakek-ku bukan<br />bokap-ku baru deh mereka ngerti. Ya udah karena sudah kadung pada<br />dateng, sebagian geng-ku yang nggak satu kelas langsung nyerbu video<br />betamax-ku di ruang keluarga (udah pada nganggap rumah sendiri).<br />Sedangkan yg sekelas, langsung merebut buku panduan-ku, mo belajar<br />katanya sih....,karena kita semua nggak satu kelas (kelas III kita<br />dibagi dua A dan B & Reni termasuk yg nggak sekelas denganku). Aku<br />yang lagi tanggung belajar untuk ulangan besok, langsung naik ke<br />kamarku untuk mengambil buku catatanku. Sedang asyiknya aku mencari<br />buku catatanku di kamarku yang seperti kapal pecah ini, tiba-tiba ada<br />suara halus yang memanggilku dari arah tangga,<br />"No...No, dimana sih lo? " Itu...itu suara si Tompel,<br />eh.....Reni, .......ya amplop, rupanya saking kagetnya atas kedatangan<br />Reni ke rumahku yang untuk pertama kalinya tadi, hingga aku<br />melupakannya, abis dia tadi lagi asik sama gengku nonton film di<br />bawah.<br />"Ya....ya, disini...." belum habis jawabanku.....eh, dia udah berdiri<br />di depan pintu kamarku.<br />"No, gua ikut mandi dong di kamar mandi lo, abis yang di bawah lagi<br />dipake ma si Rianto tuh....."<br />"Tuh disana, pake aja anduk yang ada di rak......" kebetulan di<br />kamarku ada kamar mandinya, dan ketika dia (sambil bawa tas<br />olahraganya) melewati ku, ....ehm, lumayan kecium wangi dari tubuh<br />nya... padahal dia kan abis keringetan maen volley. Nggak terlalu lama<br />sih dia mandinya, kali cuman bilas-an aja yah. Begitu keluar dari<br />kamar mandi, sambil ngelemparin tasnya ke sudut kamarku, dia<br />menghampiri rak kasetku.<br />"No, koleksi kaset lo lumayan juga yah, cuma....." kata Reni sambil<br />mengacak-acak rak kasetku, sampe ada satu kaset yg jatuh.<br />"Cuma apa, Ren?" sambil menoleh aku melihat dia lagi nungging ke<br />belakang rak kasetku, ngambil kaset yang dia jatuhin tadi. Tapi ketika<br />dia tarik tangannya dari belakang rak, bukan kaset yang jatuh tadi<br />yang dia ambil melainkan satu buah album foto........album foto! Itu<br />kan album foto-ku yang berisi koleksi foto2 nya Reni di pertandingan2<br />olahraga itu !!! Ya, amplop........aku lupa naro lagi itu album<br />ketempat persembunyiannya semula, di atas lemari pakaianku !!!<br />Aku sudah pasrah (yang waktu itu lagi) duduk di jendela, ketika dia<br />mulai membuka-buka album foto itu halaman demi halaman, tapi kulihat<br />ada senyum manis di ujung bibirnya.<br />"No, jadi bener yah yang diceritaiin si Irawan, kalo lo ngoleksiin<br />foto2 gua ...... " kata dia sambil menghampiriku. Asal tahu aja, si<br />Irawan itu salah satu cowo yang pernah macarin Reni di awal kelas III<br />SMP dan kalo nggak salah, Reni sampe sekarang dia lagi sendirian.<br />"Lo kok nggak pernah ngomong ma gua sih, kalo lo naruh perhatian ma<br />gua...?" kata dia sambil menaruh album foto-ku diatas tape deck-ku &<br />dia terus merapatkan badannya diantara kedua paha-ku ......... aduhh,<br />gimana nih?<br />"Gua udah tahu kalo lo ada perhatian ma gua sejak lo jadi<br />fotografernya. OSIS, ya kan......?"kata Reni sambil ngelingkarin<br />tangannya ke arah punggung-ku. "Gua lebih keyakinin lagi setelah<br />sekarang gua liat sendiri ma mata gua sendiri kalo semua itu<br />bener ...... " dan tanpa kusadari, tau2 bibirnya Reni udah menempel di<br />bibir-ku, '......alamak, finally my dream is coming true' ...syet deh,<br />sempet2-nya aku mikir gitu.<br />".......ehm, Ren...?" Terhanyut oleh permainan bibir kami, aku spontan<br />turun dari jendela, membalas pelukannya & membalas pula jilatan2<br />lidahnya di dalam mulutku. Lama2 pegel juga nih bediri gini, aku<br />dorong dia ke atas tempat tidurku. Ketika dia sudah terlentang, aku<br />mulai menarik kaosnya ke atas sebatas perutnya & langsung ku ciumi<br />sasaran pertamaku, perutnya yang ....... alamak, putih bersih! Aku<br />jelas terangsang dong dengan semua adegan ini, mimpi apa gua semalam<br />sampe dia ada dipelukanku sekarang.<br />".......No....geli..." Setelah aku puas menjilati perut datarnya<br />(termasuk udelnya, yang membuat dia semakin kegelian) aku mulai<br />mendorongkan kaosnya lebih ke atas, ada manfaatnya juga rupanya aku<br />sering nonton blue filmnya bokapku (yang pasti aku nontonnya kalo<br />rumah lagi sepi dong).<br />".......lepas yah Ren....sekalian sama....?" sambil meminta ijin<br />darinya, aku menunjuk pada branya. Reni sudah pasrah rupanya, sambil<br />memejamkan matanya dia berusaha mengangkat bahu & kepalanya, memberiku<br />jalan untuk melepaskan kaos & branya. Begitu kaosnya terangkat sebatas<br />kepalanya.......terlihatlah buah dada Reni dibalik branya. Tak kuasa<br />aku untuk tidak menyentuhnya dengan bibirku sebelum terlepas dari<br />branya........betapa lembutnya bukit kembarmu, Ren.<br />"Geli.....No,.......ohh" terpekik dia saat lidahku mulai menyapu di<br />sekitar lingkaran buah dadanya. Aku semakin menjadi untuk menjilat,<br />mencium dan mengulum buah dadanya saat erangannya terdengar lagi.<br />"ohhh.......ehm....No, ohh....ohh" ciumanku semakin naik ke atas ke<br />arah lehernya dan berakhir di kupingnya.<br />"Ren, gua sayang ma lo ...." desahku dikupingnya sambil menciumi<br />telinganya.<br />"Lo aja yang telat bilangnya, No....oohh..."<br />"Lo tau nggak, Ren ...sebenernya gua udah merhatiin lo sejak kelas IV<br />SD dulu....."<br />"Lo......lo gila,No. Selama itu lo merhatiin gua?"<br />"Ya, tapi perhatian gua itu baru berubah jadi rasa sayang sejak gua<br />jadi paparazi OSIS......"<br />"Ohhhh........No, lo bener2 gila.....mmph" pekik dia sambil menciumku<br />dengan hangatnya.<br /><br />Kayanya terpaksa saya putus dulu sampe disini dulu yah, abis prolognya<br />yang kepanjangan kali yah. Maaf deh, soalnya saya ingin menjelaskan<br />sejelas mungkin karena berkaitan erat dengan tokoh2 ceritaku itu untuk<br />cerita2 selanjutnya. Saya tunggu juga kalo ada comment dari rekan2,<br />agar aku dapat memutuskan untuk meneruskan atau tidaknya ceritaku ini.<br />Terima kasih.<br /><a href="file:///post/ceritaseru?protectID=014089192185193237028218164140244063078048234051197">b_eno_w@y...</a></pre></span></span>dery_boledhttp://www.blogger.com/profile/10242059087321130258noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6417611402379692210.post-30588214948325330952009-08-26T01:09:00.000-07:002009-08-26T01:31:25.012-07:00Tante ku yang menjebakku<span><span style="font-size:100%;"><pre>Sebelumnya gue mau bilang ke elu-elu semua yang baca bahwa semua yang<br />gue ceritain ini, elu semua boleh nganggep bohong belaka atau isapan<br />jempol.Tapi bagi yag percaya gue ucapin terima kasih...<br /><br />Cerita ini bermula pada saat gue masih berumur 17 taon, saat itu gue<br />masih duduk di bangku SMA. Waktu itu gue akuin kalo gue emang<br />tergolong anak yg bandel, gue seneng banget nongkrong/ngumpul sama<br />anak-anak yang usianya jauh diatas gue. Itu semua berakibat pada umur<br />segitu gue udah ngerasain sex bebas. Sampai pada suatu hari (hari<br />sabtu)..., waktu gue baru bangun tidur telepon rumah gue bunyi dan<br />saat itu seperti biasanya dirumah engga ada orang selain gue dan<br />nyokap gue. Dengan terpaksa walaupun mata masih lima watt gue jalan ke<br />ruang tengah buat ngangkat telepon. Ternyata dari cewek gue...langsung<br />aja rasa ngantuk gue ilang sama sekali, berhubung dari semalem gue<br />udah ngerencanain kegiatan yang mantaf punya dengan cewek gue itu.<br />Ngobrol punya ngobrol engga taunya cewek gue ngasih kabar bahwa pada<br />hari itu dia ada acara dengan keluarganya keluar kota katanya sih<br />arisan keluarga dan dia mau engga mau harus ikut.Walaupun dengan<br />segala macam rayuan dia tetap bilang kalo engga bisa jalan ama gue<br />hari itu, denga kesal telepon gue banting yang ada dipikran gue saat<br />itu...ilang deh rencana yang udah gue buat semaleman, padahal gue udah<br />ngebayangin malem ini bakalan ngelonin body cewek gue yang aduhai....<br />Abis teleponan gue berniat nyari rokok gue ke kamar dan sekalian<br />bermaksud buat tidur lagi...abis kesel sih!.Baru beberapa langkah<br />telepon udah bunyi lagi...gue pikir ini pasti dari cewek gue lagi. Pas<br />gue angkat ternyata dari kakaknya nyokap gue, berhubung gue lagi bad<br />mood gue bilang aja kalo nyokap gue masih tidur. Tante gue akhirnya<br />hanya kasih tau kalo acara jalan ama nyokap gue dibatalin dan minta<br />tolong untuk disampein. Abis itu gue engga jadi ngambil rokok gue<br />dikamar tapi gue langsung menuju ke kamar nyokap buat ngasih tau<br />perihal telepon tadi.<br />Waktu gue buka pintu kamar gue lihat nyokap gue sedang duduk di<br />ranjang sambil sandaran di bantal dan nyokap kelihatan sedang merem<br />sambil tangannya maninin nonoknya sendiri pake alat yang mirip seperti<br />kontol beneran. Waktu itu gue kaget setengah mati takut kalo nyokap<br />gue marah...tapi keliatannya nyokap gue juga kaget bercampur malu. Dia<br />langsung ngeberesin bajunya yang acak-acakan dan peralatannya di<br />masukin kelaci tempat tidur. Sambil masih kaget gue bialng aja... "Mah<br />tadi ada telpon dari tante Avin katanya acara hari ini batal!". Gue<br />lihat nyokap gue udah bisa netralisir keadan dan bilang "Oh...Gitu<br />toh...ya udah engga apa-apa Jim, maksih deh...!" Setelah itu gue<br />langsung aja beranjak menuju ke pintu untuk segera keluar dari kamar<br />nyokap.<br />Tapi baru beberapa langkah gue denger nyokap manggil gue..."Jim...kamu<br />mau nolongin Mamah engga sayang...?"."Nolong apaan sih Mah? pasti<br />Jimmy mau dong..!", sambil gue balik badan. "Sini dulu dong, duduk<br />disini samping Mamah...!" kata nyokap. Dengan masih agak bingung gue<br />duduk juga disamping nyokap gue. Trus nyokap gue bilang..."Jim...kamu<br />kan tadi udah liat Mamah lagi ngapain kan...!, abis Papah kamu udah<br />lama engga pulang sih Jim, kamu pasti ngerti lah...!!". "Iya<br />Mah...Jimmy ngerti koq'" jawab gue. "Trus Jim...Mamah kayaknya lagi<br />nanggung nih..!Kamu bisa tolong mamah sebentar kan?", tanya nyokap gue<br />lagi. "Maksud mamah apa nih...Jimmy belon ngerti Mah...?", gue belagak<br />bego. "Kamu Mamah ajarin deh! nanti juga kamu ngerti gampang koq<br />Jim...!". Abis itu nyokap gue langsung ngelepas dasternya dan dibalik<br />itu dia ternyata udah engga pake apa-apa lagi...!!alias bugil...(gile<br />juga yah nyokap gue). Gue kaget bukan main tetapi berhubung pingin tau<br />juga gue diem aja sambil memperhatikan bentuk tubuh nyokap gue,<br />ternyata body nyokap gue masih dua tingkat diatas body cewek gue. Body<br />nyokap gue kelihatan udah mateng bener, teteknya masih kenceng dengan<br />puting yang tegak menantang. Jembut yang lebat namun ditata dengan<br />rapi berbentuk segitiga sehingga bagi yang melihatnya merupakan suatu<br />pemandangan yang menggiurkan.<br />Tanpa gue sadarin kontol gue udah ngaceng dan berhubung gue cuma pake<br />celana pendek tipis doang maka jelas terlihat. Dan rupanya hal ini<br />disadari oleh Nyokap gue, "Nah kan kamu udah mulai terangsang...jadi<br />kayaknya makin gampang aja nih Jim...?", kata nyokap gue sambil usaha<br />untuk ngelepasin semua baju gue. "Tapi Mah...nanti apa kata<br />orang...?", sahut gue sekenanya. "Kan engga ada yang ngeliat<br />Jimmy...dan ngapain juga kita harus kasih tau ke orang-orang...cukup<br />kamu sama Mamah aja...!", Nyokap gue ngasih penjelasan. Setelah baju<br />sama celana pendek gue lepas maka gue cuma pake celana kolor doang,<br />dan gue lihat Nyokap gue ngasih kode ke gue untuk ngelepasin yang satu<br />itu juga. Tapi gue masih ragu "Kan malu Mah...", kata gue. "Malu sama<br />siapa sih Jim...kan cuma sama Mamah aja masa sih kamu malu...ya udah<br />Mamah yang lepasin yah...?", abis bilang gitu nyokap gue ngeplorotin<br />celana dalem gue dan ngelempar ke kolong ranjang. Setelah CD gue lepas<br />maka kontol gue yag dari tadi udah ngaceng berat langsung nunjuk ke<br />muka nyokap gue. "Wah punya kamu lumayan juga nih...Jim, kayaknya sih<br />sama dengan punya Papah kamu nih...!", sambil ngomong gitu nyokap gue<br />ngelus-ngelus kontol gue dengan lembut. Perasaan gue saat itu kayaknya<br />gimana...gitu...gue engga tau lagi harus berbuat apa, jadi gue diemin<br />aja sambil mencoba nikmatin apa yang diperbuat nyokap gue. Abis itu<br />nyokap langsung jilat palkon gue yang udah berdenyut-denyut engga<br />karuan, sambil sesekali ngelamot abis batang kontol gue yang lumayan<br />gede.<br />Selang beberapa menit nyokap gue nyuruh gue untuk naik ke ranjang,<br />maka kita berdua segera beranjak dari lantai kamar ke atas ranjang<br />nyokap gue yang empuk dan luas. Nyokap gue langsung ambil posisi<br />celentang dengan kedua pahanya dikangkangin lebar-lebar sambil<br />bilang..,"Jim...coba kamu sini...jilatin tetek Mamah dong...!".<br />Berhubung gue udah dirasuki oleh birahi yang tinggi ditambah memang<br />seharusnya hari ini gue ngelakuin ini dengan cewek gue sendiri dan<br />acara itu ternyata gagal total, maka gue langsung aja menghampiri<br />tetek nyokap gue yang masih kelihatan kencang dan padat walaupun tidak<br />begitu besar tapi cukup proposional dengan ukuran tubuhnya. Gue lantas<br />ambil inisiatif untuk menjilati bagian putingnya dulu sambil sesekali<br />menggigit gemas (dalam urusan begini gue udah bukan beginer lagi).<br />Usaha ini ternyata menimbulkan rangsangan buat nyokap gue ini terbukti<br />dengan terdengar rintihan nikmat dari mulut nyokap gue,<br />"Shhhhh....uuuhhhh...shhssshhhsss....aduh...Jim...". Ternyata tetek<br />nyokap gue memang masih kencang dan bertambah kencang setelah gue<br />lamot abis. Setelah puas dengan tetek gue mulai turun ke bagian bawah<br />yaitu ke bagian nonok nyokap gue. Gue mulai dari arah jembut yang<br />berbentuk segitiga terus turun ke arah itilnya yang udah mulai nyembul<br />keluar, semua gue jilat abis sampe engga ada yang kelewat. Suara<br />nyokap gue yang tadinya cuma rintihan<br />berubah menjadi teriakan, "Aaaahhhh.... waaawww... Jim... aduhhhh...<br />Jim... kamu pinter banget sih....ahhhh....shhhhh...!". "Udah Jim....<br />ahhh.. Mamah udah engga tahan nih...!!", kata nyokap gue lagi. ya<br />udah, abis itu gue bangun dan langsung gue arahin kontol gue ke arah<br />lobang vagina yang udah basah mendekati banjir. Gue masukin pelan-<br />pelan...dan terasa hangat, bleeep...masuk sudah kontol gue ke dalem<br />nonok nyokap gue. Walaupun terasa sedikit agak longgar dibanding punya<br />cewek gue tapi ranggsangan yang gue terima lebih besar dan ini semua<br />menambah nikmat yang tidak ada bandingnya. Pelan-pelan gue maju<br />mundurin kontol gue sesuai dengan gerakan yang dilakukan nyokap gue,<br />makin lama gerakan gue makin cepat dan gue rasain tubuh nyokap gue<br />bergetar hebat sambil kedua tangannya meremas pantat gue kenceng<br />banget. Gue tau kalo nyokap gue udah orgasme dan itu pun ditandai<br />denga erangan hebat..."Aaaaawwww..... ahhhh.... Jimmyyyyyy.....<br />aduuuuhhhh.... Mamah engga tahan Jim.....aaahhhhhhh........", gue<br />ngerasa kontol gue dibanjiri oleh cairan yang membuat makin licin dan<br />kayaknya gue juga udah engga tahan. "Mahhhh.... Jimmy udah mau keluar<br />nihhhhh..... ahhh.....,keluarin di dalem apa diluar Mah.....?", tanya<br />gue. "Udah keluarin di dalem aja Jim...engga apa-apa koq....!", jawab<br />nyokap sambil ngelus ngelus pantat gue. Dengan cepat gue gesekin<br />kontol gue dan akhirnya muncratlah peju gue di dalem nonok nyokap gue,<br />"Creeet...creeeet.....creeeet....aaaahhhhhhh, Mah enak banget<br />nih....", ujar gue setelah muncratin peju gue banyak banget. "Iya<br />sayang...Mamah juga enak koq....", balas nyokap dengan lembut di<br />kuping gue. "Tuh...Jim gampang kan...udah gitu enak lagi!!", kata<br />nyokap gue setelah kita berdua tidur berdampingan sambil menyeka<br />keringat yang keluar dari tubuh masing masing.<br />"Jimmy makasih banyak yah...sayang...yah...!", kata nyokap gue sambil<br />mengecup pipi gue lembut banget, abis berkata begitu dia langsung<br />bangun dan beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan badan dengan air<br />dari shower. Sambil masih tiduran gue, jadi berpikir apa yang gue<br />lakuin dengan nyokap gue ini bener apa salah...tapi ini semua awalnya<br />kan diluar kehendak gue sendiri jadi akhirnya gue putusin "What the<br />hell lah...". Semenjak saat itu gue jadi rutin ngelakuin itu sama<br />nyokap gue dan kita udah bikin jadwal tetap disesuaikan dengan jadwal<br />kepulangan bokap gue, dan itu semua yang ngatur nyokap gue sendiri.<br />Hubungan dengan cewek gue masih berlanjut tapi itu cuma sekedarnya,<br />cuma buat pelampiasan kalo bokap gue pulang dan libido gue lagi<br />tinggi. Yang jelas setelah saat itu gue Cuma pingin ngentot sama<br />nyokap gue sendiri karena rasanya lebih nikmat dibanding dengan yang<br />lain. Sekian cerita dari gue, sekarang gue udah berusia 25 taon dan<br />udah kerja di salah satu perusahaan yang bergerak dibidang komputer.<br />Sampai saat ini gue masih suka ngelakuin itu sama nyokap gue Cuma<br />frekuensinya udah jarang, itu juga kalo kepingi aja dan lagi malas<br />untuk keluar rumah.</pre></span></span>dery_boledhttp://www.blogger.com/profile/10242059087321130258noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6417611402379692210.post-37271553358096674642009-08-26T00:50:00.000-07:002009-08-26T01:31:25.012-07:00Pengalamku<span><span style="font-size:100%;"><pre>Sebelumnya perkenalkan namaku Barry, Barry<br />Wardoyo lengkapnya. Aku adalah anggota baru CCS ini. Aku diperkenalkan<br />oleh seorang teman mengenai dunia internet dan tentu saja CCS ini.<br />Jadi boleh dibilang aku masih awam soal internet. Tapi semenjak<br />membaca cerita-cerita arsip CCS (<a href="http://browse.to/ceritaseru" target="_top">http://browse.to/ceritaseru</a>), aku<br />tergelitik untuk ikut berpartisipasi menceritakan pengalaman aku yang<br />pertama kali dengan wanita. Sebelumnya mengenai diri aku. Aku adalah<br />seorang bujangan dan sekarang bekerja di sebuah perusahaan kecil di<br />daerah Jakarta Barat. Pendidikan aku hanya sampai SMA ditambah<br />beberapa kursus ketrampilan. Aku adalah orang awam di komputer dan<br />internet, jadi maafkan aku kalau aku kurang lincah dalam bertutur<br />kata. Umurku sekarang 30 tahun dan belum ada keinginan untuk menikah.<br />Belum adanya keinginan itu berkaitan erat dengan serangkaian<br />pengalaman yang akan ku ceritakan kepada teman-teman pembaca semua<br />dalam tulisanku.<br /><br />Baiklah, aku akan mulai bercerita 'pengalaman pertama' ku bersenggama<br />dengan seorang wanita. Wanita yang telah melepaskan keperjakaanku<br />adalah tanteku sendiri. Dan kisah ini dimulai ketika aku masih berumur<br />20 tahun dan saat itu sedang menjadi pengangguran (baru lulus SMA dan<br />belum dapat pekerjaan). Pada saat itu aku masih tinggal di rumah orang<br />tua aku di Jakarta juga.<br /><br />Kebetulan keluarga kami tinggal saling berdekatan dengan para sanak<br />famili. Salah satunya adalah keluarga Oom Rudi dan Tante Yok. Oom Rudi<br />ini adalah sepupu jauh dari ayah aku. Oom Rudi adalah seorang<br />pengusaha dan punya usaha di Surabaya sehingga dia sering pergi ke<br />Surabaya untuk mengurus bisnisnya. Oom Rudi sudah berumur sekitar 43<br />tahun. Fisiknya cukup ganteng meskipun rambutnya sudah tidak selebat<br />dulu. Tante Yok, nama lengkapnya adalah Yohana Kardina - disingkat<br />menjadi Yo(hana) K(ardina), pada saat itu sudah berumur 38 tahun.<br />Fisiknya masih menggairahkan, menurut pandangan aku. Rambutnya masih<br />hitam dan panjang terawat. Kulitnya putih mulus. Tubuhnya sendiri bisa<br />dibilang sintal dan montok - meskipun memang ada kecenderungan agak<br />gemuk di bagian pinggang, seperti layaknya wanita menjelang paro baya.<br />Buah dadanya tidak terlalu besar tapi proporsional dengan tubuhnya<br />yang tinggi, sekitar 170-an. Wajah tante Yok sendiri memang cantik,<br />kalau anda suka nonton filmnya Susana - nah kira-kira muka tante Yok<br />itu seperti Susana yang bersuamikan Clift Sangra itu. Oom Rudi dan<br />Tante Yok punya 1 orang anak perempuan, umurnya sekitar 15 tahun<br />namanya Camelia dan dipanggil Lia.<br /><br />Sewaktu suami Tante Yok yaitu Oom Rudi sering bertugas ke Surabaya<br />maka Tante Yok menjadi kesepian dan sering bermain ke rumah untuk<br />ngobrol dengan ibuku. Susahnya di situ ! Kadangkala Tante Yok lupa<br />untuk duduk secara sopan, kadangkala ia tanpa sengaja menyingkapkan<br />roknya atau bajunya sehingga beberpa kali terlihat pahanya hampir pada<br />celana dalamnya ataupun ketiaknya. Waduh waktu itu aku merasa<br />terangsang karena terus terang saja paha Tante Yok itu terlihat putih,<br />mulus dan padat menggairahkan. Ketiaknya ketika tak sengaja tersingkap<br />memperlihatkan bulu-bulu hitam yang sangat banyak.<br /><br />Sejak awal itulah aku mulai ngelamunin dia, gimana ya rasanya jika aku<br />bersetubuh dengan dia, aku menelanjangin dia dan melihat seluruh<br />anggota tubuhnya tanpa dihalangi oleh apapun ? Rasanya itu terus<br />membayang di mata aku dan mulailah aku melakukan masturbasi dan selalu<br />membayangkan Tante Yok sebagai wanitanya. Aku hampir-hampir tidak bisa<br />menahan libido aku itu. Kalau ia berkunjung aku kerap berusaha untuk<br />ngintip kalau-kalau dia 'open' lagi. Gelas minuman yang disuguhkan<br />kepadanya sering aku minum lagi, aku mencoba mencari bekas bibirnya<br />dan mencoba merasakannya dan membayangkan bagaimana jika aku dicium<br />oleh Tante Yok.<br /><br />Cerita ini berlanjut terus. Ketika itu aku harus menjaga rumahnya<br />karena Oom Rudi dan seluruh keluarganya harus pergi ke Surabaya. Jadi<br />Oom Rudi minta tolong orang tua aku untuk bantu menjaga rumah mereka<br />karena letak rumah kami yang berdekatan (hanya sekitar 15 menit jika<br />naik ojek). Karena hanya aku yang 'bisa dipakai' kapan saja pada saat<br />itu, maka orang tua aku menyuruh aku untuk menjaga rumah Oom Rudi dan<br />tante Yok. Waduh kebetulan sekali, begitu pikir aku waktu itu. Jadi<br />aku bisa lihat-lihat segala macam foto-foto keluarga mereka, tentu<br />yang utamanya adalah foto tante Yok (he..he.). Kira-kira ada sekitar 1<br />minggu aku bertugas jaga rumah mereka ketika tiba-tiba pada hari<br />ketujuh (kalau aku nggak salah hari Senin) tante Yok terpaksa kembali<br />sendirian karena ternyata ia harus mengurus sesuatu yang penting. Nah,<br />waktu itu ia kembali sudah menjelang malam, sekitar jam 7. Aku sedang<br />nonton TV<br />pada saat dia pulang. Terus terang aku cukup surprise dan deg-degan<br />juga karena aku hanya berdua saja dengan perempuan yang sering jadi<br />tamu mimpi ini.<br /><br />Tante Yok sendiri langsung masak untuk menyiapkan makan malam dan aku<br />menawarkan diri untuk membantunya. "Boleh, makasih banget lho Barry.."<br />katanya. Waktu aku bantu tanpa sengaja ia sedang duduk untuk<br />membersihkan dan aku berdiri mencuci pisau dan segalanya. Bajunya<br />tersingkap sehingga aku melihat buah dadanya meskipun tidak<br />sepenuhnya. Buah dadanya ukurannya sedang dan putih dibungkus oleh BH<br />berukuran sedang. Aku rasanya 'naik' melihat pemandangan itu. Buah<br />dadanya bergoyang seirama dengan gerakannnya. Aduh mak! Ketika aku<br />lagi begitu, ia menoleh dan tersenyum pada aku, rasanya senyumnya<br />adalah senyum yang paling manis di dunia saat itu. "Kenapa Barry ?"<br />dia nanya, "Nggak apa-apa kok Tante." jawabku.<br /><br />Terus aku dan dia mandi (ruangnya terpisah lho). Aku selesai duluan<br />dan karena aku biasanya tidur di kamar Oom Rudi dan Tante Yok maka aku<br />ke kamarnya untuk pakaian dan bebersihan sehabis mandi. Waduh nggak<br />tahunya dia baru selesai mandi dan cuma lagi pakai BH dan celana<br />dalam, lagi mau milih baju mana yang dipakai. Seng! rasanya darah aku<br />naik ke kepala. Dia kaget dan agak menjerit dia berkata "Aduh Barry,<br />entar dulu ya, Tante lagi pakaian nih!" tapi nggak ada nada marah<br />dalam suaranya. Aku keluar tapi aku nggak bisa melupakan apa yang aku<br />lihat tadi. Tante Yok sedang berdiri di depan lemarinya yang pakai<br />kaca. Di kaca itu aku lihat tubuhnya, buah dadanya yang nggak gitu<br />besar tapi rasanya aduh gimana gitu nggantung ditutupin BHnya.<br />Ketiaknya yang berbulu hitam dan sangat lebat tumbuh di sekitar<br />pangkal lengannya yang putih. Perutnya yang padat dan ranum, pusarnya<br />yang masuk ke dalam. Pinggulnya yang sedikit gemuk tapi masih sintal.<br />Terus pahanya yang ditutupin sama celana dalam coklat, mulus, putih<br />dan padat. Aku nggak bisa lihat apa yang ada di balik celana itu, tapi<br />rasanya waktu nggak sengaja aku lihat tadi ada sebagian bulu-bulu<br />hitam yang keluar dari celana dalamnya. Berarti kayaknya bulu-bulu<br />vaginanya memang banyak banget, kayak bulu ketiaknya. Waduh, aku<br />tambah ngebet aja ngelihatnya.<br /><br />Makan malam kami biasa saja dan suasananya jadi kaku karena insiden<br />tadi. Kami jadi diam-diaman. Aku diam karena aku malu dan nggak enak<br />karena kejadian tadi. Dia juga diam aja tapi kadangkala curi pandang<br />ke arah aku.<br /><br />Terus kelar makan aku bilang sama dia,"Tante nanti jam sembilanan aku<br />pulang dech." "O, kok buru-buru Barry, besok pagi aja, malam ini<br />nginep aja di sini. Tante juga di sini agak lamaan sekitar dua<br />minggu." Dia bilang gitu. Aku takut makin lama aku di situ makin<br />ngeres pikiran aku, jadi aku berkeras untuk pulang. Akhirnya dia<br />menyerah dan bilang oke. Malangnya (atau mestinya aku bilang pucuk<br />dicinta ulam tiba) keadaan bilang lain. Nggak tahunya nggak lama habis<br />kami makan bersama turun hujan deras banget sampai hujan angin. Yah<br />jelas aku nggak mau sakit, jadi dech aku malam itu nginap lagi di<br />rumahnya sama Tante Yok. Aku tidur di kamar Lia - sepupu jauh aku dan<br />dia tidur di kamarnya. Pas malam hujannya bukan berhenti dan tambah<br />deras, dingin dech ! Sebelum tidur kami ngobrol-ngobrol sambil , dia<br />cerita bisnis Oom Rudi di Surabaya dan aku cerita rencanaku untuk<br />ambil kursus supaya bisa lebih siap untuk kerja. Ternyata tante Yok<br />lupa untuk duduk sopan lagi sehingga pahanya tersingkap sampai agak<br />jauh sehingga aku melihat pahanya yang mulus, waduh rasanya gimana<br />gitu, terus aku ngelihat badan dia secara keseluruhan, terus mulai<br />bayangin kalau aku mulai menindih dia dan bersetubuh sama dia, gimana<br />ya ?<br /><br />Pas malamnya hujan belum berhenti dan tetap deras, kami mulai tidur.<br />Di kamar aku nggak bisa tidur aku terus mikirin Tante Yok, gimana<br />rasanya Oom Rudi kalo lagi ngentotin dia, enak pasti ! Untung dech Oom<br />Rudi dapetin Tante Yok yang montok gitu. Bego dia mau tugas ke<br />Surabaya ninggalin isteri yang begini seksi dan merangsang birahi ini.<br /><br />Tiba-tiba ada suara gedubrak dan aku kaget dengar jeritan Tante Yok,<br />aku loncat dan memburu ke kamarnya. Dia menjerit soalnya ada ular<br />masuk ke kamarnya. Maklum, lokasi rumah kami ada di daerah pinggiran<br />Jakarta Selatan - dan waktu itu masih banyak tanah kosong. Ularnya<br />sudah ada di tempat tidur, jadi cukup dibayangkan gimana perasaannya<br />Tante Yok saat itu. Panik banget dan sudah hesteris. Lalu aku bergegas<br />ke dapur ngambil golok terus aku potong ularnya, lalu aku buang ke<br />depan. Terus aku balik ke kamarnya aku lihat rupanya tuh Ular sawer<br />kena hujan angin yang emang lagi kenceng banget. Aku terus duduk di<br />sisi ranjangnya Tante Yok, dia lagi diam karena shock, lalu aku pikir<br />gimana ya, kamudian seperti dalam film-film yang aku lihat aku pegang<br />tangannya,"Tante, udah nggak ada apa-apa lagi, udah aman kok....".<br />Tiba-tiba aja dia meraup dan menyembunyikan kepalanya di dadaku, hep !<br />rasanya aku kaget nerimanya, aku dengan sedikit berdebar memeluk dia.<br />Aku bener-bener agak nervous soalnya Tante Yok yang aku impikan tadi<br />kini ada dalam pelukan aku. Aku bisa pegang badannya, aku elus-elus<br />punggungnya, aku bisa cium wangi rambutnya yang harum dan subur<br />terawat denga baik itu. Waduh rasanya aku nggak bisa ngomong apa-apa.<br />Aku terus menghiburnya dengan mengusap-usapnya menenangkannya dengan<br />kata-kata pelan.<br /><br />Tiba-tiba ia menengadah melihat kepada aku. Di tengah remang- remang<br />cahaya lampu kamarnya yang cuma 10 watt, aku melihat dia. Matanya sayu<br />melihat aku, mulut yang sedikit terbuka, bibir yang ranum, merah,<br />basah dan matang, nafasnya yang hangat dan harum menderu di wajah aku.<br />"Makasih Barry, tante bener- bener kaget tadi....Aduh makasih banget<br />ya...?". Aku ketawa dan bilang "Nggak apa-apa kok Tante. aku juga<br />kebetulan tadi belum pules banget...". Aku terus mau beranjak dan<br />dengan agak menyesal aku melepaskan pelukan aku padanya, aku rasanya<br />rugi melepaskan tubuhnya yang hangat dan menimbulkan rangsangan aneh<br />bagi diri aku itu. Dia juga kelihatannya gimana gitu. setelah aku<br />bener-bener melepaskan dia aku baru perhatiin dia, Tante Yok sangat<br />cantik dengan baju tidurnya yang berwarna lembut, tanpa lengan<br />sehingga memperlihatkan pangkal lengannya yang putih dan berisi, dan<br />ketiaknya yang berbulu hitam keriting lebat dan menebarkan aroma harum<br />deodorant pula. Dengan perasaan campur aduk aku mulai beranjak keluar<br />kamar dan keluar. Terus aku diam sebentar di balik pintu kamarnya dan<br />aku merenung. Aku merasa betul-betul jadi laki-laki yang paling<br />beruntung di dunia ini tadi ketika aku memeluk Tante Yok. Badannya<br />begitu montok dalam bayanganku, padat dan harum khas seorang wanita<br />yang matang. Aduh coba aja aku bisa cium dia, menelanjangi dia dan<br />mulai ngentotin dia, hem rasanya ......Aku betul-betul ngiri sama Oom<br />Rudi yang bebas untuk ngentot sama Tante Yok ini, ya soalnya istrinya<br />sendiri......<br /><br />Pas aku lagi betul-betul gila sama pikiranku ini, tiba-tiba pintu<br />kamarnya terbuka dan dia berdiri manggil aku pelan dan lembut<br />"Barry....". Aku berbalik dan aku sedikit tertegun. Tante Yok berdiri<br />di depan pintu dengan pandangan sayu menatap ke arahku, begitu cantik<br />di mataku. Mukanya terlihat putih dan mulus. Pipinya sedikit kemerah-<br />merahan. Bibir yang merah dan sensual. Rambutnya yang agak panjang<br />terurai hingga hampir mencapai pinggangnya. Semuanya terasa begitu<br />indah dan alami di mataku dan makin menambah birahiku. "Apa Tante..."<br />jawabku. "Tante takut tidur sendiri, takut....nanti ularnya dateng<br />lagi, kamu udah tidur.......", dia diam sejenak dan sambil menundukan<br />kepala ia bertanya,"Kamu maukan temani Tante tidur di sini malam ini<br />?", sambil berkata demikian ia memandang pada aku. Waduh rasanya saat<br />itu aku nggak bisa berkata apa-apa, aku seperti kejatuhan bulan saja.<br />Bayangkan, Tante Yok yang sering aku gila-gilai ini kini meminta aku<br />tidur nemenin dia, aduh men ! aku bisa loncat saking senengnya nich !<br />"Boleh Tante,....tapi kan tempat tidurnya cuma satu, jadi gimana<br />dong ....?". Dia tersenyum mendengar pertanyaan aku, ya soalnya aku<br />juga tahu sopan dong masa aku tidur sekamar dan seranjang lagi dengan<br />seorang perempuan, perempuan dewasa dan menggairahkan lagi ! "Pokoknya<br />beres Barry, kamu nggak usah takut..." sambil berkata demikian Tante<br />Yok melemparkan senyum manis kepada aku dan mengedipkan sebelah<br />matanya kepadaku. "Yuk, anginnya dingin....di kamar lebih hangat."<br />Tante Yok kemudian masuk sambil melemparkan senyum kepada aku. Saat<br />itu aku merasa panas dan dingin, saat itu antara takut, senang, cemas<br />kumpul jadi satu. Takut soalnya ini pengalaman aku yang pertama tidur<br />sekamar dan serangjang sama wanita yang bukan ibu aku, senang karena<br />aku dapat tidur seranjang sama Tante Yok yang sering aku lamunin itu,<br />cemas karena aku takut ketahuan sama Oom Rudi.<br /><br />Aku nekat dan mulai membuka pintu dan melangkah masuk.....Aku melihat<br />Tante Yok sedang berbaring pada sisi seberang jendela yang sawer tadi.<br />Tempat tidurnya ukuran besar sehingga aku dapat tidur pada sisi<br />jendelanya. Kamarnya sejuk karena ada AC yang distel bercampur dengan<br />udara hujan. Aku membaringkan diri dengan dengan perasaan campur aduk.<br />Bayangkan, Tante Yok yang selalu aku impi-impikan itu kini berada<br />dekat sekali dengan aku dan dalam situasi yang paling pribadi. Dia<br />tidur menghadap ke tengah sedang aku memunggunginya. Aku tidak berani<br />melihat ke wajahnya, aku malu, takut dan berbagai perasaan lain<br />berkecamuk menjadi satu dalam benakku.<br /><br />"Barry..." panggil Tante Yok lembut, tangannya meraih bahuku. Aku<br />membalik dengan perasaan kacau.."Ya Tante....."jawabku. "Kamu benar-<br />benar lelaki yang hebat, berani sekali.....Tante kagum sama kamu,<br />makasih ya Tante sudah kamu tolong..." Tante Yok tersenyum manis<br />kepadaku. Aku tersipu mendengar pujiannya. Lelaki yang hebat ? Waduh<br />asyik banget dia njulukin aku begitu. Aku cuma nunduk saja, ketika aku<br />menaikkan pandangan aku, ternyata Tante Yok masih melihat kepada aku.<br />Pandangannya agak lain dengan pandangan seperti yang biasa kulihat<br />kalau ia berkunjung ke rumahku.<br /><br />"Malam ini....." ia berbisik,"Kamu akan Tante kasih hadiah terima<br />kasih dari Tante karena kamu sudah menyelamatkan Tante dan bantu<br />jagain rumah ini....." ia diam sejenak. Aku tidak sabar dan<br />berkata,"Hadiah apa Tante ?" Ia tersenyum dan menjawab ,"Apa yang<br />paling kamu ingini untuk Tante berikan pada kamu ?". Lidah aku kelu,<br />dalam hati aku menjawab, aku ingin menyetubuhi Tante, ingin merasakan<br />bagaimana rasanya memasuki tubuh Tante.... Tapi tentu saja aku tidak<br />berani berkata demikian, hanya aku melihat dia saja bingung mau<br />ngomong apa. Ia mengelus kepalaku dengan sebelah tangannya yang bebas<br />dan berkata,"Kamu sudah melihat Tante habis mandi tadi sore khan ?",<br />aku gugup dan menjawab,"Tapi aku nggak sengaja Tante, sungguh, aku<br />minta maaf...". Ia tertawa dan melanjutkan ,"Tante sudah maafkan......<br />Kamu senang ?" Ia menggoda. Aku merasa mukaku panas tapi aku jujur<br />menjawab,"Ya senang juga Tante.." Tante Yok tertawa kecil (manis dech<br />ketawanya) dan kembali berkata ,"Kamu mau lihat lagi nggak ?" aku<br />melengak tidak mengerti, ia menjelaskan,"Kalau kamu janji tidak cerita<br />pada siapapun termasuk orang tua kamu, Oom Rudi, anak Tante, kamu<br />boleh lihat lagi Tante kaya tadi, mau nggak ?" . Jantung aku berdegup<br />kencang, rasanya kalau ada seribu gunturpun aku tidak akan kaget, aku<br />tanpa berpikir langsung mengangguk dan mengangguk.<br /><br />Tante Yok tersenyum melihat tingkahku, dan mendekatkan wajahnya<br />kepadaku sehingga aku bisa merasakan nafasnya yang hangat dan harum di<br />hidungku. "Kalau kamu mau janji, Tante akan kasih tahu hadiah yang<br />Tante bilang tadi..." ia diam sebentar dan melanjutkan,"Malam<br />ini....tante akan ajarin kamu jadi laki-laki dewasa sebagai rasa<br />terimakasih Tante......." Tante Yok tertunduk malu setelah berkata<br />demikian. What ashame !!! Ternyata perasaan aku tidak bertepuk sebelah<br />tangan, Tante Yok pun mengingini aku, membuat aku jadi laki-laki<br />dewasa ? Waduh istilahnya benar-benar merangsang !<br /><br />"Gimana Barry, kamu mau ?" Tante Yok bertanya dengan pelan... Kini<br />tanpa keraguan meskipun rasa takut itu masih ada aku menganggukkan<br />kepala,"Aku mau tante, tapi...." "Tapi kenapa Barry ?" Ia bertanya<br />nggak mengerti sambil memegang bahuku. "Aku masih hijau Tante, aku<br />takut Tante hamil, takut kalo Oom Rudi tahu, takut kalau ternyata aku<br />nggak bisa memuaskan tante...". Tante Yok merengkuh aku dalam<br />pelukannya sambil berbisik di telingaku, pelukannya terasa hangat, bau<br />harum dari badannya tercium..."Serahkan semua resikonya kepada Tante,<br />Barry. Pokoknya malam ini akan jadi malam yang tak terlupakan buat<br />kamu".<br /><br />Lalu ia melepaskan pelukannya dan berdiri memunggungi aku sehingga<br />retsluitingnya menantang untuk aku buka. Dengan memberanikan diri aku<br />mulai menyentuh kepala retsluitingnya dan menariknya ke<br />bawah........terus ke bawah....dan aku baru sadari bahwa retsluiting<br />yang hanya 40 cm saja sangat panjang dalam situasi seperti ini. Aku<br />bisa melihat punggungnya ! Punggung yang tadi aku lihat kini aku<br />pelototi, begitu putih dengan tali BH nya masih terikat.... Ketika aku<br />memberanikan diri untuk menyentuh tali BHnya Tante Yok membalikkan<br />badan, melihat kepadaku, tersenyum dan meraih tubuhku ke dalam<br />pelukannya. Mukanya sangat dekat denganku, bibirnya mulai<br />mengarah.....dan bibirku mulai mengarah tepat ke arah bibirnya.....dan<br />kami berciuman. Aku merasa seperti di dalam mimpi, aku berhasil<br />mencium Tante Yok !!!!!! Dunia harus tahu aku telah berhasil mencium<br />wanita yang begitu aku nafsui ini Oh..Oh...Oh... Mulutnya terasa<br />hangat, basah.... Bibirnya mulai bergerak dengan liar...mengulum bibir<br />aku. Lidahnya mulai keluar dari sarangnya dan mencari lidahku. Hup !!<br />Lidah aku tertangkap, lalu dengan tak kenal ampun dikulumnya lidahku,<br />ditariknya masuk ke dalam rongga mulutnya sehingga mulut kami seolah-<br />olah telah menjadi satu. Aku mencoba menarik lidahnya, ia<br />mempertahankan .....aku tarik....ia bertahan.....bertahan.....Aaaahh<br />!!! dengan menjerit ia menyerah dan membiarkan aku mulai mengulum<br />lidahnya, menjilati langit- langit mulutnya, sementara bibir aku dan<br />bibirnya saling melumat dan mengunyah....Entah berapa lama aku dan<br />Tante Yok berciuman, namun jelas itu merupakan ciuman yang tak<br />terlukiskan nikmatnya.<br /><br />Ketika bibir kami berpisah dengan suatu bunyi yang sangat keras tanda<br />bahwa kami telah 'mengelemnya' dengan sangat erat, Tante Yok<br />memandangku dengan nanar.."Barry, bahkan Oom Rudi pun nggak sanggup<br />mencium Tante seperti itu..", ia merahupku kembali dan kembali kami<br />berciuman dengan ganasnya, saling menyerang, mengulum, menjilat,<br />menggigit. Ku lumatkan bibirnya hingga Tante Yok mengerang-<br />ngerang.....Enghh....enghhh, ketika aku lengah ia yang menjadi agresor<br />dengan melumatkan mulutku dan intervensi dalam rongga mulutku. Tiba-<br />tiba ia menyemprotkan ludahnya kepada aku dan tanpa pikir panjang aku<br />langsung kumur-kumur dan aku telan...Duh ludahnyapun terasa begitu<br />hangat dan nikmat.<br /><br />Selesai berciuman Tante Yok bergerak menggerayangi badan aku dan mulai<br />menggerayangi pakaianku. Dengan penuh pengalaman ia membuka kaos tidur<br />aku, dan menjerit senang melihat tubuh telanjang aku. Lalu dengan<br />lincah pula Tanteku yang montok dan sintal ini membuka celana pendek<br />tidurku, tapi ia tidak membuka celana dalamku. Kini aku seperti<br />'tarsan' di hadapannya, hanya dengan sebuah cawat di hadapan wanita<br />matang. Aku merasa risih karena baru sekali itu ada seorang wanita<br />(Tante Yok lagi !) melihat aku hampir telanjang bulat. Tapi sungguh<br />Tante Yok memang pinter, ia langsung memunggungi aku dan dengan<br />mendesah ia berkata,"Bukain baju Tante dong Barry....". Dengan sedikit<br />gemetar aku membuka daster tidurnya, dan meluncurlan daster tidur itu<br />menuruni tubuhnya yang putih itu. Darahku serasa naik ke kepala.<br />Inilah pemandangan yang ku lihat tadi sore, tapi tadi sore jauh<br />sekarang amat dekat dan rasanya tubuh Tante Yok itu sekarang begitu<br />mantab, montok, padat, pahanya kencang dan putih mulus, perutnya<br />memang agak buncit sehingga pinggulnya agak besar seperti layaknya<br />wanita yang hampir paro baya tapi buatku itulah yang asyik dan<br />menggairahkan karena pinggul itu sudah berpengalaman......<br /><br />Tiba-tiba Tante Yok berbalik sehingga aku tidak sempat untuk<br />melepaskan asesorinya yang lain. Ia tersenyum dan berkata lembut penuh<br />sayang pada aku,"Nanti ada waktunya Barry..., sekarang kita ciuman<br />lagi yuk, Tante seneng dech dicium kamu...."<br />Aku mengangguk dan Tante Yok segera kupegang kepalanya, mengarahkan<br />mulutnya kepada mulutku dan mulailah kami berciuman kembali. Kali ini<br />lebih panas karena kami sudah setengah telanjang. Aku merasakan<br />kulitnya yang mulus, punggungnya yang bersih dan tangannya<br />menggerayangi dada aku....perut....pusar dan...agggh !!! tangan Tante<br />Yok dengan nakalnya memegang penisku dengan perantaraan celana dalam<br />aku dan terus meremasnya.<br />"OOOggh...Akkkhhhh..Eeennnggkh....Barrryyy....Adduhh.., besar ya.."<br />Tante Yok mengerang, sementara aku kegelian karena Tante Yok<br />meremasnya dengan sangat berpengalaman (mungkin Oom Rudi juga sering<br />diginiin sama Tante Yok kalo mereka lagi ngentot ya ?.<br />"Tante...aduh Tannnntee !!!!...eeenngkh..."Aku mengerang. Tante Yok<br />ketawa lagi dan mulai mencium aku lagi dan kali ini aku nggak mau<br />kalah dari dia, tangan aku juga belajar nggrayangin tubuhnya<br />dia...Aduh mak perutnya aku pegang, bulet gede mulus lho, pusernya aku<br />korek-korek, waktu pas mau aku remas dadanya, dia pegang tangan aku<br />dan dia lihat aku,"Kalau mau pegang musti bisa cium tante sampe tante<br />minta ampun dulu...Bikin tante menjerit minta ampun sama Barry.."Tante<br />Yok nantang. Langsung kali ini tanpa ragu aku pagut bibirnya dan<br />mulaiku kulum, lumat dan kuhisap aroma mulutnya. Ngelumatnya aku<br />panjang-panjang, aku tarik lidahnya... aku sedot air ludahnya. Tante<br />Yok cuma ngerang biasa !!! Aku nggak mau nyerah, aku percepat<br />frekwensi ngelumatnya aku, lidahku mulai ku ulur hingga hampir nyampai<br />kerongkongannya.. "AAAuuughhh..!!! " Tante Yok menjerit...<br />"Adduuuhh... Barrryyyy..,ampun....ookkhh"Ia menjerit keenakan dan<br />kesenangan, dan dengan begitu aku mendapat 'pass' untuk<br />menggerayanginya.<br /><br />Tante Yok tersenyum, dan dengan sedikit serak ia berkata,"Kamu benar-<br />benar hebat Barry...Oom Rudi sendiri nggak bakal bisa nandingin<br />kamu......Kamu pantas untuk menikmati susu tante". Ia berdiri dan<br />tangannya bergerak ke belakang, melepas tali BH nya!!!!!! Kemudian dia<br />diam menunggu inisiatif dariku. Ia tersenyum manis dan dikedipkan<br />sebelah matanya menggodaku. Aduh mak aku gemetar saat itu, aku belum<br />pernah melihat buah dada telanjang Tante Yok, dan memang aku impikan<br />itu, tapi sekarang begitu Tante Yok mau ngasih lihat aku jadi ngeri<br />juga, tapi ngelihat senyumnya yang malam itu rasanya memabukkan aku<br />jadi berani. Dengan deg-degan aku menarik tali BH yang sudah kendor<br />itu dan melucutinya ke bawah diiringi dengan senyum yang menawan dari<br />Tante Yok. Tante Yok membantu mempermudah pelepasan itu, dan entah<br />kemana BH itu terbang aku tidak peduli karena kini ada satu<br />pemandangan indah yang selalu aku impikan. Buah dada telanjang milik<br />Tante Yok !!!! Buah dadanya ukurannya sedang, putingnya coklat agak<br />kehitaman dan berkeriput, menonjol keluar. Buah dadanya tegak keras<br />menanti untuk diemut. Aku melihat kepada Tante Yok minta ijin dan<br />dengan anggukan dan senyuman manis ia berkata,"Nikmati hakmu Barry<br />sayang..." Aduh aku dipanggil sayang oleh Tante Yok ! Keraguan aku<br />hilang dan dengan hati penuh gelora aku mulai mengarahkan kepalaku ke<br />dada Tante Yok.<br /><br />Tante Yok membaringkan dirinya sehingga dengan leluasa aku mulai<br />'mendaki bukit Tante Yok'. Bukit sebelah kanan mulai ku jelajahi<br />lereng-lerengnya sementara putingnya bergerak-gerak menggelitiki<br />hidung, mata, dahi karena aku memutari lereng itu, dan pada puncaknya<br />ku emut puting buah dada Tante Yok dan mulai mengulumnya, belajar<br />untuk menghisapnya. Tante Yok menjerit kenikmatan, meneriakkan nama ku<br />berulangkali sambil terengah-engah seksi. Rasa putingnya itu manis-<br />manis dan kenyal, sehingga aku terus mengulumnya sementara tanganku<br />mengeksplorasi buah dada Tante Yok yang sebelah kiri. Kemudian dengan<br />gerakan cepat aku berpindah ke puting susu Tante Yok yang sebelah kiri<br />dan mulai mengulumnya kembali dengan penuh cinta dan nasfu birahi. Aku<br />sungguh merasa beruntung mendapat kesempatan ini, aku selalu<br />memimpikan Tante Yok dan kini aku telah berhasil menyetubuhinya<br />meskipun aku belum tahu apakah aku bisa menikamti permainan cinta<br />dengan tante Yok ini sepenuhnya seperti yang Oom Rudi perbuat.<br /><br />Tak lupa kuciumi pula kedua ketiaknya yang sangat seksi dengan bulu-<br />bulu hitam yang sangat lebat itu. Ketiaknya berbau harum dan bulu-<br />bulunya yang keriting menggelitik hidungku. Ketika aku mulai menjilati<br />ketiaknya, tante Yok menggelinjang kegelian sambil mendesah-desah<br />sambil menggigiti bibirnya dan kadangkala melenguh memanggil namaku.<br /><br />Sekitar 20 menit aku bermain dengan susu dan ketiak tante Yok, lalu<br />aku mencari mulut Tante Yok, aku rindu untuk mengulumnya kembali. Aku<br />menggeser badanku dan kini aku mengangkangi Tante Yok, aku menindih<br />Tante Yok ! tapi masih ada penghambat untuk masuk yaitu celana dalam<br />kami berdua. Aku melihat wajahnya dan mulai mengulum bibirnya kembali.<br />Tante Yok membalas dengan penuh semangat dan terus memelukku,<br />memegangi kepalaku seolah takut terlepas. Ciuman penuh cinta itu<br />kembali kami lakukan, saling menarik, mengulum, melempar ludah,<br />menjilati rongga mulut, hingga rasanya aku tahu betul rasanya mulut<br />Tante Yok.<br /><br />"Barry,....Rasanya Tante rela kalau kamu Tante kasih seluruhnya, kamu<br />memang pandai dan cepat belajar...." Tante Yok berbisik mesra padaku<br />setelah kami berciuman selama hampir setengah jam sehingga nafas kami<br />terengah-engah karena ciuman kami yang penuh birahi itu. "Maksud Tante<br />apa ?" aku bertanya sambil terus memandangi Tante Yok yang sudah<br />memberikan segalanya buat aku ini. "Tadinya Tante pikir cuma sampai di<br />sini aja, cukup biar kamu tahu dan puas. Tapi Tante jadi sayang sama<br />kamu Barry, rasanya kamu perlu dikasih sampai selesai...." Tante Yok<br />menjawab dengan lirih. "Maksud Tante sampai...." belum selesai aku<br />berbicara Tante Yok sudah mengulum mulut aku lagi dengan penuh cinta,<br />begitu lembut dan nikmat. "Betul Barry... Tante pingin supaya kamu<br />tahu diri Tante sampai yang sedalam-dalamnya, dan tahu gimana rasanya<br />orang bersanggama". "Oom Rudi gimana Tante ?" aku nanya. "Yach, kamu<br />nggak usah pikir itu, pokoknya tetap asal kamu janji diam, ini akan<br />jadi rahasia kita berdua, mau ?" Tante Yok melihat pada aku. Aku diam,<br />rasanya sich kepingin, aku memang sudah lama ngimpiin untuk<br />bersanggama dengan Tante Yok. Tapi setelah Tante Yok sendiri yang<br />nawarin aku jadi ngeri dengan konsekwensinya.<br /><br />Seolah tahu keraguan aku Tante Yok mencium aku lagi dan mulai<br />menggerayangiku lagi. Aku mulai memberikan balasan, namun Tante Yok<br />tidak berlama-lama, Tante Yok mengangkangiku, menindihku dan langsung<br />bergerak ke pangkal pahaku dan dengan cepat membuka benteng<br />pertahananku, sehingga batang kemaluanku mencuat keluar dengan tegak.<br />Aku terpesona oleh tindakan Tante Yok dan sebelum sadar sepenuhnya,<br />Tante Yok mulai mengulum kemaluanku dengan mulutnya !!!! Dia hisap dan<br />dia sedot perkahan-lahan dan aku merasakan nikmat yang luarbiasa, tak<br />tahan aku untuk tidak menjerit,"Akkhhhhh..... Aduhhh... Hohkh....<br />Yok..... Yok........... Ookh.. Yok.. Yok sayang.. MMMmhhh... OOkh<br />YYYooooooookk!!!... Yyooooooooooooooooooook !" Kini aku baru tahu<br />kenapa Oom Rudi suka mengajak tante Yok ke Surabaya jika keadaan<br />memungkinkan. Bener-bener luar biasa Tante Yok ini. Mulutnya yang<br />ranum itu terus mengulum kemaluanku, menghisapnya dengan sangat ahli<br />sambil sedikit diemut-emut dan digigit.<br /><br />Tiba-tiba ia berhenti dan sebagai gantinya ia menjilati seluruh<br />selangkanganku, pantatku dengan lidahnya. Setelah selesai ia naik<br />menggeser tubuhnya di atas aku. Oh aku langsung menariknya dan<br />langsung menghujaninya mulutnya dengan ciuman-ciuman birahi. Ia<br />membalas dan kami kembali larut dalam kulum-kuluman itu. Mulut kami<br />sudah saling mengerti, mulut Yok, mulut Barry.<br /><br />Setelah nafas kami hampir habis dengan terengah-engah Tante Yok<br />berkata, "Sekarang Barry,... jilati selangkangan tante yang Tante udah<br />buat terhadap kamu....Ayo Barry jangan takut....." Tante Yok memintaku<br />untuk mulai beraksi. Aku bangun dan mengamati tubuh Tante Yok dan aku<br />merandek, ngeri. Aku melihat Tante Yok mebuka pahanya, paha yang putih<br />mulus dan menjadi santapan mataku (dan pria lain yang normal). Kini<br />paha putih mulus itu cuma dibatasi selembar kain celana dalam dan di<br />balik celana dalam itu menanti kenikmatan dunia untuk aku reguk. Aku<br />melihat kepada Tante Yok minta dukungannya, dan kembali Tante Yok<br />tersenyum lembut bagai bidadari menguatkan hatiku. "Ayo Barry, tarik<br />celana Tante, Tante bantu lepasin..". Aku mulai menarik celana itu dan<br />Tante Yok mengangkat pinggangnya yang besar itu untuk mempermudah<br />melepas celananya. Celana itu sudah terbuka !!!!! Kini dihadapan aku<br />berbaring Tante Yok dalam keadaan 100 % bugil, Tante Yok yang selalu<br />menjadi impianku, kini berbaring telanjang bulat di hadapan aku yang<br />juga telanjang bulat!. Pandangan mataku menggerayangi vaginanya. Oh<br />luar biasa ! Di pangkal pahanya yang besar dan putih itu ada seonggok<br />rambut hitam ikal dengan lebatnya memenuhi pangkal paha tante Yok.<br />Begitu lebatnya hingga bulu-bulu itu tersebar hingga ke daerah sekitar<br />bawah pusar Tante yok. Pusat onggokan bulu itu melindungi satu rongga<br />yang tertutup seperti mulut dalam posisi berdiri. Darahku serasa<br />berhenti berjalan melihat itu. "Barryyyy... ayoooo... cobain dong..! "<br />Tante Yok memekik manja melihat aku hanya diam saja. "Njilat Barry....<br />Kamu pernah makan es krim khan, jilatin Barry.....Ini es krim yang<br />paling enak, Barry.." Tante Yok berkata membuat aku semakin terpana.<br /><br />Perlahan-lahan kepalaku mulai tunduk dan tangan aku mengunci lutut<br />Tante Yok dan kepalaku mulai merasuk melalui pahanya yang selalu ku<br />idamkan itu. Oh pahanya mulus dan hangat..terus naik.....terus<br />naik.....hingga akhirnya aku hampir tiba di tujuan dan ikatan tanganku<br />pada dengkulnya lepas lalu dengan attraktif Tante Yok membuka kakinya<br />dan mempersilahkan aku untuk terus. Aku mulai mendaki dan mendaki<br />hingga kini kepalaku menggantikan posisi celana dalam Tante Yok yang<br />terbuang entah ke mana. Aku merasakan bulu-bulu halus menggelitik aku,<br />tapi aku nggak perduli. Selangkangan Tante Yok ini benar-benar luar<br />biasa ! Vaginanya aku emut seperti aku makan es krim dan benar rasanya<br />asin, berbau khas selangkangan, agak bau oleh cairan dari dalam<br />vaginanya, hangat dan basah. Aku emut terus dan tiba-tiba aku<br />mendapatkan ide bahwa aku dapat mencium 'bibir' Tante Yok ini. Aku<br />miringkan kepala aku dan aku mulai mengaggresi lidah aku masuk 'mulut'<br />bawah Tante Yok ini dan mulai mencicipi hangatnya 'kerongkongan'Tante<br />Yok ini. Ada satu 'lidah' panjang dan bulat berada pada 'rongga mulut'<br />Tante Yok dan tanpa pikir panjang aku segera menangkapnya,<br />menjilatnya, menghisap dan mengulum serta menggigitinya dengan penuh<br />cinta. Ternyata perbuatanku itu membuat Tante Yok Bergelinjang dengan<br />hebatnya membuat 'ciuman' kami makin masuk dan dengan tangannya ia<br />menekan kepala aku untuk terus mencium 'mulutnya' itu. Tante Yok sudah<br />berteriak-teriak tanpa kendali, begitu liar tapi sangat merangsang dan<br />membuat aku makin bersemangat,<br />"Baaaaaaaaaaaarrrrrryyyyyyyyyyhhhh............. !!!! !!!.......<br />AAAAkkkkhhhh!!... Addduuuddduuuhhhh.... OOOOhhhhh!!! Barry ! Barry!<br />Barry!......... ohhhhhh... Barrrr.....<br />hhhaaaakghggh.............sayanggggggg... OOohhh BBarryyy<br />sayaaaannngg...!!!!!!!!!!!!!!!" Begitu dia berteriak, sementara<br />'lidahnya' makin aku mesrai dan kini lidah itu mengluarkan 'ludah'<br />lendir yang hangat, agak asin dan agak berbau khas tapi justru di situ<br />letak kenikmatannya. Aku minum 'ludah' itu, tapi tidak dapat aku minum<br />semuanya sehingga sebagian mengalir membasahi daerah 'mulut dan hutan'<br />di selangkangan Tante Yok ini. Aku merasa belum puas, selangkangan<br />Tante Yok ini selalu aku impi-impikan, aku selalu berpikir kalau Oom<br />Rudi belum pernah mencoba seperti aku ini, dia rugi. Selangkangan<br />Tante Yok ini tidak ada tandingannya, nikmat tiada tara, vaginanya,<br />klentitnya, aduh semuanya itu aku impikan dan sekarang kesempatan itu.<br />Aku rahup selangkangannya sekali lagi, kini tanpa ragu-ragu, aku hisap<br />seluruhnya, aku jilati seperti induk kucing menjilati anaknya. Bulu-<br />bulu lebat vaginanya sudah basah, 'mulut' Tante Yok pun sudah becek<br />dan licin....Tiba-tiba Tante Yok memanggil aku. Akupun naik<br />menemuinya."Kamu senang Barry ? Kamu puas ?" Tante Yok bertanya sambil<br />tersenyum. "Sangat ..TTanntee... Yok" ,jawabku terbata-bata. "Luar<br />biasa kamu, Oom Rudipun nggak pernah bisa bikin Tante kaya begitu<br />Barry.....Sekarang entotin Tante ya..... Barry siap ?" Tante Yok<br />mendesah dan memandangku dengan pandangan yang bisa membuat lelaki<br />normal manapun serasa berada di kahyangan. Hk ! Kini saat yang aku<br />impikan. Setelah puas menggerayangi tubuh Tante Yok kini tiba saatnya<br />Tante Yok memberikan ijin untuk bersanggama dengan dia. Sebelum aku<br />dapat berkata-kata lebih lanjut, tante Yok meneruskan omongannya,<br />"Tapi kamu harus ingat, nanti waktu Barry masukin penis Barry ke<br />Tante, maka Barry boleh ucapkan selamat tinggal sama status perjaka<br />Barry.." kata Tante Yok tersenyum mesra kepadaku. "Kamu rela nggak<br />kalo Tante yang melepas keperjakaan kamu ? ". Lidah aku saat itu<br />kelu..Apa lagi yang dapat aku katakan ? Memang itulah keinginan aku<br />selama ini ! Aku sungguh-sungguh ingin diperjakai oleh tante Yok, dan<br />inilah kesempatan aku. Aku hanya mengangguk-angguk dengan penuh<br />semangat sambil menatap mata indah milik tante Yok. Rupanya tante Yok<br />mengerti suasana, ia tersenyum lembut keibuan dan memeluk aku.<br />Kemudian dia mencium aku dengan mesra sambil berbisik pelan ,"Jangan<br />takut Barry, Tante juga bahagia sekali bisa membantu kamu menjadi<br />lelaki dewasa. Kamu nggak akan menyesal sudah mengambil keputusan<br />ini...". Lalu ia kembali menciumku dengan mesra dan mengulum lidahku<br />dengan penuh nafsu.<br /><br />Setelah itu Tante Yok mengambil posisi berbaring celentang dan<br />menyuruh aku untuk mengangkangi dia. Dengan kedua belah tangannya<br />Tante Yok membantu penis aku untuk melakukan penetrasi sedangakan dua<br />tangan aku berusaha menahan bobot tubuh aku supaya tetap ada jarak.<br />OOOOhhhhh....dengan bantuan Tante Yok penis aku menemukan jalan dan<br />bles ! penis aku tenggelam dalam selangkangan Tante Yok tanpa ampun<br />lagi. Baik aku dan Tante Yok menjerit kesenangan dan keenakkan. Betuk-<br />betul enak, aku nggak pernah bayangin bahwa bersanggama dengan<br />perempuan begini enak - pantas saja begitu banyak orang ngebet pengin<br />kawin. Rasanya seluruh badan aku jadi badan dia dan seluruh badan<br />Tante Yok jadi badanku. Kami jadi satu tubuh dan berpadu seolah-olah<br />kami tidak dapat terpisahkan lagi. Tubuh Tante Yok bergerak liar,<br />pinggulnya menari-nari sementara badan aku menjadi terayun-ayun bagai<br />ayunan. Aku menusuk Tante Yok dan menggenjotnya untuk mengimbangi<br />tariannya. "Tannnteehh.. Yyyyoookk.. gimana.. audhdhu... nich......<br />Tannntteee yyyookk.. aku mau keluar.... adduhh....!!!!" aku menjerit<br />cemas tatkala tahu bahwa aku tidak dapat mengkontrol lagi kehendak<br />penisku. Tapi dalam erangannya Tante Yok malah mengencangkan ikatan<br />selangkangannya sehingga kami tidak mungkin lagi terpisah karena<br />pahanya mengunci pahaku,<br />"hh... hh.. hh.. hh.. AHHHHhhh.... biar Barry.... biar Yang..<br />biaaaaarrrhhhhh... oooooaaghhh.....!!!!! " Tante Yok mendesis hebat<br />dan akupun merasakan gelombang itu datang. Tante Yok memeluk aku erat<br />dan akupun memeluknya erat-erat. Kami takut terpisah !!!! Kami<br />berciuman dengan panas dan gelombang itu datang melanda kami berdua.<br />Aku menyemprotkan spermaku di dalam liang vaginanya Tante Yok. Tante<br />Yok berteriak kesenangan dan keenakkan demikian juga aku...oohh<br />klimaks yang aku impikan itu terjadi. Aku telah menyetubuhi Tante Yok,<br />tanpa kecuali dan aku bahagia dan aku yakin Tante Yok pun bahagia. Ia<br />mengucapkannya berkali-kali sambil mendesah di telingaku. Kami<br />tertidur tanpa saling melepaskan tubuh kami. Kami tidur berperlukan<br />dan tetap dalam posisi sanggama kami, sementara hujan masih cukup<br />deras di luar. Aku memeluk tante Yok dan kepalanya bersandar di dadaku<br />sepanjang malam yang indah ini. Aku melihat tante Yok tidur dalam<br />pelukanku sambil tersenyum - membuatku tambah bahagia karena telah<br />memberikan kebahagiaan juga kepada tante Yok. Malam ini aku telah<br />menjadi lelaki dewasa, dan Tante Yok lah yang melepaskan keperjakaan<br />aku. Dan aku tidak menyesal dengan keputusanku karena aku memang<br />menginginkan bersanggama dengan tante Yok dan memang sungguh-sungguh<br />berharap bahwa dialah yang memperjakai aku. Pengalaman pertamaku ini<br />akan selalu kuingat dan kini kubagikan juga kepada teman-teman pecinta<br />CCS.<br /><br />Apakah rekan-rekan pembaca punya tanggapan atau komentar ? Tolong<br />layangkan surat teman-teman ke e-mail aku : <a href="file:///post/ceritaseru?protectID=125166091150193028112218066026192187018152196241226130252055210">wardoyo@n...</a><br /><br />Jika teman2-teman menghendaki, aku akan teruskan ceritaku dengan tante<br />Yok ini di lain kesempatan.</pre></span></span>dery_boledhttp://www.blogger.com/profile/10242059087321130258noreply@blogger.com0